My Inspiration
By : Ulie Aya’aya Wae
Genre : Friendship, Romance
Rate : PG17
Length : Chapter
Cast :
Henry Lau
Kim Kibum
Park LieBeom (OC)
Zhoumi
Hyosun (OC)
Andong. Desa ini masih sama seperti 15 tahun yang lalu, sangat indah. Pepohonan dikedua sisi jalan membuat udaranya bersih dan segar. Hari ini Beom berjanji akan membawa kekasihnya ketempat dimana ia dilahirkan, sebuah panti asuhan kecil yang belum pernah Kibum tahu. Dan sebentar lagi ia akan mengetahui kebenaran tentang jati diri seorang gadis bernama Park LieBeom, sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya. Sebelum ke tempat yang dituju, mereka singgah ditepi jalan kemudian berjalan agak sedikit kebawah, melewati pematang sawah yang dikedua sisinya terdapat hamparan pagi yang masih hijau. Semakin kebawah ada sungai yang sangat jernih, penuh bebatuan dan pepohonan dikedua sisinya. Awalnya mereka kesana hanya untuk sekedar membasuh wajah, tapi kenyamanan tempat itu membuat mereka betah walaupun hanya duduk beralaskan rumput.
“Oppa, sejauh mana kau mengenalku?” tanya Beom pada pria yang duduk disampingnya itu. Pria itu hanya mengernyit, merasa aneh dengan pertanyaan yang dilontarkan kekasihnya.
“Kau belum benar-benar mengenalku. Tapi kenapa kau begitu yakin kalau aku adalah takdirmu?” tambahnya. Kali ini Kibum menatap lekat kekasihnya itu seolah bertanya “Apa maksudnya?”
Beom hanya tersenyum melihat wajah keheranan pria yang dicintainya itu.
“Oppa, aku sebenarnya..” kata-kata Beom tertahan karena Kibum langsung menyandarkan kepala dibahunya, “Berhentilah bicara, aku sangat ngantuk. Biar aku istirahat sebentar,”
“Oppa, aku tidak ingin kau menyesal telah memilihku.”
“Aku tidak akan pernah menyesal, kenapa aku begitu yakin? Karna hatiku selalu berkata seperti itu.” Kibum terpejam, entah benar-benar tidur atau hanya sekedar pura-pura.
“Berjanjilah akan tetap seperti itu, walaupun Oppa sudah mengetahui semuanya,” gumam Beom dengan pandangan tetap kedepan menikmati pemandangan alam yang sangat indah.
Kibum POV
Mengetahui semuanya? Apa yang sebenarnya disembunyikan Beom dariku? Aku pura-pura tertidur dan mendengarkan setiap kata yang diucapkannya. Lebih baik seperti ini, mendengarkan secara diam-diam. Aku tahu Beom takan kuasa menceritakan langsung padaku, ia paling benci saat orang lain harus melihatnya menangis. Dan sekarang ia menangis, walaupun hanya sekedar tetesan air mata yang membasahi pipinya. Aku tahu dari hempasan nafas yang berat darinya.
Sekarang aku mengerti mengapa dia mengajakku kesini. Ternyata, didesa inilah Beom dilahirkan, dan jati dirinya sebagai anak panti asuhan sedikit membuatku syok. Aku tidak menyangka bahwa dia hanya anak angkat dari keluarga Park. Bukannya menyesal tapi sedikit kecewa karena dia lambat menceritakannya padaku, seolah tidak ada kepercayaan padaku selama 2 tahun kebelakang ini.
End Kibum POV
“Oppa, apa kau benar-benar tidur?” Beom mendongak ke pria disampingnya, tatapan penuh cinta ia perlihatkan. Sangat manis, orang yang bersandar dibahunya benar-benar telah membuatnya jatuh cinta. Tak kuasa rasanya kalau harus meninggalkannya, masa kelamnya pun ia ceritakan berharap kekasihnya itu tidak menyesal telah memilihnya. Tangannnya membelai halus rambut depan Kibum, jari-jarinya dengan terampil merapihkan rambut itu kesamping. Merasakan sesuatu meraba hidung mancungnya, Kibum pun mendongak kearah Beom, “Sekarang, kau tahu ’kan betapa tampannya aku?” ucapnya dengan candaan, kemudian membenarkan posisi kepalanya menjadi tegak.
Beom hanya tersenyum menanggapi candaannya itu, “Kau tidak tidurkan? Oppa dengar semua ceritaku ‘kan?” tanyanya dengan tatapan serius.
Kibum hanya mengangguk, garis bibirnya melengkung ketika menatap balik gadis pujaannya itu, “Kau kira aku akan berhenti mencintaimu gara-gara kau anak panti asuhan?” Dia berhenti sejenak kemudian telapak tangannya membelai rambut Beom dengan lembut, “Berjanjilah, tidak akan ada rahasia lagi diantara kita.”
Beom tersenyum lega, ternyata hal yang ditakutkannya selama ini hanya paranoid berlebihannya saja. Mereka kembali saling pandang dan melemparkan senyum terbaiknya. Beom kemudian berdiri, “Kajja, kita pergi kesana.”
Kibumpun mengikuti, rasanya tidak sabar untuk mengetahui panti asuhan, tempat kekasihnya itu dilahirkan. Mereka memilih untuk berjalan kaki, kebetulan ada jalan pintas untuk menuju panti asuhan taman surga. Mereka melewati jalan setapak yang ujungnya berhubungan dengan jalan besar. Jalanannya sangat bersih seperti slalu diguyur air setiap harinya, bunga-bunga liar yang tertata rapih disepanjang jalan membuat aroma yang sangat harum. Mereka menikmati tiap pemandangan yang indah ini. Tangan mereka saling berpaut mesra, tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang melihatnya iri. Mereka hanya melemparkan senyuman sebagai sapaan ramah pada orang-orang disana. langkah Beom tiba-tiba berhenti saat melewati sebuah taman, manik matanya menatap nanar kearah pagar penghalang taman tersebut. Disanalah, dimana dia telah kehilangan matanya, kecelakaan yang slalu membuatnya trauma untuk mengunjungi desa ini. Bukan karena dia lupa akan jati dirinya, tapi karena Beom merasa ketakutan saat teringat kejadian itu. Tanpa Beom sadar, ia bergidik ga jelas, nafasnya tiba-tiba terasa berat membuat Kibum keheranan “Waeyo?”
“Aniyo..” Beom menggelengkan kepalanya, dan menyadarkan diri sendiri dari lamunannya. Kemudian berjalan agak cepat tanpa memberi penjelasan pada Kibum yang masih keheranan.
“Gwenchanayo?” tanya Kibum yang merasa ada sesuatu yang tidak beres pada gadis berambut panjang disampingnya itu. Helaan nafas panjangnya membuat Kibum penasaran sekaligus cemas.
“Gwenchana, aku hanya takut melewati taman itu.” Beom menunduk dan mengatur nafasnya, “Disana ada hantu!” kilahnya.
Kibum terkekeh geli mendengarnya, sementara Beom menoleh diam-diam berharap Kibum percaya atas kebohongannya, dan ia berhasil. Hanya hal yang satu ini yang tidak bisa ia ceritakan pada kekasihnya. Ia tidak mau mengingat hal buruk yang pernah menimpanya, baginya itu bukan sesuatu yang penting juga untuk diceritakan. Biarlah kejadian menakutkannya itu ia kubur dalam-dalam.
Akhirnya, mereka tiba ditempat yang dituju, panti asuhan yang dulu sangat kecil sudah berubah menjadi gedung besar. Beom ragu-ragu untuk masuk kesana, walaupun terlihat berbeda tapi dia yakin kalau tempat itu adalah tempat dimana dulu ia tinggal. Setelah masuk dan menemui pengurusnya, ternyata gedung ini adalah sebuah sekolahan yang diperuntukan untuk anak-anak yang kurang mampu. Walaupun beralih fungsi, tapi di gedung ini juga masih terdapat asrama untuk anak-anak yatim piatu. Berdasarkan info, gedung ini dibangun atas bantuan seseorang yang berasal dari Seoul. Sementara pemilik aslinya sudah meninggal dunia.
Beom POV
Akhirnya ku bisa kembali kesini. Tempat yang penuh dengan kenangan ini benar-benar membuatku rindu. Walaupun sudah menjadi gedung yang besar, tapi taman dibelakang masih sama seperti dulu, pohon yang besar masih kokoh berdiri disana dengan daun rindangnya. Sebuah ayunan masih mengait erat didahan pohon itu. Guratan-guratan nama yang pernah terukir pun masih membekas jelas dibatang, Sebuah ukiran masa kecil yang sangat lucu, dimana disana tertulis Mochi Love Beom. Mungkin inilah salah satu alasan yang membuatku datang kembali kesini. Yah, tidak dipungkiri aku ingin sekali bertemu dengannya. Beberapa hari kebelakang memang dia yang slalu mengganggu pikiranku. Entah ada firasat apa, aku selalu memikirkannya dan kejadian yang pernah membutakan mataku selalu menjadi mimpi burukku, seolah kejadian tersebut keulang kembali.
End Beom POV
“Sudah hampir sore, ayo kita pulang.” ajak Kibum dan beranjak dari duduknya.
Beom masih duduk, seolah berat untuk berdiri dan meninggalkan tempat itu “Oppa, bisa kah kita bermalam sehari saja disini?”
Kibum mengerutkan dahinya “Untuk apa? Bukannya semua teman masa kecilmu sudah diadopsi dan tidak tinggal disini lagi?”
“Aku hanya berharap mendapatkan sedikit info tentang mereka.” raut wajah Beom terlihat sedikit kecewa kemudian ia berdiri dan mengedarkan pandangannya ke sekitar seolah melihat untuk yang terakhir kalinya. “Oppa, ambil saja dulu mobilnya, aku akan tunggu disini.”
Kibum memegang bahu Beom, “Baiklah. Masih banyak pekerjaan yang harus kuurus, lain kali, kita kesini lagi. OK?”
Beom hanya mengangguk dan menyunggingkan sedikit senyum yang dipaksakan. Kibumpun pergi dan Beom hanya melihat punggung kekasihnya itu menjauh darinya, kemudian ia berjongkok dan mengguratkan pesan di batang pohon kenangannya itu dengan pecahan kaca yang biasa ia pakai yang dikubur dekat pohon itu, I want to see you, Mochi Oppa!
Beberapa menit kemudian, ponsel Beom berdering, sebuah pesan singkat dari Kibum yang memberi tahu kalau dirinya sudah berada disebrang jalan gedung sekolah itu. Beom segera pergi untuk menghampirinya, terlihat Kibum sedang menunggu dan menyandarkan tubuhnya dipintu mobil, kaca mata hitam yang ia pakai serta rambutnya yang dikuncir asal membuatnya semakin mempesona. Kedua tangannya ia lipat didada, pandangannya mengarah kebawah dimana disana terlihat sepatu sport putihnya yang sedikit kotor, ia pun sedikit menekuk tubuhnya lalu membersihkan kotoran itu.
“Waeyo??” Kibum segera mendongak saat sebuah suara tertuju padanya. Ia mendapati gadis yang ditunggunya dengan wajah yang keheranan. “Aniyo..” balasnya. Ia mengetruk-ngertukan sepatunya keaspal, kemudian segera masuk kedalam mobil, “Kajja..”
Beom menuruti, walaupun ia masih ingin berlama-lama didesa tercintanya itu. Kaca mobilnya sengaja ia buka untuk melihat sekali lagi gedung, tempat dimana ia pernah tinggal itu. Pandangannya masih ia edarkan dengan kepala sedikit menyembul keluar, dan tidak menghiraulkan titah Kibum yang menyuruhnya untuk menutup kaca mobil.
“LieBeom!” pekik Kibum dengan tatapan mata yang sedikit membulat, ia mulai menyalakan mesin mobilnya.
“Nde..” Beom menarik kepalanya kedalam dan duduk dengan posisi menghadap depan, kaca mobilnya masih sedikit ia buka. Setelah mobil mereka mulai berjalan, diarah berlawanan ada sebuah mobil yang menuju tempat itu dan berhenti tepat didepannya.
“Henry?!” gumam Beom dalam hati, matanya melihat kearah kaca sepion untuk memastikan orang yang dilihatnya barusan adalah orang yang dikenalnya. Dan benar saja, orang itu adalah Henry bersama dengan asistennya Zhoumi. Terlihat salah satu dari pengurus sekolah itu menyambut mereka, “Mochi!!” teriaknya, ia tengah berlari menghampiri Henry dan Zhoumi. Kemudian menepuk pundak Henry saat berada dihadapannya.
Mendengar itu, Beom terbelalak, dengan spontan kepalanya kembali menyembul keluar kaca, dan melihat keakraban yang mereka perlihatkan dengan matanya sendiri. Beberapa detik selanjutnya mereka sudah tidak terlihat lagi, dan Beompun kembali keposisinya dengan tingkah yang sedikit aneh.
“Waeyo?” tanya Kibum, mendongak kearah Beom kemudian beralih melihat kaca spion untuk melihat kadaan dibelakang setelah tidak mendapat jawaban dari kekasihnya itu. Dan kembali fokus kedepan setelah tidak menemukan apa-apa.
“Beom!” tanyanya sekali lagi, “Gwenchana?”
Beom tidak menjawab, sibuk dengan pikirannya sendiri. Sang Direktur SM pun akhirnya menghentikan laju mobilnya, dan menggenggam tangan gadis yang sedang melamun itu, “Waeyo?”
“Ye?” Beom menatap heran saat menyadari mobilnya berhenti dan mendapati Kibum dengan satu alis terangkat.
“Sepertinya hatimu masih terpaut pada tempat tadi.” ucap Kibum dengan tatapan dalam seolah menerka bahwa tebakannya itu adalah benar. “Apa perlu aku memutar balik mobil ini?”
“Ah aniyo oppa, kita pulang saja. Lain kali saja kita kesini lagi.”
Kibum hanya mengangguk dan tersenyum simpul seolah memberi janji kalau suatu hari nanti akan kembali lagi. Ia pun menjalankan mobilnya kembali menuju Seoul.
Ditengah perjalanan Beom sibuk browsing dengan ponselnya, mencari tahu profile tentang artis SM yang telah membuatnya penasaran. Siapa lagi kalau bukan Henry Lau. Tidak cukup dengan satu blog, ia pun terus membuka blog-blog lain yang memuat tentang profile Henry beserta dengan artikel yang memuat tentang perjalanan karirnya.
Beom terkekeh, “Ternyata, orang China.”
“Nugu?” mendengar pekikan Beom, Kibum pun bertanya tentang siapa orang yang dia maksud.
“Henry Lau!”
“Nde, dia berasal dari China. Wae?”
“Ah ani.. hanya ingin tahu saja.” Beom menoleh dan menyunggingkan senyumnya, kemudian ia menghempaskan tubuhnya di jok mobil yang ia tarik sedikit kebawah, posisinya sedikit berbaring. Kemudian menarik nafasnya panjang seolah merasa lega.
“Kalau kau ingin lebih tahu tentang dia, sekalian saja masuk ke fans clubnya.” saran Kibum dengan ekspresi sinisnya.
Beom terkekeh saat melihat kekasihnya itu sedikit cemburu, “Mmm.. boleh juga tuh.” tak berapa lama ia hanya tertawa melihat reaksi Kibum yang semakin membulatkan matanya.
“Bukan! Iya, bukan dia!” Beom terkekeh geli dalam hatinya. “Hanya kebenaran saja namanya sama, lagian Mochi adalah orang yang normal. Bukan, orang buta seperti Henry.” gumannya dalam hati, “Tapi, kenapa dia bisa tahu tempat itu?”
Akhirnya setelah menempuh pejalanan sekitar satu jam, mereka tiba di Seoul. Hari sudah malam tapi Kibum malah membawa Beom ke sebuah apartemen dekat SM.
“Kita akan menemui siapa?” tanyanya yang merasa asing dengan tempat ini.
“Masuklah..” titah Kibum saat ia membuka pintu apartemen. Beom masih menahan langkahnya, “Ini rumah siapa?”
“Kita! Mulai sekarang kita akan tinggal disini. Anggap saja, ini sebagai hadiah ulang tahunmu.”
“Ye?” kedua alis Beom saling bertaut, kemudian ia mengikuti langkah Kibum dan masuk kedalam.
Apartemen bernuansa merah muda dengan beberapa akses abstrak dibeberapa dindingnya. Ruangan yang tidak begitu besar, tapi terlihat sangat luas. Tidak ada sekat antara ruangan yang satu dengan yang lainnya, sehingga kita bisa melihat satu dengan yang lainnya. Terdapat dua tempat tidur yang berjejer, yang satu ukurannya terlihat lebih besar. Didepan tempat tidur ada sebuah Televisi besar, lengkap dengan home theater dan ps 3, lengkap dengan disc-nya. Dilantainya, beralaskan karpet halus berbulu, dengan dua bantal ukuran besar untuk duduk. Disamping kanan terdapat pantry kecil plus dengan meja dan kursinya. Sedangkan disisi kirinya adalah kamar mandi yang hanya dihalangi oleh gorden dan kaca semi transparan yang biasa digunakan untuk menghalangi kamar mandi. Dibagian luar terdapat sebuah balkon yang langsung menghadap kepusat kota Seoul, ditiap sudutnya dihiasi oleh pot-pot dengan bunga yang berwarna-warni. Dibagian ujung ada satu kursi untuk tiduran dengan meja kecil bundar disampingnya.
Beom menatap takjub kedepan, melihat pemandangan kota di malam hari yang indah dengan kelap-kelip lampu ditiap gedungnya. Jejeran gedung didepannya seperti sebuah tebing yang memancarkan cahaya. Kedua tangannya memegang pagar penghalang, meraba-raba besi yang tampak dingin itu. Kemudian memasukan kedua telapak tangannya kesaku blazer-nya, sesekali menghirup udara malam yang segar dilantai 20 itu.
“Ottoke? Suka kah?” tanya Kibum dan berdiri disamping Beom, tangan kirinya ia masukan kesaku blazer Beom, dan jari-jari tangan merekapun saling berpaut.
Beom menyunggingkan senyum terbaiknya, “Gomapta..” kemudian ia menyandarkan kepalanya dan bergelayut mesra pada kekasihnya itu, “Jadi, malam ini kita tidur disini?”
“Tentu, malam ini dan seterusnya.”
“Aku pakai kasur yang lebih besar yah?”
“Mmm.. boleh. Tapi saat aku kedinginan, aku pindah ketempatmu yah.” bisik Kibum nakal, sebelah matanya dikedip-kedipkan secara sengaja.
“Oppa!!” Beom tersenyum malu, kedua pipinya merona merah, kemudian jarinya dengan sengaja mencubit pelan perut Kibum, “Nakal!”
Beom POV
“Oppaaaa… andweeee…”
Aku bangun terduduk, desahan nafasku memburu hebat. Cucuran peluh mulai membasahi tubuhku, wajahku seperti habis dibasuh oleh keringat dingin. Tanganku mengepal erat alas kasurku, rasa takut yang sangat besar membuatku seperti tidak sadar. Didepan pandanganku seperti tergambar jelas mimpi itu. Terlihat seperti nyata sedang berlangsung didepan mataku, aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk membuyarkan pandanganku, bahkan aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.
Seperti biasa mimpi buruk itu datang lagi. Mimpi yang sangat aneh, berulang kali aku memimpikan kejadian saat kecelakaan waktu kecil, beberapa hari sebelumnya memang tampak sama percis, tapi malam ini yang mengalami kecelakaan itu adalah Mochi, dan aku sebagai saksinya. Entah ada maksud apa dalam mimpi itu, dan kenapa mimpi itu bisa terbalik dengan kejadiaan sebenarnya. Ada apa dengan Mochi?
End Beom POV
Kibum mengusap keringat dikening Beom, “Gwenchana?”
Sepertinya gadis bernama Beom itu belum sepenuhnya sadar, bahkan ia mengabaikan pria yang sedang mencemaskannya. Pria itu mengguncang-guncangkan bahunya, tapi dia tetap menatap kosong kearah depan dengan ekspresi wajah yang ketakutan, seperti sedang menonton film yang sangat menyeramkan, beberapa detik kemudian ia menjerit dan menutup matanya. Melihat kekasihnya semakin histeris, Kibum pun langsung mendekapnya. Mengusap rambut dan punggungnya seraya memberi ketenangan, “Tenanglah, itu hanya mimpi buruk.”
Beom mendongak dan metatap kekasihnya itu nanar, “Kau mimpi apa tentangku?” Kibum menatap ingin mencari tahu, “Apapun mimpi itu, lihatlah aku baik-baik saja,” lanjutnya dengan senyuman. Sepertinya kekasihnya itu telah salah paham atas kata “Oppa” yang ia pekik dalam mimpi buruknya itu. Bukan dirinya tapi orang lain. Sudut matanya mengeluarkan air asin yang bening, “Aku takut..” suaranya terdengar berdetar.
Kibum memberikan segelas air minum dan menyuruhnya untuk tidur kembali, ia membaringkan Beom, mengusap rambut depannya lalu mencium keningnya sekilas, “Jangan khawatir.. aku akan menjagamu.” Beom menuruti, ia memejamkan matanya lalu tertidur.
Siang ini Beom pergi Ke SM untuk memberikan bekal pada kekasih pujaannya, ia menenteng 2 box makanan untuk dimakannya bersama-sama. Ia sengaja tidak memberitahu terlebih dahulu, berharap ini menjadi surprise buat kekasihnya itu. Pas menuju ruangannya, suasana tanpak terlihat sepi. Tidak terlihat sekertaris Hyosun yang biasanya menyambut tamu dengan sapaan manisnya. Beom pun langsung mencoba untuk masuk, tidak lupa, sebelumnya ia merapihkan dulu rambut dan makeup-nya. Ia membuka pintunya pelan-pelan, berharap orang yang didalam tidak menyadari kedatangannya. Saat mulai melangkah, kakinya tertahan diambang pintu. Ia melihat kekasihnya sedang makan bersama dengan sekertaris Hyosun, mereka tampak menikmati makan siang mereka, obrolan yang mereka bahaspun terdengar nyambung, yah mereka makan siang sambil membicarakan masalah pekerjaan. Dengan seketika bibir yang tadinya akan menyungging langsung berubah drastis membentuk sebuah kerucut, ia melirik kotak makanannya dengan pipi yang sedikit mengembung, wajahnya pun langsung berubah masam kemudian ia langsung pergi dari sana.
Saat akan memasuki lift, didalam sudah ada Zhoumi. Beom masuk, dan mereka pun saling menundukan kepala sebagai sapaan. Zhoumi merasa canggung, karena dia sudah mengetahui kalau gadis yang sedang bersama dengannya adalah kekasih Direktur SM, ia hanya diam dibelakang dan menunduk, tanpa bisa bergerak leluasa. Beom juga begitu, sebenarnya ada sesuatu yang ingin dia tanyakan tapi dia tidak tahu harus memulainya dari mana, ia pun hanya berdeham kemudian melirik kearah Zhoumi, dan mendapat balasan senyum darinya.
“Mmm.. Zhoumi-ssi, sepertinya aku kemarin melihatmu di Andong.” Beom menaikan satu alisnya dan melangkah mundur untuk mensejajarkan posisinya dengan Zhoumi. Zhoumi hanya mengeryit, menunggu kata selanjutnya maksud dari pertanyaan Beom.
“Apa yang kau lakukan disana? Mmm.. maksudnya, ada keperluan apa?”
“Oh, itu..” Zhoumi diam sejenak karena masih merasa canggung, Boem mengernyit menunggu penjelasan yang tertahan dari pria jangkung itu. “Aku hanya mengantar Henry saja, tiap ada waktu senggang dia selalu kesana untuk amal.”
“Mmm.. apa aku boleh bergabung dengan kalian untuk membantu?”
“Ye?” Zhoumi menautkan kedua alisnya seolah tak percaya atas apa yang baru didengarnya.
“Iya, aku ingin bergabung dan membantu juga,” ulang Beom seolah menyakinkan bahwa apa yang dikatakannya serius.
“Lebih baik masalah ini, anda tanyakan dulu pada Henry, soalnya dia tidak suka acara amalnya diekspos media.” Zhoumi sedikit ragu-ragu mengatakannya, takut kakasih SM itu tersinggung atas ucapannya. Beom hanya tersenyum melihat kecanggungan Zhoumi terhadapnya, “Baiklah, apa sekarang aku bisa menemuinya? Tenanglah, aku juga tidak suka dengan kamera.”
Zhoumi membalasnya dengan anggukan, ia menuduk dan menghela nafasnya. Mereka keluar lift dan berjalan bersama menuju tempat latihan SM, yang sudah menjadi tempat pribadi Henry. Zhoumi memperpendek langkahnya supaya terlihat tidak berbarengan dengan Beom, ia merasa canggung dan merasa tidak nyaman dengan pandangan orang-orang yang melihat kebersamaan mereka.
Beom sejenak berhenti dan mendongak kebelakang, “Kenapa kau lambat sekali? kakimu panjang tapi kenapa langkahmu pendek?” ia malah dengan sengaja menarik lengan Zhoumi seraya mensejajarkan langkahnya, membuat pria itu terbelalak atas sikapnya. “Kalau kau masih berjalan dibelakangku, aku akan menggandeng lenganmu,” ancam Beom dengan candaan.
Zhoumi semakin grogi, dan hanya bisa tersenyum dengan wajah sedikit ketakutan, “Kalau Direktur lihat, bisa gawat neh” gumamnya dalam hati.
“Silahkan masuk nona,” ucap Zhoumi saat tiba diruang latihan. Henry yang mendengar langsung berdiri dari balik kursi pianonya, “Nuguya hyung?”
“Ini nona park, ada yang ingin dia tanyakan padamu.” Zhoumi menghampiri Henry.
“Lie?” tanya Henry dengan satu alis terangkat seolah ingin menyakinkan dirinya sendiri kalau orang yang mencarinya adalah gadis yang beberapa hari yang lalu pernah diantarnya. Zhoumi menyikut lengan Henry, merasa panggilannya itu tidak sopan untuk kekasih bos-nya. “Silahkan duduk..” titah Zhoumi sopan, ia dan Henry pun duduk.
Beom menuruti dan duduk dihadapan mereka, “Annyeong Mr. Narsis..” sapanya pada Henry dengan senyuman yang terdengar renyah.
“Ada apa mencariku? Apa kau ingin tanda tanganku? Atau kau merindukannku?” canda Henry, seperti biasa bawaannya sangat menyenangkan walaupun kata-kata narsisnya sedikit memuakan untuk orang yang belum terbiasa. Ini adalah pertemuan kedua mereka, tetapi keakraban mereka seperti sudah terjalin sangat lama.
“Sepertinya begitu,” Beom terkekeh, tidak ada cara lain selain membalas kenarsisan Henry dengan debuah bualan lagi.
Henry POV
Seperti ada angin segar disela-sela rutinitas padatku, seorang gadis yang pembawaannya menarik datang menemuiku. Dia adalah Lie, orang yang beberapa hari yang lalu pernah aku antar pulang. Entah karena apa, tiap bersamanya suasana menjadi sangat hangat, seperti dengan keluarga sendiri.
Lie menemuiku untuk menanyakan soal charity, dia ingin bergabung dan menjadi donatur ditiap acara amalku. Menurutnya ia tahu acara itu dari Zhoumi hyung. Tujuannya sama denganku, ingin melihat anak-anak yang kurang mampu bisa bersekolah dan mendapat penempatan yang layak. Aku tertegun mendengar rencana dan harapannya tentang nasib anak-anak yang kurang mampu. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang sangat antusias pada acara yang kadang sering terlupakan kebanyakan orang ini. Aku merasa dia sama denganku, seperti melihat diriku pada tubuh orang lain.
“Ottoke?” tanya Lie, aku masih belum ngeh apa yang ditanyakannya, mungkin karena aku terlalu berpikir jauh tentangnya hingga melayang kemana-mana.
“Ye?” aku mengernyit, meminta Lie untuk mengulangnya kembali. Sebuah jitakan mendarat dikepalaku, aku langsung berteriak “Ya hyung!!” mengingat Zhoumi hyung yang duduk paling dekat denganku.
“Ani.. bukan aku, tapi nona Park!” ucap Zhoumi hyung membela diri.
“Sepertinya kau sedang error!” keluh Lie, helaan nafasnya terdengar seperti nada kecewa, yang bersamaan dengan suara bunyi kelaparan yang keluar dari dalam perutku. Mendengar itu, ia malah balik menertawakanku. Suaranya benar-benar sangat renyah, membuatku ingin slalu mendengarnya.
End Henry POV
Mendengar suara keruyukan dari perut Henry, Beom pun memaklumi. Pantas saja error, mungkin otaknya tidak bisa berfungsi dengan baik karena kelaparan. Gadis yang tadinya sedikit kesal itupun malah jadi tertawa.
“Ya sudahlah.. kita bahas lain kali. Lebih baik kalian makan dulu.” titah Beom, ia melirik makanan yang dibawanya kemudian menyodorkannya pada Henry dan Zhoumi.
“Ini.. buat kita?” tanya Zhoumi, ia membukanya dan menyenggol perut Henry seraya memberi tahu “Wow kimbab, sepertinya enak neh..”
“Tadinya buat seseorang, tapi berhubung orang itu sudah makan, jadi terpaksa buat kalian.” Beom menambahkan penekanan yang kuat pada kata terpaksa, sehingga terdengar seperti candaan.
“Yah beginilah nasibku, dikelilingin fans-fans yang slalu membawakanku makanan.” Mendengar ucapan Henry sepertinya Beom ingin melemparnya dengan sepatu, memang bukan sesuatu yang baik memulai candaan dengan pria berpipi tembem itu karena dia selalu mempunyai banyak kata untuk menjatuhkan lawannya. Beom berdecak kesal, sedangkan Zhoumi hanya tertawa melihat keakraban diantara mereka.
“Yah sudah aku pamit dulu, annyeong..” Beom beranjak dari duduknya, dan membungkukan sedikit tubuhnya lalu berbisik ditelinga Henry, “Anggap saja, aku sedang memberi makan pada seorang pengemis yang kelaparan.” Beom mempercepat langkahnya dan buru-buru pergi dari ruangan itu. Terdengar sekilas teriakan Henry yang menghardiknya, “YA!!”
Beom pun tersenyum puas karna merasa menang. Sementara itu sang Direktur SM masih memperhatikannya dari beberapa menit yang lalu.
“Bagaimana kau bisa seakrab itu dengan nona park?” tanya Zhoumi pada Henry, “Apa kau sudah mengenalnya sejak lama?”
“Ani.. aku bertemu dengannya beberapa hari yang lalu, dan barusan pertemuan kedua kita.” jawab Henry masih dengan mengunyah makanannya.
“Ye? Tapi bagaimana bisa seakrab itu?” kedua alis Zhoumi saling bertaut karna heran.
“Memangnya kenapa hyung? Sepertinya orang-orang merasa segan padanya.” Sekarang giliran Henry yang penasaran, “Terus, ada keperluan apa dia di SM?”
“Ya! Apa kau tidak tahu siapa nona park?” Zhoumi meninggikan sedikit nadanya.
Henry menggeleng, “Apa dia salah seorang pemegang saham di SM?” dia tertawa, seolah menepis apa yang diterkanya itu adalah sesuatu yang tidak mungkin.
“Ya! Beliau adalah kekasih bos!”
“Ye?” Henry mengernyit, sejenak terbayang diotaknya saat Beom membela Direktur Kim saat ia mengejeknya, “Kekasih Direktur kim??”
Continue..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar