Rabu, 04 April 2012

FF/My Inspiration/Part 7/Henry Lau, Kim Kibum, Park Lee Beom [OC]/Romance, Friendship/PG17


Author : Ulie aya’aya Wae
Title : My Inspiration
Rate : PG17
Lenght : Chapter

Cast :
Henry Lau
Kim Kibum
Park Lee Beom (OC)
Zhoumi
And Other


Beom menangis sejadi-jadinya di dalam mobil, rasanya kenyataan ini terlalu pahit. Teman masa kecil yang ingin ia peluk erat ketika dia berhasil menemukannya tidak mampu ia sentuh sedikitpun. Tidak ada keberanian untuk mengakui bahwa dia adalah Beom, pengantin masa kecil pria buta itu. Untuk menyakinkan hatinya yang masih rumit memahami apa yang telah terjadi, Beom menghubungi ayahnya, Park JungSoo. Setelah dipaksa, akhirnya ayahnya menjelaskan kalau Henry yang telah mendonorkan mata untuknya. Ponsel berwarna silver itu pun langsung terlepas dari tangannya setelah ia memutuskan panggilan teleponnya. Lemas, tidak ada sedikit kekuatan pun untuk bergerak. Bagaimana bisa, Henry kecil bisa mengambil keputusan besar seperti itu. Rela memberikan mata dan menggelap gulitakan dunianya demi dirinya yang bercita-cita ingin menjadi seorang pelukis.
Bodoh! Dia memekik memaki temannya itu. Air matanya semakin deras mengalir, isakan tangisnya semakin keras. Hidungnya pun mulai tersumbat akibat tangisannya itu dan efeknya sangat sesak untuk bernapas. Ia mengelus dadanya pelan, berharap rasa sakit yang dirasakannya sedikit berkurang. Mampu bersabar dan menerima kenyataan ini dengan lapang dada, walaupun  rasa bersalah kini menghantuinya. Entah apa yang harus dilakukannya untuk membayar pengorbanan temannya itu. Berada disampingnya dan selalu membantu kesulitannya saja, ia rasa belum cukup. Hampir satu jam Beom menangis dan setelah dia mampu mengontrol emosinya, ia memutuskan untuk menjalankan mobilnya menuju Seoul. Pulang, tanpa berpamitan pada Henry dan Zhoumi.

Kibum POV
22:00 waktu yang tertera dilayar ponselku. Aku terbangun karena sebuah suara yang mencurigakan, sebuah pintu yang dibuka. Aku berjalan ke arah sana, dan melihat Beom baru saja memasuki rumah. Orang yang tadinya akan menginap, akhirnya memutuskan untuk pulang. Syukurlah. Aku berdiri dihadapannya, sangat terlihat jelas rasa lelah diwajahnya, matanya sembab dan aku rasa itu bukan akibat dia kelelahan. Apa dia habis menangis?
Dia hanya diam sambil menundukan kepalanya. Sepertinya sengaja menghindari beradu pandang denganku. Mmm.. rasanya malas sekali untuk menyapanya, biarlah seperti itu. Aku tidak peduli apa yang telah terjadi padanya, biar dia menyesali kesalahannya sendiri. Aku berbalik dan mulai melangkahkan kakiku untuk melanjutkan tidurku yang tadi sempat terganggu. Tapi, kenapa langkahku terasa berat?
End Kibum POV

Beom langsung memeluk kekasihnya dari belakang ketika dia berusaha menghindar darinya. Kedua tangannya melilit erat pada perut pria itu, mengunci tubuhnya supaya tidak bisa bergerak sedikitpun. “Untuk malam ini, aku mohon jangan menghindariku, oppa.” Ucapnya lirih. Kepalanya ia sandarkan pada punggung kekasihnya itu, semenit kemudian ia mulai terisak. Pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Kibum. Berharap, direktur SM itu berbalik dan menyambutnya dengan pelukan hangat.
Kibum bergeming, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia masih berdiri tegak, membiarkan tubuhnya menjadi sandaran kekasihnya. Sudah 10 menit, rasanya kakinya sudah pegal. Bukannya melonggar, tangan kekasihnya itu malah semakin erat memeluk perutnya dan bisa dirasakan baju dibagian belakangnya sudah mulai basah. Tidak tega, tidak ingin melihat Beom semakin rapuh. Akhirnya ia berbalik dan mendekap tubuh gadis itu selama beberapa detik lalu menuntunnya menuju ranjang paling besar yang berada di rumahnya.
“Sudah malam. Lebih baik kita tidur.” Ujarnya sambil membaringkan gadis itu dan dia juga mengikuti dengan tidur disampingnya. Merentangkan tangan kanannya supaya Beom merasa nyaman tidur dalam pelukannya. Sementara tangan kirinya menggenggam tangan Beom yang berada diatas perutnya. Mencoba memberikan sedikit ketenangan pada gadis itu. Dan cukup berhasil, Beom sudah tidak menangis lagi walaupun dia masih diam. Bersikeras tidak mau menceritakan apa yang telah terjadi padanya. Lumayan lama mereka berada dalam posisi seperti itu, Kibum sedikit menggangkat kepalanya. Berusaha melihat kekasihnya, apakah sudah tertidur atau belum. Ternyata dia masih terjaga, suara getar ponsel miliknya yang berada di samping tempat tidur, diabaikannya. Beberapa kali ponselnya bergetar hingga menimbulkan suara cukup keras pada meja berbahan kayu itu. Kibum meraihnya dengan sedikit mengangkat tubuhnya dan tangan kiri yang dari tadi setia menggenggam tangan Beom, sekarang sudah mengepal ponsel itu, tertera nama Henry yang sedang memanggil. Kibum mengangkat panggilan itu.
“Ya! Lee Beom, kau dimana? Sedang apa? kenapa masih belum juga pulang ke panti. Apa terjadi sesuatu padamu?”
Suara yang keluar dari ponsel kekasihnya itu terdengar sangat cemas. Orang itu tidak memberinya kesempatan untuk berkata hallo dan langsung menyerangnya dengan banyak pertanyaan, “Lee Beom sudah kembali ke Seoul. Mianhae Henry-ssi.. karena ada sesuatu yang penting. Jadi aku menyuruhnya untuk pulang.” balasnya asal. Beom semakin mempererat pelukannya dan air matanya kembali menetes.
“Direktur Kim?” Henry sepertinya sangat terkejut mendengar suara milik atasannya itu. Dia sedikit terbata-bata ketika menanyakan hal tersebut. Sementara Kibum hanya bergumam membalasnya. Dan akhirnya panggilan telepon itu diakhiri oleh Henry. Mianhae.. kata terakhir yang diucapkannya pada Direktur SM itu.

Waktu sudah menunjukan pukul satu malam tapi mereka berdua masih belum juga memejamkan matanya. Nyaman, rasanya seperti baru pertama kali mereka tidur bersama. Kerenggangan selama beberapa minggu ini lumayan ampuh mengembalikan rasa rindu diantara keduannya. Sesekali Kibum menggerakkan jari jemarinya, mengusap pelan rambut kekasihnya itu. Sementara Beom masih diam membisu, menyembunyikan wajah sendunya di dada Kibum dan Tangan kanannya melingkar erat pada tubuh pria itu. Hangat, tidak ingin lepas darinya. Sepertinya ia tidak salah menganggap pria pujaannya itu sebagai sandaran hidupnya.
“Tidurlah.. sudah hampir pagi.” titah Kibum. Tangannya sedikit mengangkat kepala gadis disampingnnya itu supaya memudahkan dirinya untuk mencium keningnya.
“Aku tidak ngantuk,  oppa.” Beom mendongak, berusaha memberikan senyuman terbaik diatas kesedihan yang menyelimuti hatinya. “Oppa tidurlah. Bukankah selama ini kau yang selalu menjagaku? Malam ini giliran aku yang menjagamu,” lanjutnya sebari merubah posisi kepalanya menjadi sejajar dan berhadapan dengan Kibum. Telapak tangannya ditempelkan di pipi pria itu, lalu digerakkan ibu jarinya seraya membelai. Semenit kemudian beralih kebagian kepala dan mengusapnya dengan lembut.
“Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Kibum. Matanya menatap dalam seolah ingin mendapat penjelasan. Tapi, Beom tetap bungkam, tatapan iba dari kekasihnya itu seolah tidak mampu menyentuh hatinya.
“Aku tidak akan memaksamu, selama kau masih sanggup menghadapinya sendiri. Tapi jika hal itu terlalu sulit, ceritalah. Supaya aku bisa memahamimu,” lanjutnya.
“Aniyo.. Aku baik-baik saja. Jangan khawatir, oppa!” kata Beom sambil mencium pipi kekasihnya itu.
Pasrah. Percuma saja memaksanya untuk bicara, gadis itu memang jagonya dalam urusan memendam masalah. Semenjak berpacaran dengannya, Kibum jarang sekali mengetahui masalah yang dialami kekasihnya itu dari mulutnya sendiri. Ia lebih sering mendengarnya dari Donghae. Begitulah sifatnya. Dia sepertinya lebih nyaman bercerita pada orang lain ketimbang pada kekasihnya sendiri.
“Baiklah. Aku tidur duluan,” Akhirnya Kibum menyerah, rasa kantuknya sudah tidak bisa ditahan lagi. Tidur 3 jam rasanya sudah cukup untuk meng-refresh otaknya sebelum memulai rapat dengan koleganya di kantor.

Pagi yang sangat merepotkan. Baru kali ini direktur SM, Kim Kibum menyadari pekerjaan rumah itu sangat melelahkan. Biasanya ia tinggal menerima beresnya saja, tapi pagi ini ia harus melicin pakaian yang akan dikenakannya, membuat sarapan dan membersihkan peralatan masaknya sendiri. Belum lagi berkas-berkas yang harus dibawanya ke kantor masih berserakan di atas meja. Sesekali ia menoleh ke arah Beom, sebisa mungkin apa yang dikerjakannya tidak menimbulkan suara. Menghindari kebisingan yang akan menyebabkan kekasihnya itu terbangun. Matanya menatap iba, terlihat sekali kelelahan di wajah ayu gadis pujaannya itu. Setelah semua pekerjaannya beres ia menulis sesuatu di sehelai kertas dan menyimpannya di atas meja kemudian langsung berangkat ke kantor.

Tidak ada semangat. Rasanya malas sekali untuk melakukan apapun, sarapan yang telah dibuatkan oleh kekasihnya dengan susah payah tidak dimakannya. Nasi goreng kimchi yang sangat enak itu tidak mampu menggoda rasa lapar yang sekarang dirasakannya. Pikirannya masih terbebani oleh kejadian kemarin. Boro-boro makan, untuk beranjak dari kasur saja rasanya malas sekali. Tadi hanya ke kamar mandi untuk mencuci muka, kemudian kembali lagi tiduran di kasur dan menyembunyikan hampir seluruh tubuhnya dalam selimut. Ia berharap apa yang telah terjadi kemarin itu adalah sebuah mimpi. Yah.. mimpi buruk yang sudah menjadi langganan dalam tidurnya. Beberapa kali ia menghela napas panjang dan menggelengkan kepala ketika membayangkan kejadian kemarin. Tidak mungkin. Kata yang selalu keluar dari mulutnya, rasanya terlalu sulit untuk mempercayai dan menerima semua ini. Tidak tahu juga bagaimana harus bersikap pada Henry selanjutnya, 5 pesan singkat darinya belum dibalasnya sama sekali. Diabaikan, seperti tidak ingin mengenal lagi pria bernama Henry Lau itu.
Bosan. Itulah yang sekarang dirasakannya, menghabiskan waktu di rumah dia rasa bukan cara efektif  untuk melupakan kejadian yang telah terjadi. Melamun malah membuat napasnya sesak, kejadian-kejadian yang pernah dialaminya bersama Henry waktu kecil seperti diputar ulang dalam benaknya. Apalagi ketika ia akan meninggalkan panti, hubungannya dengan pria yang biasanya dipanggil Mochi oppa itu sedikit merenggang. Waktu itu ia marah dan meyalahkannya Henry sebagai penyebab kecelakaan yang telah terjadi padanya. Sekarang setelah mengetahui bahwa pria itu yang telah mendonorkan mata padanya, rasanya tidak ada muka untuk berhadapan langsung dengannya. Malu, menyesal, merasa dia adalah orang yang paling buruk di dunia ini.
Sore harinya Beom memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya, mencoba mencari sedikit ketenangan. Barangkali dengan bercerita pada ayahnya akan sedikit mengurangi bebannya. Sekaligus menanyakan apakah ayahnya tahu tentang masalah ini atau tidak. Ia langsung menghampiri orang tuanya yang sedang berada di teras belakang. Mereka tampak terkejut dengan kedatangannya, dalam hatinya mungkin bertanya-tanya ada apa dengan anaknya itu. Penampilan Beom saat itu memang agak sedikit kusut, wajahnya yang terlihat sakit itu membuat mereka cemas. Cara jalannya pun tidak bertenaga, lemas seperti akan jatuh pingsan. Melihat anaknya seperti itu, Park Yejin langsung menyambut nya dengan pelukan hangat, “Gwenchana?”
“Gwenchana omma,” balas Beom dengan sedikit senyuman.
“Duduklah. Apa yang terjadi?” tanya Teuki.
Seperti ada kontak batik antara ayah dan anak. Tanpa basa-basi Teuki langsung bertanya seperti itu, ia tahu bahwa ada sesuatu yang terjadi pada anaknya. Mustahil sekali putrinya itu menemuinya dadakan seperti ini kalau tidak ada masalah. Beom mulai duduk dan menceritakan semuanya, wajahnya tertunduk mencoba menyembunyikan buliran-buliran air mata yang membasahasi pipinya. Helaan napasnya terdengar berat seperti menyimpan beban yang susah untuk dikeluarkan, kepalanya mulai terasa pening dan semenit kemudian tangisannya semakin menjadi ketika Teuki memberitahunya kalau dia sudah mengetahui masalah ini sejak awal. Dia terpaksa merahasiakannya atas permintaan Henry. Katanya, pria buta itu tidak ingin membebani dan membuat Beom merasa berhutang budi padanya.
“Kenapa bisa ada kebetulan seperti ini. Ottoke appa? Apa yang harus aku lakukan? Sekarang untuk bertemu dengannya saja aku merasa malu.” Ucap Beom disela-sela tangisannya. Terdengar lirih dan terbata-bata.
“Apakah dia juga tahu kalau kau adalah teman masa kecilnya?” Beom menggeleng. Sejenak Teuki menghela napas, ia juga merasa bersalah pada anaknya itu karena telah merahasiakan masalah penting seperti ini. “Berbuat baiklah padanya. Jangan karena merasa bersalah kau jadi menjauhinya,” tambah Teuki sambil mengusap pelan pundak putrinya itu, kemudian memeluknya. Dan tanpa disadarinya, Beom jatuh pingsan.

Kibum langsung menghubungi balik ponsel kekasihnya ketika menyadari banyak panggilan tak terjawab di layar ponselnya dari nomor rumah keluarga Park. Ia baru mengecek ponselnya setelah satu jam panggilan itu masuk. Pekerjaan yang menunpuk membuatnya harus men-silent ponselnya supaya tidak mengganggu pekerjaannya. Super sibuk, sering kali ia pulang terlambat. Kadang ia membawa tugasnya ke rumah dan mengerjakannya sampai larut malam.
Ia sedikit terkejut ketika yang mengangkat panggilan teleponnya adalah ibunya Beom, Park Yejin. Tadinya ia menghubungi Beom untuk mencari tahu ada apa dengan calon mertuannya itu yang tiba-tiba menghubunginya. Dari ibunya Beom, ia mendapat berita bahwa kekasihnya itu jatuh pingsan dan sekarang sedang berada disana. Sedikit syok, dan juga merasa bersalah karena ia malah pergi ke kantor disaat tahu kondisi kekasihnya itu sedang tidak fit. Ia tidak menyangka kalau keadaan kekasihnya akan langsung ngedrop seperti itu.
“Jangan khawatir. Sekarang dia sedang tidur, omma menghubungimu supaya kau tidak cemas. Untuk malam ini dia akan menginap di sini”
Kibum sedikit bisa bernapas lega mendengar kabar itu. Beruntunglah ia mempunyai calon mertua yang pengertian, setidaknya ia bisa lebih tenang kalau kekasihnya itu dirawat sendiri langsung oleh orang tuanya.
“Apa sudah dibawa ke Dokter?”
“Belum. Kalau keadaannya memburuk, baru besok dibawa ke Dokter.”
“Mianhae omma.. aku tidak bisa merawatnya. Saat ini masih di kantor, mungkin baru besok aku bisa kesana.”
“Gwenchana.”
Setelah mengakhiri panggilannya Kibum menjatuhkan tubuhnya ke kursi. Wajahnya menengadah dengan mata tertutup, tangannya memijat pelan dahinya. Lelah sekali, pekerjaannya ini kadang membuatnya sangat penat. Tidak yang seperti orang-orang awam bicarakan bahwa hidup menjadi seorang Direktur itu sangat mengenakan. Kenyataannya, semua pekerjaan pasti mempunyai kesulitannya masing-masing. Dan hanya orang yang berkerja keraslah yang mampu bertahan sampai akhir. Setelah beberapa menit mengistirahatkan pikirannya, ia langsung kembali mengerjakan pekerjaannya yang masih tersisa. Berkutik dengan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani dan mengatur jadwal pertemuan dengan beberapa koleganya.
Matanya sekarang sudah merasa perih dan lelah, ia membuka kaca matanya dan sekilas mengusap pelan kedua matanya. Tak terasa waktu dipergelangan tangannya sudah menunjukan pukul 9 malam, sekilas menghela napas dan memperhatikan keadaan di luar ruangan kerjanya yang sudah tampak sepi. Walaupun akhirnya hari ini pulang terlambat, tapi ia bisa mengambil libur untuk besok harinya. Berusaha untuk menjadi seorang pria baik, yang bisa merawat kekasihnya yang sedang sakit. Baginya itu adalah suatu kepuasan.

Malam yang berbeda, tidak melihat sosok kekasihnya tertidur di kasurnya berasa ada yang kurang. Tidak ada tubuh hangat yang bisa dipeluknya, pipi halus yang selalu memanjakan jari jemarinya, malam ini tidak bisa dibelainya. Saat Beom tidak ada, maka semakin berasa pentingnnya kedudukan gadis itu dihatinya. Hampa rasanya ketika dia tidak berada disampingnya. Matanya dari tadi susah untuk dipejamkan, hanya memandang langit-langit seolah disana ada sesuatu yang sangat indah untuk dipandang. Sesekali bibirnya menyungging, membayangkan kejadian-kejadian yang telah dilaluinya bersama Beom. Tidak menyangka hubungan yang awalnya hanya untuk mengetes perasaan seorang Lee Donghae bisa berlanjut sampai hari ini. Hubungan yang diawali oleh kepura-puraan, akhirnya berujung manis. Masih teringat jelas dalam benaknya, ketika Beom ingin ia menyampaikan surat cintanya untuk Donghae. Terlihat sekali wajah gugupnya, dan akhirnya gadis itu menyerah ketika melihat Donghae bersama wanita lain.
Syukurlah.. kata yang diucapkan Kibum saat itu. Beom patah hati, berarti ada kesempatan untuknya untuk merebut hati gadis itu. Trik bodoh yang dibuatnya telah membuat Beom jatuh cinta padanya. Bagus, akhirnya cintanya terbalaskan.
Kita pacaran saja. Kalau Donghae merasa cemburu, berarti dia mencintaimu. Kalau tidak, berarti perasaan dia selama ini padamu hanya rasa sayang sebagai seorang kakak pada adiknya saja.
Seperti itulah trik bodohnya. Terdengar seperti sedang memainkan hati gadis itu untuk kepentingan dirinya sendiri. Akhirnya ia berhasil. Dan bangga atas apa yang telah dilakukannya waktu itu. Lamunannya buyar seketika saat ponsel yang berada disamping kepalanya berdering keras. Memekakan telinga sekaligus mengusik lamunan indah dibenaknya, tadinya ingin memaki tapi setelah melihat nama yang tertera dilayar ponselnya itu ia tersenyum sumbringah. Kekasih hatinya menghubunginya.
“Yoboseyo..”
“Oppa, apakah kau belum tidur?”
“Hemm.. Wae?”
“Aniyo.. apa sedang kerja? Apa aku mengganggumu?”
“Ani.. aku sedang memikirkanmu. Bogoshipo!”
Beom tersenyum, bualan murahan seperti itu berhasil membuatnya melayang. Seperti awal-awal mereka berhubungan, ungkapan sederhana seperti itu sangat berarti dan sangat ditunggu-tunggu terucap dari mulut kekasihnya.
“Kenapa kau belum tidur? Apa kau juga memikirkanku?” tanya Kibum.
Terdengar gagap saat Beom akan menjawabnya, “Ani.. Dari tadi sore aku sudah kenyang tidur. Jadi sekarang tidak mengantuk.” Egonya meninggi. Rasanya gengsi untuk mengakui hal tersebut, tidak ada cara lain selain berkilah. Tapi sayang, dustanya tidak mempan untuk Kibum. Pria itu yakin sekali kalau kekasihnya juga sedang memikirkannya.
“Yah sudah..  kalau gitu aku putus saja teleponnya. Aku juga tidak akan menjemputmu besok.”
“Oppa!!” Ancaman Kibum berhasil membuatnya sedikit panik. Nadanya meninggi, seolah tidak ingin kekasihnya itu memutuskan panggilannya. “Bogoshipo. Saranghae..” ungkapnya malu-malu.
“Mwo? Aku tidak dengar.”
“OPPA!!” Terdengar manja, tanpa disadarinya pekikannya itu sangat keras hingga membuat ibunya yang kebetulan melewati kamarnya menyembul dibalik pintu untuk memastikan keadaannya, “Beom-ah, gwenchana?”
“Ah iya..” Gadis itu meletakkan ponsel yang dari tadi menempel ditelinganya ketika ibunya mulai memasuki kamar dan menghampirinya. “Wae? Apa kau mimpi buruk?” tanya ibunya.
“Aniyo..” Beom sedikit tersenyum, malu. Telah memancing kegaduhan ditengah malam seperti ini. “Apa omma belum tidur?” tanyanya basa-basi.
Ibunya malah tersenyum, membuat dahinya mengkerut heran. Ibunya lalu menepuk pundaknya dan berkata “Tidurlah kalau sudah selesai,”
Kini ia mengerti mengapa ibunya berkata seperti itu, tatapan mata ibunya saat mengarah ke ponsel miliknya seolah mengisyaratkan bahwa ia harus segera mengakhiri panggilannya untuk segera tidur. Ibunya keluar setelah itu. Terbongkar, karena sayup-sayup terdengar keluar suara Direktur SM yang terus memanggil namanya.
Percakapan mereka terus berlanjut, titah dari ibunya seolah terlupakan oleh gadis bermata sipit itu. Udara yang dingin tidak dirasakannya, lama kelamaan menjadi panas dingin dan mulai merasakan gatal dibagian tenggorokannya, ia terserang demam dan batuk. Seperti sepasang kekasih yang baru merasakan jatuh cinta, keduanya seolah tidak mengenal waktu. Percakapan via telepon yang telah mereka lakukan sudah berlangsung selama hampir 6 jam. Dan terpaksa mereka harus mengakhirinya. Disaat orang-orang baru bangun, mereka berdua malah akan memulai untuk memejamkan matanya.
11:00 am. Rasanya berat sekali untuk membuka matanya, kepalanya terasa pusing sekali. Keringat dingin keluar memalui pori-pori kulit leher serta dahinya. Tubuhnya lemas tak bertenaga, untungnya ada ibunya yang sigap terhadap keadaannya. Dan langsung membawanya ke Dokter.

@Seoul Hospital
“Mianhae.. kami belum mendapatkan mata yang cocok untukmu.” Kata seorang Dokter pada pasiennya. Terlihat lesu pasien itu mendengarnya, senyuman kecil yang ia ukir tetap tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Sudah hampir setahun ini ia mencari ke setiap rumah sakit besar untuk mendapatkan mata untuknya. Ia ingin bisa melihat lagi, apalagi setelah ia berteman baik dengan seorang gadis bernama Lee Beom, keinginannya itu semakin menggebu dan sangat rajin mengunjungi rumah sakit untuk memastikan. Zhoumi, asisten pasien itu akhirnya membawanya keluar dari ruangan Dokter spesialis mata. Lelah sekali, habis pulang dari Andong mereka belum sempat ke rumah dan malah langsung ke rumah sakit. Entah kenapa setelah dari desa itu, Henry antusias sekali untuk segera dioperasi. Berharap, setiap rumah sakit yang dihubunginya sudah menemukan mata yang cocok. Tapi sayang, ia harus lebih bersabar lagi untuk  keinginannya yang satu itu.
“Nona Park? Apa dia sakit?” gumam Zhoumi ketika melihat Beom dari kejauhan digandeng oleh wanita separuh baya memasuki ruang Dokter  umum. Henry sejenak berhenti mendengar ucapan pria jangkung itu, apa yang dia katakan cukup menarik dan membuatnya penasaran.
“Beom?” ucapnya memastikan. “Dimana?”
“Masuk ruangan. Sepertinya akan diperiksa.” balas Zhoumi.
“Hyung bisakah kita menunggunya sampai keluar?”
Permintaannya itu membuat Zhoumi menaruh curiga, rasa khawatir dan perhatian yang diperlihatkannya kadang terlalu berlebihan. Bukan seperti seorang teman pada temannya, tapi seperti seorang pria pada kekasihnya.
“Apa kau menyukainnya?” terka Zhoumi tiba-tiba. Dan berhasil membuat Henry terbatuk, “Apa terlihat seperti itu?” ucapnya sarkastis. Kemudian ia tersenyum seduktif.
“Ya!” Zhoumi seolah meminta penjelasan dari artis SM itu. Bagaimana mungkin dia bisa berani mencintai kekasih bosnya sendiri. Itu sama saja mencari masalah dan  menghancurkan karirnya kalau sampai ketahuan oleh pihak menejemen.
“Tenang saja hyung. Aku hanya akan menyimpan cinta ini dalam hati.” Pengakuan yang cukup mencengangkan. Mata Zhoumi membulat lebar, tidak menyangka pria buta itu akan mengakuinya secara blak-blakan.

Henry POV
Percuma saja menyangkal. Perhatian dan tingkahku pada Beom sudah sangat jelas menggambarkan isi hatiku, aku mencintainya. Dan aku yakin Zhoumi hyung juga pasti menyadarinya. Sebulan yang lalu mungkin aku masih bisa menjawab lantang kalau aku hanya menganggapnya sebagai seorang teman. Tapi kali ini, semakin aku berusaha untuk menyangkal, aku merasakan sakit dan merasa membohongi diri sendiri. Bodoh rasanya. Bukankah cinta itu adalah anugerah? Jadi tidak ada salahnya juga mencintai Beom, walaupun untuk saat ini cinta itu datang pada orang yang kurang tepat. Tapi aku yakin ada sesuatu yang tersembunyi dari hubungan ini. Pasti ada makna dan pelajaran yang bisa aku ambil dari cinta ini.
“Jangan cemas hyung, aku masih bisa mengontrol hatiku. Aku juga tidak mungkin menghancurkan hubungan orang lain demi egoku sendiri.” paparku, berusaha memberi ketenangan pada Zhoumi hyung. Aku yakin dia merasa syok atas apa yang baru saja aku katakan. Dia menyeretku untuk berjalan, pergi. Seolah tidak mengijinkannku untuk menemui Beom saat ini. Alasan-alasan yang dia kemukakan padaku tidak menyurutkanku untuk menemuinya. Aku tetap bertahan, tidak peduli dengan beberapa wartawan yang katanya kini sedang menungguku di pintu keluar. Gampang toh, aku hanya tinggal menjawab bahwa Beom adalah temanku. Apanya yang akan jadi scandal? Zhoumi hyung terlalu berlebihan menanggapi keadaan ini. Lagi pula Beom bersama ibunya, jadi aku yakin wartawan tidak akan menulis hal yang aneh-aneh tentang kebersaamanku bersama Beom.
“Ya! Kau jangan egois seperti itu. Kau mungkin sudah terbiasa dengan kamera dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh wartawan. Tapi untuk nona Park dan ibunya, mungkin ini akan membuat mereka risih.” ujar Zhoumi hyung dengan nada yang sedikit tinggi. Aku yakin dia sekarang pasti kesal padaku. Aku diam, tertunduk malu. Ada benarnya juga apa yang dikatakannya. Aku tidak boleh egois, jangan gara-gara ingin memuaskan keingintahuanku aku malah mengganggu kehidupan mereka. Aku terpaksa pergi setelah sebelumnya menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh para pencari berita itu.
End Henry POV

Sepulang dari rumah sakit Beom disambut oleh Kibum yang sudah berada di rumah orang tuanya. Ia dipapah sampai kedalam kamarnya dan duduk di sofa. Istirahat sambil menonton acara TV. Mereka duduk merapat, malah sang gadis tidak merasa segan untuk menyandarkan kepalanya di dada si pria. Tangannnya melilit erat di tubuh pria itu seolah meminta sedikit kehangatan yang dipancarkan dari tubuhnya. Kerenggangan dan sikap dingin yang sebelumnya pernah terjadi seolah terlupakan, malah hubungan mereka sekarang bertambah erat jauh sebelum pertengkaran diantara mereka dimulai. Saling mengerti dan memahami adalah cara ampuh untuk mereka tetap bersama, karena pada dasarnya mereka tak bisa terpisahkan.
Beom sedikit membenarkan posisi kepalanya supaya bisa lebih jelas melihat sekilas berita yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta di Seoul. Beritanya tentang seorang artis SM yang baru saja keluar dari rumah sakit. Menurut wawancara yang telah dilakukan, sang idol telah melakukan pemeriksaan kesehatan. Tubuh yang biasanya terlihat gagah itu memang sedikit lemah, wajahnya pun terlihat kecapean. Artis yang biasanya sangat bersahabat dengan para warta berita itu, kali ini sedikit menghindar dan hanya menjawab pertanyaan seperlunya. Senyuman yang biasanya ia umbar dengan sempurna, kini hanya menyungging sedikit, seperti tidak ada kemampuan untuk menarik bibirnya lebih lebar.
“Apa dia sakit?” tanya Beom dalam hatinya. Melihat kekasihnya yang termenung itu, Kibum langsung mematikan TV. Kemudian mendekap lebih erat tubuh kekasihnya, “Istirahatlah..”
Beom sejenak mendongak. Melihat ekspresi kekasihnya yang langsung berubah ketika melihat acara berita tadi. Ia menuruti dan membenarkan posisinya menjadi tertidur dengan menjadikan paha kekasihnya itu sebagai sandaran kepalanya. Sementara sang pria langsung menyambutnya dengan sebuah belaian halus dan ciuman lembut di keningnya.


Continue..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar