Autor : Ulie Aya’aya
Wae
Title : My Inspiration “Always
Love You”
Genre : Romance,
Friendship
Rate : PG 13
Lenght : Chapter
Cast :
Henry Lau (SUJU M)
Kim Kibum (Super
junior)
Park Lee Beom (OC)
Zhoumi (SUJU M)
Kris EXO M
Siwon SUJU
Lee Hyosun (OC)
@Bandara Incheon
Suasana ramai tidak
sedikitpun mengganggu, lebih tepatnya membuyarkan lamunan sang idol. Lalu
lalang orang-orang dan suara beberapa gadis yang meneriakkan namanya tidak
diperdulikannya. Hanya pada awalnya saja ia koperatif, menyunggingkan sedikit
senyuman pada beberapa orang di sekitarnya. Setelah mengadakan wawancara
singkat mengenai alasan kepulangannya ke China pada beberapa wartawan yang
berada di sana, Henry terlihat lesu. Entah karena kecapean atau ada sesuatu
yang mengganggu pikirannya. Ia terlihat tidak semangat dan memilih beralih ke
ruang tunggu yang lebih pribadi. 30 menit lagi ia akan meninggalkan Korea untuk
jangka waktu yang tidak bisa dipastikan. Mungkin karena itulah ia sangat berat
untuk meninggalkan negara ginseng ini, terlebih meninggalkan wanita yang
dicintainya.
“Apa kau mau minum?”
tawar Zhoumi seraya membuyarkan lamunan Henry. Pria berkaos putih itu hanya
menggeleng tanpa berbicara bahkan tidak menoleh sedikitpun. Seperti hanya dia
sendiri dalam ruangan itu.
“Aku keluar sebentar,”
lanjutnya seraya melangkah pergi dari ruangan yang sengaja dibuat pribadi oleh
petugas bandara untuk kepentingan sang idol. Setelah 10 menit, Zhoumi kembali
dengan seorang wanita. Ia sejenak menoleh ke arah wanita itu ketika akan masuk
ruangan lalu mengangguk.
“Jihyun-ya.. Harusnya
kau salahkan dia! Dia yang melarangku untuk memberitahumu.” Zhoumi sedikit
meninggikan suaranya. Dan berhasil membuat Henry mendongak.
“Jihyun datang,” tambah
Zhoumi kemudian. Mendengar disainer pribadinya itu datang, Henry berdiri seraya
menyambutnya. Dengan senyuman yang dipaksakan ia menghadap ke sumber derap
langkah yang mendekatinya, “Maaf.. Tadinya aku akan memberitahumu setelah
sampai di China. Aku takut kau menangis ckck.. Bukankah kalau tidak ada aku, pakaianmu
tidak akan laku?” ujarnya menjelasan dengan bubuhan candaan.
“Sepertinya Jihyun
benar-benar akan menagis, sampai tidak sanggup berkata-kata.” Timpal Zhoumi
sambil terkekeh, melirik ke arah wanita itu. Dan wanita berkaca mata hitam itu
cukup mengerti dengan tatapan mengandung makna tersebut. Ia mulai meraih tangan
Henry lalu medekatkan tubuhnya. Beberapa detik kemudian ia mendekap Henry tanpa
bersuara sedikitpun. Merangkulkan tangan kirinya ke pundak pria itu dan
menepuk-nepuknya, kakinya sedikit berjinjit dan meletakkan dagunya di atas
pundak Henry.
Deg!
Henry bergeming.
Hatinya sedikit bergetar menerima rangkulan tiba-tiba itu, terlebih karena
hembusan napas wanita yang memeluknya itu menyapu bagian lehernya. Hangat. Ada
sensasi yang luar biasa ketika tubuh mereka saling menempel, keduanya seperti
menjadi patung. Tidak perduli dengan sekitarnya, dan mereka cukup lama dalam
posisi seperti itu. Dan tersadar setelah ada informasi kalau pesawat ke China akan
segera heading dan meminta seluruh
penumpangnya untuk masuk ke dalam. Setelah pelukan mereka terlepas, Zhoumi
langsung meraih lengan Henry dan sedikit menyeretnya untuk berjalan lebih cepat
menuju pesawat. Ia hanya diam dan menuruti langkah Zhoumi. Sementara wanita itu
tersenyum puas karena permintaannya terkabulkan.
Di dalam pesawat, Henry
masih melamun. Tubuhnya seperti membeku dengan wajah tertunduk.
“Sepertinya Jihyun
benar-benar menangis mengantarmu,” ujar Zhoumi seraya ingin mendengar komentar
Henry tentang wanita yang telah mengantarnya dengan pelukan itu.
Henry sedikit
mengangkat wajahnya, “Apa dia benar-benar Jihyun? Tanyanya lirih.
“Heh?” Zhoumi menoleh
melihat ekspresi yang tergambar dari wajah artis SM itu. “Apa kau pikir itu
nona Park? Apa kau berharap dia menemuimu?”
“Tidak, bukan seperti
itu.”
“Apa kau ingin aku
memberitahu nona Park tentang kepergianmu ini?”
Henry tertawa kecil.
“Untuk apa? Dia pasti tidak peduli padaku. Adanya dia, malah semakin membuatku
berat untuk meninggalkan Korea.” Sergahnya seraya mengakhiri pembicaraan.
Tubuhnya ia rebahkan senyaman mungkin dengan wajah menghadap jendela, berpaling
dari Zhoumi.
Beberapa jam
sebelumnya..
Zhoumi langsung
meninggalkan apartemen Henry setelah mendapat pesan singkat dari seseorang. Ia menuju
parkiran lalu masuk ke dalam mobil sedan merah setelah sebelumnya mendapat
tanda berupa bunyi klakson dari mobil tersebut. Pemilik mobil mewah itu
ternyata adalah Beom. Ia sengaja menghubungi Zhoumi karena ingin menanyakan
sesuatu yang membuat pikirannya menjadi kacau selama seminggu ini. Tidak tahu
bagaimana harus memulainya, mereka hanya diam selama beberapa menit.
“Dia sengaja
menghindariku ‘kan?” Kalimat ambigu itu menjadi kata pertama yang dilontarkan
oleh Beom. Wajahnya tertunduk seolah tidak mampu untuk bertatapan langsung
dengan Zhoumi. “Kenapa? Hanya ingin tahu kenapa, apa aku telah berbuat salah
padanya?”
Zhoumi menoleh, iba
melihat wajah Beom yang muram, berbeda dari biasanya. Walaupun tidak gamblang
siapa orang yang dibicarakan. Tapi dia tahu bahwa ‘dia’ yang dimaksud adalah Henry. “Anda tidak salah. Mungkin itu
hanya perasaanmu saja,”
Beom terkekeh geli
mendengarnya, masih dengan menunduk ia menghela napasnya yang terasa berat.
“Aku bukan baru kemarin mengenalnya. Tapi sudah hampir setahun, ah tidak.. tapi
sudah sangat lama. Apa kau pikir aku bodoh, hah?” Nadanya sedikit meninggi, ia
menatap nanar Zhoumi dengan mata yang sudah memerah. Seolah memohon untuk
sebuah penjelasan. Zhoumi tetap diam dan berpaling dengan menunduk.
Ia melanjutkan,
“Baiklah. Aku tidak akan bertanya apapun lagi. Aku juga tidak akan peduli lagi
padanya. Tapi mohon, biarkan aku menemuinya sekali saja..” pintanya memelas.
“Nanti, anda bisa
menemuinya di bandara.” ucap Zhoumi yang merasa prihatin dengan kondisi Beom
yang sepertinya akan menangis.
“Apa?” tanyanya sedikit
terkejut. Matanya membulat lebar seraya tidak percaya atas apa yang baru saja
didengarnya.
“Iya.. Hari ini kami
berangkat. Nanti, pukul 3 sore..”
“Apakah aku tidak
berarti baginya?” gumam Beom tanpa sadar, membuat Zhoumi menoleh dan
bertanya-tanya dalam hatinya. Aneh, seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh
kekasih bosnya itu.
1 Tahun Kemudian..
Semilir angin menyibak
rambutnya dengan lembut, kedua tangannya memegang tali yang berada di kedua
sisinya. Ujung kakinya sesekali di hentakkan ke tanah untuk mempercepat laju
ayunan yang ditumpanginya. Matanya terpejam dan menengadah ke atas seolah
tengah bersatu dengan alam. Aroma yang keluar dari berbagai jenis bunga yang
ada disekitarnya seperti terapi alami yang membuat suasananya menjadi tenang.
Bibirnya menyungging tatkala kenangan masa kecilnya terlintas dalam benaknya.
Sama seperti saat ini, dimana ia sedang bermain ayunan di sore hari yang cerah.
Hanya tempatnya saja yang berbeda, dan dia sendirian. Tidak seperti waktu
kecil, diamana dia selalu ditemani oleh sahabatnya.
Ia sedikit terkejut
ketika ada seseorang yang menarik tali ayunannya dari belakang, ia menoleh, dan
mendapati seorang pria tersenyum manis padanya. Tanpa berkata apapun, pria
itu mendorong ayunannya perlahan-lahan.
Kemudian ia mengikuti, dan duduk di ayunan yang satunya lagi.
“Bagaimana kau tahu aku
di sini, oppa?” tanya sang wanita pada kekasihnya itu.
“Hatiku menuntunku ke sini,”
Dengan senyuman yang di tahannya, pria bernama Kibum itu menjawab. Terdengar
aneh, bualan dan candaan seperti itu tidak cocok dengannya. Membuat Beom
terkekeh geli saat mendengarnya.
“Apa akan pulang
sekarang?” tanyanya lagi.
“Aku ingin lebih lama
di sini. Aku ingin tahu, apa yang membuatmu betah berada di taman ini.”
Beom mendongak sekilas,
memperhatikan wajah kekasihnya yang sangat kelelahan itu. Taman kota yang tidak
jauh dari gedung SM ini memang sangat ramai saat sore hari. Banyak orang yang
sengaja mampir untuk bersantai. Juga para orang tua yang mengajak anak-anaknya
untuk bermain. Selain ada bangku-namgku untuk bersantai, taman ini juga
dilengkapi fasilitas bermain anak-anak dan kolam air mancur, tempat ikan-ikan
hias hidup.
“Menyenangkan bukan? Oppa,
bakal ngerasa nyaman berada di sini. Anginnya sejuk. Sangat cocok untuk
bersantai dan melepas lelah.”
Kibum mengangguk, “Apa
karena ini, kau lebih sering di sini daripada menungguku di kantor?”
Wanita berambut kepang
itu tersenyum kecil, baginya pertanyaan yang dilontarkan Kibum seperti sebuah
sindiran. “Aku bosan menunggumu di kantor. Lebih nyaman di sini, bisa bertemu
dengan orang-orang baru.”
“Dulu kau tidak seperti
itu,”
“Oppa!” Dengan suara
yang lemas, Beom memekik. Seolah memohon pada Kibum untuk tidak mengungit
tentang Henry. Kibum mengagguk tanda mengerti.
“Lee Beom!”
Beom menoleh mendengar
Kibum memanggil namanya. Direktur SM itu seperti ragu untuk melanjutkan
perkataannya, ia terlihat menghela napas dan tertunduk. “Aku ingin menagih
janjimu,” ujarnya pelan.
“Janji?” Beom menautkan
kedua alisnya. “Apa?”
“Janjimu setahun yang
lalu. Bukankah, ini sudah waktunya?”
Bayangan setahun yang
lalu pun seolah kembali terbersit dibenak wanita bermarga Park itu. Kata yang
sempat ia ucapkan pada kekasihnya itu adalah tentang pernikahan. Dulu memang
dia pernah berucap akan mau dinikahi setahun kemudian. Tapi baginya itu bukan
sebuah janji, melainkan kilahan. Dimana ia merasa sangat bosan saat mendengar
kekasihnya terus-terusan mengajaknya untuk kepelaminan.
“Owh. Kenapa tiba-tiba
terpikir soal itu? Apa ada yang mengganggu pikiranmu, oppa?”
“Kadang suka terpikir,
apa kita akan seperti ini terus? Bukankah sebuah hubungan itu harus ada
tujuannya? Tadi, ada seorang wartawan datang ke kantor. Awalnya hanya bertanya
soal pekerjaan. Tapi, seterusnya malah soal pribadi.”
Wajah yang asalnya
tertunduk itu, mendongak lurus ke depan. Memandang anak-anak yang sedang
bermain dari kejauhan. Seolah berpaling dari tatapan serius gadis tercintanya.
Ia melanjutkan, “Apa
aku boleh mengungkap identitasmu sebagai awal kita untuk menikah?” Matanya
beralih menatap Beom, seolah ingin tahu tanggapan dari usulnya itu. Kini
giliran Beom berpaling, menunduk. Menghindar dari tatapan sayu penuh harap
kekasihnya itu.
“Apa saja yang oppa
katakan pada wartawan itu?”
“Mmm.. aku mengakui
sedang menjalin hubungan dengan seorang gadis dan akan menikah secepatnya. Itu
saja. Maka dari itu, sebelum wartawan mencari tahu tentangmu. Lebih baik aku
mengungkapkannya sendiri.”
“Biarlah mereka tahu
sampai situ. Aku tidak suka kalau harus berurusan dengan para wartawan. Aku
merasa tidak nyaman.” Masih dengan menunduk, Beom berusaha terlihat tenang.
Walaupun sebenarnya hatinya sangat bingung. “Seandainya kita menikah pun, apa
tidak bisa diam-diam saja? Tidak perlu ada media yang meng-ekspos.” tanyanya
terbata-bata.
“Kenapa kau tidak ingin
hubungan kita ter-ekspos? Apa kau merasa terbebani berpacaran denganku?”
Pertanyaan Kibum
membuat mereka saling bertatapan. Diam sejenak seraya menghembuskan napasnya
masing-masing. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka, keduanya seolah tidak
mengerti satu sama lain.
“Bukan seperti itu,
oppa!” bantah Beom. Belum juga dia melanjutkan kata-katanya, Kibum langsung
memotong, “Kenapa saat kau bersama Henry terkesan cuek dan enjoy? Sepertinya
tidak pernah khawatir terkena skandal. Bukankah saat kau bersamanya, akan lebih
mengundang konsumsi publik daripada denganku?”
Beom menatap nanar,
rasanya lelah untuk terus menjelaskan pada kekasihnya bahwa ia hanya menganggap
Henry sebagai sahabatnya saja. Selalu ada saja kecurigaan yang membuat dia
merasa tersudut. “Aku tidak takut karena memang aku tidak ada apa-apa
dengannya. Kalaupun sampai ketahuan oleh media, aku hanya akan bilang bahwa dia
adalah sahabatku. Itu adalah kenyataannya!”
“Terus? Apa bedanya
dengan hubungan kita? Bukannya ini juga adalah kenyataan? Kenapa kau harus
takut? Kenapa harus disembunyi-bunyikan?”
“Aku benar-benar tidak
mengerti denganmu, oppa! Kenapa kau selalu melibatkan namanya dalam masalah
kita? Dimatamu aku seolah tidak dapat dipercaya.” Tatapannya begitu tajam,
hingga membuat Kibum merasa bersalah. Ia berdiri dan hendak melangkah, “Aku
hanya tidak ingin privacy-ku
terganggu. Seperti katamu, sekali terekspos, maka seterusnya akan seperti itu.
Aku hanya ingin menikah denganmu sebagai seorang Kim Kibum. Bukan sebagai pewaris
tunggal dari SM Entertainment.” Kalimat terakhir yang ia ucapkan sebelum akhirnya
pergi meninggalkan kekasihnya.
Kibum menghembuskan
napas panjang, wajahnya ia tadahkan ke atas seolah menahan air mata yang
berlinang di pelupuk matanya. Dalam hatinya, ia bertanya, apakah dia
benar-benar tidak percaya pada kekasihnya? Apakah dia sekarang sedang meragukan
cinta kekasihnya? Pertanyaan-pertanyaan negatif terus menumpuk di otaknya.
Rasanya sangat susah untuk memahami dan mengerti hati Beom akhir-akhir ini. Dia
pikir, kekasih pujaannya itu kini sudah berubah. Bukan tanpa alasan dia
berpikir seperti itu, awal-awal ketika Beom menceritakan tentang Henry, ia
cukup mengerti. Tapi setelah Beom mulai jarang mengunjunginya di kantor, dan
kalaupun datang, kekasihnya itu lebih sering menghabiskan waktu di ruang musik
sendirian daripada di ruangannya. Ia mulai merasa tidak nyaman, seperti di
campakkan. Seolah keberadaan Henry lebih penting bagi Beom dibandingkan
dirinya. Ia terkesiap dari lamunannya ketika tetes demi tetes air mulai turun
dari langit, sungguh aneh, hujan turun di langit Seoul yang terbilang cerah.
Seolah ikut berduka atas kesedihan dalam hatinya.
Beom tercekat. Tubuhnya
terbaring beku beberapa detik setelah terbangun dari mimpi anehnya. Dalam mimpi
itu, ia berjalan sendirian diantara kabut yang menutupi sekitarnya. Ada suara
yang entah darimana, menuntun langkah kakinya.
“Ayoo.. tebak! Aku dimana. Kau tidak
bisa menemukanku ‘kan?”
Suara itu seolah
menandakan bahwa dia sedang bermain petak umpet, tidak jelas siapa pemilik
suara itu. Setelah lama ia berjalan, ia melihat seseorang di depan, tidak begitu
jelas wajahnya. Setelah dilihat lebih dekat, ternyata seorang anak kecil. Dia
terus melambaikan tangan padanya, anak laki-laki itu mengumbar senyumnya dengan
sangat manis lalu berlari ke arahnya. Kemudian memeluknya sambil berkata, “Kalau kau tidak bisa menemukanku, maka aku
akan menyerah dan menemuimu.”
Ia berusaha mengingat
dengan jelas mimpi itu. Anak laki-laki yang sepertinya tidak asing itu sangat
membuatnya penasaran. Tubuhnya sesekali bergerak untuk posisi yang lebih
nyaman, kadang menyamping lalu terlentang kembali. Hingga membuat Kibum
terusik. Dengan mata yang terasa berat, ia memperhatikan apa yang dilakukan
oleh Beom. Kekasihnya itu terlihat melamun. Ia pikir, pasti karena persoalan
sore tadi, Beom memang selalu terlihat melamun kalau mereka sudah membahas
tentang pernikahan.
Kibum pura-pura tidak
sadar dan tidur menyamping sambil merentangkan tangannya, memeluk Beom. Sekedar
ingin melihat reaksi kekasihnya itu. Dan hasilnya cukup membuat Beom terkejut,
ia sejenak menoleh lalu berusaha melepaskan tangan Kibum yang berada di
perutnya. Tapi ternyata sangat susah, dari situ ia tahu bahwa Kibum tidak
benar-benar tidur. Bibirnya sejenak menyungging, menatap wajah kekasihnya itu
dengan penuh kasih sayang. Tangan kanannya lalu sengaja ia letakkan di atas
tangan Kibum yang sedang berada di atas perutnya. Seraya membimbing untuk
mengusap-ngusap perutnya, dan itu membuat Kibum membuka matanya dan semakin
mendekat.
“Apa sakit?” tanyanya.
Beom mengangguk. Ia tahu, kalau Beom memintanya untuk menggelus-ngelus
perutnya, berarti dia sedang menstruasi. Sebenarnya ini hanya trik Beom saja
untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan dari Kibum. Ia tahu betul kalau
kekasihnya itu akan melontarkan banyak pertanyaan kalau melihat dirinya
melamun. Maka dari itu terpaksa berdusta.
“Besok coba periksa.
Jangan terlalu anggap enteng, takutnya bahaya.” Titahnya sambil sedikit memijat-mijat
perut Beom.
“Bahaya apa? Semua
wanita juga pasti mengalami sakit seperti ini.” Bela Beom sambil terkekeh,
membuat Kibum mendongak padanya. Dan mereka pun akhirnya saling pandang, mata
mereka seolah saling berbicara. Keduanya memancarkan sinar penuh cinta. Dan
bibir mereka pun menyungging, membentuk sebuah senyuman yang sangat manis.
“Maaf.. soal tadi
sore.” Kata Kibum, menyesal. Beom hanya tersenyum, lalu mendekatkan wajahnya,
mencium dahi Kibum sebagai balasan. “Tidurlah..” titahnya sambil menarik
selimut menutupi tubuh mereka. Kibum mengangguk, lalu merentangkan tangannya
seolah membiarkan Beom untuk tidur dalam pelukannya. Sudah dua bulan ini mereka
memang tidur dalam satu ranjang, kasur berukuran kecil yang biasanya ditempati
Kibum sudah dibereskan, sehingga sekarang hanya ada satu tempat tidur di
apartemen itu. Ini bertujuan supaya Kibum lebih sigap menjaga Beom. Walaupun
terkesan hanya beralasan tapi Beom menyetujuinya, karena dia juga bisa lebih
nyaman saat tidur di pelukan kekasihnya.
@China Hospital
Derap langkah yang
berasal dari lalu lalang orang yang melewati kamarnya, sama persis dengan
mimpinya. Dalam mimpinya itu dia tertidur di sofa, terdengar derap langkah yang
menuju ke arahnya. Lalu hening. Dia merasakan ada sesuatu yang menyentuh
pipinya, hangat sekali. Kemudian matanya pun terasa basah, ia
mengerjap-ngerjapkan matanya dan samar-samar terlihat seseorang yang sedang
menjauhinya. Tidak begitu jelas wajah orang itu, tapi dia yakini, bahwa orang
itu adalah wanita yang di kenalnya.
“Kau sudah siuman??”
tanya Zhoumi ketika jari Henry sedikit bergerak. Tidak ada jawaban. Pria
jangkung itu pun menghela napas, sedikit cemas karena orang yang dianggapnya sebagai
adiknya itu tidak jua sadarkan diri pasca operasi.
“Apa ini tidak akan
berakibat apa-apa padanya?” tanyanya lagi. Kali ini pada Kris, dokter yang
menangani operasi mata Henry.
Tanpa bicara Kris pun
memeriksa denyut nadi pasiennya. Menoleh ke arah Zhoumi dengan raut muka
sedikit cemas, “Tidak biasanya seperti ini. Harusnya dia sudah siuman..”
Mendengar itu Zhoumi
semakin cemas, takut terjadi sesuatu pada Henry. Tangannya semakin erat
menggenggam telapak tangan Henry. Dalam hatinya ia berdoa, supaya dia segera
sadar.
“Kita tunggu satu jam
lagi. Kalo tidak juga, kita sadarkan secara paksa.” Tambah Kris.
Setelah 30 menit.
Akhirnya jari Henry bergerak kembali, kali ini diikuti oleh sebuah suara,
“Hyung!” pekiknya. Terdengar lemah.
“Syukurlah..” ucap
Zhoumi sambil meraih telapak tangan Henry dengan kedua tangannya.
“Lee Beom!” pekiknya
lagi, membuat dahi Zhoumi mengkerut, heran. Ia pikir Henry hanya mengigau dan
tidak benar-benar siuman.
“Mana Lee Beom, hyung?”
Kali ini artis SM yang sedang hiatus itu bertanya. Zhoumi terdiam sejenak dan
tergagap seraya tidak yakin dengan pendengarannya. Alisnya saling bertaut,
“A..aapa?”
“LeeBeom! Dia tadi ada
di sini ‘kan?” Belum sempat Zhoumi menjawab, pasien yang tubuhnya masih
terbaring lemah itu melanjutkan lagi, “Aku tadi melihatnya. Apa dia sekarang
sudah pulang?”
Zhoumi terdiam.
Prihatin. Entah harus menjawab apa, bagaimana bisa orang yang matanya masih
terbalut perban itu bisa melihat. Hasil operasinya juga masih belum bisa di
pastikan berhasil tidaknya, dan juga wanita yang ditanyakannya jauh dari negara
dimana dia berada sekarang.
“Itu mungkin hanya
mimpi,” sergah Zhoumi.
“Tidak mungkin. Aku tadi
terbangun karena dengar suara langkahnya lalu dia duduk di sampingku dan..”
Kalimatnya terhenti seraya mengingat apa yang ada dalam benaknya.
“Dan apa?” tanya Zhoumi
penasaran.
“Entahlah. Aku
merasakan kedua mataku basah.”
Zhoumi terkekeh,
“Sebegitu besarkah rasa rindumu pada nona Park?” Dia meraih salah satu tangan
Henry lalu mengarahkannya pada matanya sendiri yang masih terbungkus perban.
“Eoh.. mataku?”
pekiknya. Lalu dia meraba-raba dengan kedua tangannya, dan baru teringat kalau dirinya
habis melakukan operasi, “Apa ini akan berhasil?”
Zhoumi bergeming.
Setelah mengingat
dengan jelas mimpinya, ia melanjutkan, “Seperti nyata. Dia membelai wajahku,
lalu.. dia mengecup mataku.”
“Hmm.. mungkin itu
bukan sekedar mimpi.” sela Zhoumi dengan senyuman seduktif, terdengar terkekeh dan
berhasil membuat Henry sangat penasaran.
“Maksudmu hyung??”
#FLASHBACK
Zhoumi terkejut ketika
membuka pintu hendak keluar, dia mendapati Beom di hadapannya. Tak kalah
dengannya, Beom pun terlonjak kaget. Akhirnya mereka tertawa bersama karena hal
itu.
“Kau mau kemana?” tanya
Beom basa-basi.
“Masuklah.. aku akan
keluar sebentar untuk membeli cemilan,” Zhoumi sedikit menyampingkan tubuhnya
seraya memberikan ruang untuk Beom masuk ke dalam apartemen Henry. “Apa anda
akan titip sesuatu?” tambahnya menawarkan. Beom menggeleng. Zhoumi akhirnya
pergi dan Beom masuk, sesuai dengan janjinya untuk mengepak barang yang akan di
sumbangkan ke panti bersama-sama. Dia memang sedikit telat, beberapa barang
terlihat sudah terbungkus rapi. Sementara Henry terbaring di sofa dengan earphone menempel di telinganya.
“Hey!” pekiknya sambil
menyentuh lengan Henry, memeriksa, apakah ia tidur atau tidak. Tidak ada
respon, Beom sedikit memanyunkan bibirnya, kecewa. Orang yang akan mengepak
barang bersama-sama dengannya malah tertidur. Ia duduk di lantai, bersandar
pada sofa dan membungkus barang yang
tersisa sendirian. Setelah selesai, ia meletakkannya dengan rapi. Dus-dus kecil
berisi perlengkapan sekolah itu ia tumpuk sejajar menjadi beberapa baris.
Ruangan yang tadinya terlihat acak-acakan itu pun akhirnya rapi dan ia bisa
berjalan tanpa terhalangi oleh tumpukan barang. Beom melihat waktu di
pergelangan tangannya, sudah hampir 45 menit berlalu tapi Zhoumi belum juga
kembali. Tenggorokannya yang terasa kering, membuatnya inisiatif mengambil
minum sendiri. Walaupun sebagai tamu, ia terlihat tidak sopan karena mengambil
sesuatu tanpa seijin yang punya rumah. Ia meneguk air dalam gelas yang di
pegangnya sambil memandangi Henry, entah apa yang ada dalam pikirannya. Ia menatap
dalam lalu berjongkok dan melepaskan earphone
yang menempel di telinga Henry. Kemudian memakainya, terdengar sebuah lagu yang
asing tapi suaranya sangat ia kenal. Sepertinya itu lagu yang sengaja Henry
rekam sendiri. Isi lirik lagu itu sangat menyentuh, menceritakan tentang rasa
rindu yang sangat besar pada seseorang. Dan penantian yang sangat lama. Beom
seolah terbawa suasana oleh lagu itu, ia duduk sedikit di tepi sofa dan menatap Henry cukup lama.
Tangannya yang awalnya ragu-ragu berhasil menyentuh pipi Henry lalu membelainya.
Lalu melepaskan kaca mata hitam pria itu, perlahan-lahan ia merendahkan
tubuhnya kemudian mengecup lembut kedua mata Henry secara bergantian. “Aku
berharap kau bisa melihat lagi, oppa!” ucapnya pelan. Hal itu terpergok oleh
Zhoumi yang baru datang. Tapi dia tidak menyadarinya.
#End Flashback
“Aku sungguh penasaran
dengan perasaan nona Park. Apa dia memang suka bersikap seperti itu?” guman Zhoumi tidak sadar. Dan itu semakin
membuat Henry bertanya tanya, “Maksudmu??”
“Apakah kalau kau sudah
sangat dekat dengan seseorang, tapi dia bukan kekasihmu. Apa kau berani untuk menciumnya
atau bersedia diciumnya?” tanya Zhoumi tidak jelas.
Dahi Henry semakin
mengkerut, tak mengerti. “Sebenarnya apa maksud dari pertanyaanmu, hyung?”
Bahasan tentang Beom membuatnya semangat dan tidak terlihat lemas lagi, seperti
bukan orang yang baru tersadar dari pasca operasi.
“Lupakan saja!” Zhoumi
terkekeh, “ Aku pernah melihat nona Park dicium oleh pria yang dulu hadir di
pameran waktu itu. Kadang-kadang aku suka berpikir, apa nona Park
berselingkuh?” Kekehannya semakin keras, merasa hal yang dipikirkannya itu
konyol.
Henry yang mendengar
cerita Zhoumi, terlihat murung. “Aku dengar, dia dan pria bernama Donghae itu
sudah bersahabat sangat lama. Jadi menurutku itu sesuatu yang wajar dan biasa.”
“Kau sendiri
bagaimana?” Tanya Zhoumi menimpali, “Jika kau sudah merasa dekat dengan nona
Park, apa kau berani menciumnya? Atau misal, nona Park menciummu seperti dalam
mimpimu itu. Apa kau akan berpendapat bahwa hal itu biasa? Atau kau akan
berpikir bahwa nona Park mempunyai perasaan terhadapmu?”
“Kenapa kau melontarkan
pertanyaan memusingkan seperti itu, hyung? Runtuk Henry sambil memegangi
dahinya yang terasa pening.
1 Minggu Kemudian
Orang-orang yang berada
dalam ruangan vip serba putih itu terlihat cemas. Semuanya menatap pada satu
arah, si pasien. Dua orang paruh baya yang masih terlihat awet muda itu
harap-harap cemas menanti hasil operasi yang telah dilakukan oleh Dokter muda
bernama Kris. Seorang gadis cantik yang memakai kaos putih yang dipadukan
dengan cardigan biru dan rok putih selutut juga terlihat panik, jari-jari
tangannya tanpa sadar merobek-robek tisu yang di pegangnnya. Sementara pria
jangkung yang selalu menemani si pasien terlihat tenang, walaupun hatinya juga
merasa was-was. Hari ini adalah waktunya sang Dokter melapaskan perban yang
menutupi mata Henry, hasilnya akan ketahuan beberapa menit lagi. Kris secara
perlahan melepaskan perban putih yang melingkari mata sampai belakang kepala
pasiennya itu, lama kelamaan perban itu terlihat menipis dan semakin
memperjelas kapas yang menutupi kedua mata Henry. Kris mulai melepaskan kapas
itu dan menyuruh Henry untuk membuka matanya perlahan-lahan.
Henry POV
Jantungku berdebar
kencang, seperti orang yang baru pertama kali jatuh cinta dan akan berkencan dengan
seorang kekasih. Senang, cemas, takut, semuanya menjadi satu. Walaupun aku
optimis hasil operasinya akan berhasil, tapi ada sedikit kekhawatiran gara-gara
mimpi semalam. Mimpi yang sangat konyol, aku seolah menyesal bisa melihat
karena tidak sangup menyaksikan wanita yang aku cintai menikah dengan orang
lain. Lalu doaku seperti terkabulkan, dalam sekejap dunia yang indah ini
kembali gelap. Aneh, di saat semuanya gelap, justru wanita itu selalu ada di
sampingku. Menuntun setiap langkahku, dan menjadi pendamping dalam hidupku.
Entah apa maksud dari mimpiku itu, tapi seandainya dia bisa menjadi milikku,
maka aku rela jika harus buta selamanya.
Aku rasa orang-orang
sudah mulai masuk ke ruanganku, dari suaranya aku dengar ada kedua orang tuaku,
adikku, Zhoumi hyung, dan juga Kris, dokter yang menaggani operasi mataku. Kris
mulai melepaskan ikatan perban yang berada di belakang kepalaku, lalu kurasakan
lilitan perban yang menutupi mataku mulai melonggar perlahan-lahan. Tiga menit
kemudian, segala sesuatu yang menghalangi mataku terlepas. Kemudian Kris
menyuruhku membuka mata. Perlahan-lahan aku coba membuka mataku, terasa sangat
berat, seperti terserang rasa kantuk yang luar biasa. Aku terus membukanya dan
bisa kurasakan seperti ada sebuah sinar yang menusuk langsung kornea mataku,
sangat silau. Mataku tertutup kembali.
“Ayo.. buka lagi
perlahan-lahan,” titah Kris. Dan kurasakan ada seseorang yang menggenggam
tanganku, aku yakin itu ibu. Walaupun tidak bersuara, tapi aku tahu jelas
genggaman hangat seorang ibu. Sangat erat, seperti memberiku sebuah kekuatan
dan semangat.
Aku mulai membuka lagi
mataku, perlahan-lahan dan mengerjap-ngerjapkan mataku untuk menahan cahaya
yang belum terbiasa kurasakan. Samar-samar aku melihat sosok seseorang
dihadapanku, lalu semakin terlihat jelas ketika mataku sudah mulai terbuka
lebar. Aku tersenyum dan melihat sekeliling, mereka menyambutnya dengan
senyuman juga. Tapi dua wanita yang duduk dan berdiri di sampingku terlihat
menitikan air mata, aku semakin melebarkan senyumku karena aku yakin tangisan
itu adalah tangisan kebahagiaan.
Akhirnya, aku bisa
melihat lagi indahnya dunia ini.
End Henry POV
Seorang wanita terlihat
tergesa-gesa menghampiri meja di sudut paling ujung resto makanan Jepang yang
berada dekat gedung SM. Disana sudah ada seorang pria yang duduk menghadap
jendela, terlihat melamun. Tangannya membolak-balikkan flasdisc yang di
pegangnya. Wanita yang ber-profesi sebagai sekertaris itu langsung melontarkan
pertanyaan hingga membuat pria bertubuh kekar yang sedang duduk santai itu
sedikit terkejut dengan kedatangannya.
“Apa kau sudah
melakukannya?” tanya si sekertaris cantik itu. Matanya menatap tajam seolah tak
sabar untuk mendengar jawabannya.
“Duduklah dulu.. Kau
membuatku kaget!” sergah Siwon. Wanita itu pun duduk di hadapannya dan terus
menatapnya.
“Kau mau pesan apa?”
tawar Siwon seraya menyodorkan menu pada wanita di hadapannya itu.
“Aku tidak banyak
waktu! Katakanlah, kau sudah melakukannya atau belum?” tanya wanita itu tak
sabaran.
“Apa kau yakin?”
“Heh?” Dahi wanita
cantik bermarga Lee itu mengkerut. Siwon terlihat ragu untuk melontarkan
kata-katanya, takut menyinggung perasaan wanita itu, yang tanpa sadar di
cintainya.
“Kenapa kau terus
mengganggu hubungan mereka? Sampai
kapanpun kau tidak akan berhasil. Karena mereka sudah terikat satu sama
lain!” Dengan suara yang sedikit bergetar, akhirnya Siwon berhasil mengeluarkan
kata-kata nasehat untuk wanita itu.
“Diam kau Choi Siwon!!”
Wanita itu sedikit menggebrak meja, tatapannya tajam penuh amarah, “Kalau kau
tidak becus, lebih baik aku lakukan sendiri!” Lanjutnya seraya beranjak pergi. Siwon
menahan lengannya, “Aku sudah melakukannya.” Terdengar lirih.
Ia melanjutkan, “Kalau
ini tidak berhasil, berusahalah membuka hati untuk orang lain.. Sekali saja,
lihat orang sekitar yang tulus mencintaimu..” Pria jangkung berkemeja nevi itu
beranjak dari duduknya dan berlalu meninggalkan sekertaris Lee Hyosun yang
masih tercekat akibat kata-katanya. Hyosun terduduk kembali, berusaha mencerna
maksud dari kalimat yang Siwon katakan. Dia terkekeh dan menoleh ke arah Siwon
yang semakin jauh meninggalkannya, “Aku pasti berhasil!” pekiknya dengan sunggingan
yang membentuk sebuah seringaian.
Continue..