Main cast :
Henry Lau, Kim Kibum, Lee Beom / Lie Beom [OC]
Other cast
: Lee Donghae, Zhoumi, Hyosun [OC], Park Jungsoo
Gaun merah
marun menjadi pilihannya, setelah hampir setengah jam gadis itu mengobrak-abrik
isi lemari. Gaun panjang dengan lengan pendek, dibagian dadanya berbentuk hurup
V hingga memperlihatkan keindahan kalung putih berlian yang menjuntai dibagian
dadanya. Seperti akan berkencan untuk pertama kalinya ia memoles wajahnya
dengan sangat cantik. Rambutnya ia gerai kebawah dengan aksen ikal dibagian
bawahnya. Sangat sempurna, yah.. ia ingin sangat sempurna dihadapan
tamu-tamunya. Hari ini untuk pertama kalinya ia memamerkan hasil lukisannya ke
semua orang. Dengan tema Art and Charity,
Beom berencana menyumbangkan semua dana hasil lelang lukisannya ke sebuah panti
di daerah Andong.
Para tamu
yang hadir sangat terpukau dengan semua lukisan yang dipajang di dinding.
Nuansa alam yang dilukiskan di sebuah kanvas itu seperti terlihat nyata.
Hamparan sawah yang hijau dan pengunungan yang menujang tinggi. Juga, petani-petani
yang sedang membajak sawah dengan kerbaunya dan saung-saung kecil yang ada
dalam lukisan itu seolah mempertihatkan sebuah desa yang sebenarnya. Selain
pemandangan alam, lukisan tokoh-tokoh yang sudah asing pun diperlihatkan.
Kebanyakan adalah artis-artis SM sendiri dimana lukisan itu sangat unik karena
dilukis tanpa sepengetahuan si artis tersebut. Ada yang sedang makan, sedang
berjalan di area gedung SM, sedang melamun, sedang latihan dance dan
kegiatan-kegiatan yang lainnya. Yang menarik perhatian para tamu adalah sebuah
lukisan yang memperlihatkan keindahan langit di sore hari dengan layang-layang
dan burung yang menghiasi langit tersebut. Dibagian bawahnya ada seorang pria
yang sedang berdiri menyamping seolah sedang memandang keindahan langit yang
sudah berwarna jingga itu. Itu menjadi lukisan yang paling diminati karena
sosok yang ada dalam lukisan tersebut adalah Henry Lau, seorang artis SM yang
sekarang menjadi bintang tamu dalam acara ini.
Beom masih
mengapit lengan kekasihnya. Ia dengan direktur SM itu berjalan-jalan menghampiri
tamu hanya untuk sekedar menyapa.Kadang
mereka berbincang, terlihat akrab dan sangat ramah membuat para tamu yang ingin
bertanya merasa tidak sungkan. Beom menjawab dan menjelaskannya dengan rinci
ketika ada tamu yang ingin mengetahui maksud lukisan yang ia buat. Kapan
dibuatnya dan kenapa mengambil objek itu untuk dilukis, kadang pertanyaan yang
dilontarkan tidak penting. Tapi Beom tetap menjawabnya dengan sedikit candaan. Beom
sedikit menoleh ke panggung pertunjukan. Disana ada Henry yang dari tadi setia
memainkan biolanya dan menunjukan keindahan suaranya. Lagu-lagu yang
dibawakannya seolah menghipnotis semua orang hingga tidak mau beranjak pergi.
Penghayatan yang diperlihatkanya sangat memukau.
Sungguh sangat menyentuh, seolah kita mengalami sendiri kisah dalam lagu yang
dibawakannya.
“Oppa,
tunggu sebentar,”
Tanpa
menunggu persetujaan Kibum, Beom pergi darinya dan menghampiri Henry yang
sedang perform akustikan dipanggung. Ia menghampiri pria buta itu hanya untuk
sekedar menyapa dan juga meng-request lagu. Ia tertegun melihat Henry
bernyanyi, dengan jarak yang sangat dekat ia bisa melihat jelas ekspresi wajah
Henry yang sendu, sesuai dengan lagu yang dibawakannya, Hurt by Christina Aguilera.
Sekali lagi
Henry mendapat tepukan tangan dari orang banyak saat ia sudah menyelesaikan
lagunya. Kali ini suara tepukan terdengar keras karena jarak yang sangat dekat. Beom menghampiri Henry
dan menyapanya. Kemudian memujinya.
“Aku
sungguh beruntung. Bisa melihat penampilan artis terkenal dengan gratisan,”
Beom tertawa kecil, kemudian menepuk pundak Henry seolah memberitahu
kedatangannya.
Henry
sejenak meminta izin kepara tamu untuk istirahat. Kemudian turun dari panggung
kecil itu bersama Beom lalu duduk di belakang panggung untuk sekedar mengganjal
perutnya yang sudah mulai keroncongan.
“Bagaimana?
Apakah banyak orang yangdatang?” tanya
Henry sambil mengunyah kue yang tadi dibawakan Zhoumi.
“Mmm.. ini
berkatmu. Sepertinya, orang-orang datang kesini hanya untuk melihatmu bukan
karena lukisanku,” canda Beom. Dan ucapannya itu berhasil membuat Henry bangga. Dengan sombongnya, artis chabby itu menunjuk dirinya sendiri, angkuh.
Melihat tingkahnya, Beom berdesis kesal. Untuk sekian kalinya ia menyesal telah
memuji pria itu.
Henry
bersiap-siap kembali untuk tampil. Dan siap menyanyikan lagu requestan dari
Beom, ia hendak melangkah menuju panggung dengan bantuan para staff. Sementara Beom beranjak juga dari
duduknya.
“Lee Beom!”
Panggil seseorang
yang sedang berjalan menuju tempat dimana Henry dan Beom duduk tadi. Beom
menoleh, sementara Henry memekik dengan suara yang seperti memanggil, “Beom?!”
Mendengar
Henry memanggilnya juga, Beom sejenak melirik kearahnya. “Wae?”
Pria yang
akan naik panggung itu, berdiri mematung. Kedua alisnya saling bertaut,
penasaran. begitu juga dengan Beom. Terdengar tak biasa saat Henry memanggilnya
‘Beom’. Melihat tidak ada respon dari Henry, Beom menyambut orang yang tadi
memanggilnya dengan sebuah pelukan. Seorang teman yang sudah lama tidak
ditemuinya itu bernama Lee Donghae.
“Bogoshipo
oppa! Bagaimana kau bisa ada disini?” Tangannya masih bergelayut di lengan
Donghae. Bibirnya melengkung indah, membuat semua pria tidak ingin berpalingdari wajah yang
sangat cantik itu.
“Kebeneran
ada kerjaan yang harus aku urus disini.” ucap Donghae dengan senyuman. Pria
yang sudah beberapa tahun kerja di China itu sedikit berbohong. Alasan
sebenarnya adalah karena dia sangat merindukan kekasih Direktur SM itu.
“Kapan kau
tiba di Seoul?”
“Tadi pagi.
Apa Kibum tidak memberitahumu?”
Beom
menggeleng, “Sepertinya dia terlalu sibuk jadi kelupaan. Apa kau sudah
menemuinya?”
“Sudah. Aku
ada disini, karena dia yang mengundangku.”
Tiba-tiba
sebuah melodi yang sudah tidak asing lagi, mulai dimainkan. Lagu yang dibawakan
Henry saat ini adalah lagu request-an
dari Beom, Only hope by Mandy Moore.
“Heh.. Only
hope?!” pekik Donghae ketika lagu favorite
Beom mulai dimainkan. Pria itu pun mengajak Beom untuk dansa bersamanya.
Walaupun awalnya Beom malu-malu, akhirnya ia menyetujui. Mereka saling
berhadapan, kedua tangan Donghae berada di pinggang Beom. Sementara tangan
gadis itu mengalung di leher Donghae. Langkah kaki mereka sangat kompak,
terlihat seirama dengan lagu yang sedang dibawakan. Pandangan mereka saling
berpaut, kemudian saling melempar senyuman yang sangat manis. Terlihat sekali
ada rasa sayang diantara mereka hingga membuat orang yang melihatnya merasa
kagum dengan persahabatan yang mereka perlihatkan.
Kibum
menghampiri mereka setelah lagunya usai. Ia memeluk kekasihnya dari belakang
dan menatap Donghae dengan tajam. “Kau tidak boleh meminjamnya lebih dari satu
lagu. Arraso?!”
Ancaman
Kibum itu berhasil membuat Donghae, Beom dan semua orang yang melihatnya
tertawa. Dengan terpaksa Donghae harus menjauh dari pasangan dansanya itu.
Wajahnya terlihat sendu seolah ia sedih harus melepas Beom. Dan akhirnya gadis
itu pun kembali pada kekasihnya, tangannya bergelayut manja dan menyandarkan
kepalanya dibahu Kibum.
Persahabatan
mereka bertiga sudah terjalin selama lima tahun. Donghae lebih dulu mengenal
Beom dari jejaring sosial. Mereka memutuskan untuk ketemu dan akhirnya
berteman. Setelah itu Beom baru mengenal Kibum dari Donghae, karena dia suka
ikut-ikutan ketika mereka akan pergi jalan-jalan. Dengan kata lain, Direktur SM
itu adalah seorang pengganggu. Hari ini mereka seperti sedang reunian, bertemu
di moment yang sangat penting bagi
Beom. Sungguh membahagiakan disaat orang-orang yang disayanginya bisa hadir di
pameran lukisannya yang pertama.
Acara art and charity itu berjalan dengan
sukses. Hampir semua lukisan berhasil dilelang dengan harga tinggi. Hanya satu
lukisan yang dibawa pulang dan dibungkus dengan rapi. Lukisan Henry yang sedang
memandang langit sore itu sengaja tidak dilelang karena akan dihadiahkan pada
artis multi talenta itu sebagai ucapan terima kasih. Benar-benar hari yang
sangat melelahkan, tanpa melepaskan gaun merah marunnya Beom sudah tertidur
pulas di kasur empuknya. Sementara Kibum masih berbicara sesuatu dengan Donghae
di balkon. Dari bahasan yang mereka bicarakan, intinya Kibum mendesak Donghae
untuk memberitahunya tentang masalah Beom yang tidak diketahuinya. Mimpi buruk
yang selalu Beom alami, ia yakini ada masalah yang sedang terjadi. Rasa khawatir
pada kekasihnya itu membuatnya sedikit mengorek keterangan dari Donghae,
berharap pria itu mengetahuinya.
Donghae
tertawa kecil, merasa apa yang ditanyakan Kibum sangatlah lucu. “Bagaimana aku
tahu, kau kan kekasihnya. Pasti kau lebih banyak tahu tentang dia dari pada
aku.” ujarnya santai. Apa yang ditanyakan Kibum membuatnya juga berpikir ada
apa dengan gadis itu. Sedikit khawatir tapi ia masih bisa menyembunyikan rasa
itu.
“Sudahlah,
mungkin itu hanya mimpi buruk biasa,” lanjutnya menenangkan Kibum.
“Entahlah.
Aku merasa mimpinya itu seperti sesuatu yang pernah dialaminya. Bahkan, disaat
sudah sadar pun dia masih menjerit histeris seperti melihat kejadian yang
menyeramkan sedang berlangsung dihadapannya.” Kibum menatap nanar kearah
Donghae, masih berharap dia tahu sesuatu dan akan meberitahunya.
“Apa kau
tidak pernah bertanya padanya langsung?” tanya Donghae, dia semakin khawatir.
Kibum
menggeleng. Wajahnya terlihat lelah, entah karena khawatir atau kecapean. Ia terdiam,
pasrah. Berharap malam ini mimpi buruk itu tidak mengganggu tidur kekasihnya.
Donghae menepuk pundak Kibum, memberinya sedikit kekuatan untuk bisa tenang.
“Tidurlah.
Dan jaga dia selalu, jangan biarkan dia tidur sendirian.” Pesan Donghae sambil
melangkah kearah pintu dan kemudian berpamitan. Sejenak ia menoleh kearah Beom
yang sedang tidur, sebelum akhirnya ia benar-benar meninggalkan apartemen
sahabatnya itu.
01:00 pm.
Kibum masih terjaga, hawa dingin dan kantuk yang ia rasakan seolah
diabaikannya. Ia masih menjaganya, berbaring disamping kekasihnya yang sudah
terlelap. Semenjak Beom selalu bermimpi buruk, ia selalu tidur terlambat.
Sengaja membiarkan kekasihnya itu tertidur pulas terlebih dahulu, baru ia akan
pindah dan tidur di kasurnya. Kebiasaan baru yang ia kerjakan, demi menjaga
gadis tercintanya. Kibum memandang lekat-lekat gadis itu, pipinya ia belai
dengan lembut kemudian ia cium sebagai tanda ucapan selamat tidur. Ia beranjak
dari tempat tidur kekasihnya itu lalu beralih ke tempat tidurnya sendiri yang
hanya berukuran 100 x 200 cm. ia berbaring dan akhirnya tertidur.
Beom bangun
lebih awal dari biasanya. Ia langsung mandi dengan air hangat untuk
menghilangkan rasa gerahnya karena kemarin malam ia langsung tertidur tanpa
mencuci muka dan mandi terlebih dahulu. Setelah selesai, ia langsung menuju
dapur dan membuat sarapan untuk dimakan bersama kekasihnya. Kali ini menunya
sedikit berbeda, bukan roti panggang dan teh hangat seadanya. Ia memasak nasi,
dengan lauk pauk kesukaan kekasihnya yaitu ayam teriyaki. Sebagai tambahan ia
memasak sayur rumput laut untuk makanan pembukanya. Pukul 06:00 semuanya sudah
beres, tinggal menyajikannya dimeja makan dan menunggu kekasihnya bangun.
Sejenak ia melihat ke arah tempat tidur Kibum ketika membereskan dapurnya yang
sedikit berantakan. Sepertinya kekasihnya itu tidak ada tanda-tanda untuk
bangun cepat, ia pun menghampiri untuk membangunkannya.
“Oppa!”
panggilnya sambil sedikit menggoyangkan tubuh Kibum.
“Oppa!”
panggilnya lagi. Kali ini ia membelai pipi kekasihnya itu berharap tangannya
yang dingin habis terkena air bisa membangunkannya. Tidak ada reaksi. Wajah
kekasihnya yang terlihat lelah itu, mengurungkan Beom untuk membangunkannya. Ia
pun pergi ke balkon untuk menjemur tubuhnya. Berdiri menghadap kota dengan mata
terpejam, membiarkan sinar matahari masuk kedalam tubuhnya sampai menjadi
sangat hangat. Tiba-tiba sebuah suara getaran yang berasal dari meja membuatnya
sedikit menoleh ke ponselnya yang tergelatak di meja bundar itu.
Morning..
Pesan
pertama yang masuk ke inbox ponselnya
pagi ini, membuat bibirnya melengkung indah. Ucapan selamat pagi itu berhasil
mebuat hatinya senang. Entahlah, si pengirim pesan punya magic apa hingga membuatnya terus tersenyum saat saling berbalas
pesan singkat itu. Senyumannya yang mengembang itu menjadi perhatiaan pria yang
baru saja terbangun, ia sedikit menyipitkan matanya kemudian menghampiri gadis
itu. Beom terkesiap saat sebuah tangan menyentuh pundaknya, sedikit terganggu
saat hal yang menyenangkannya dengan Henry harus diakhiri. Saling berbalas sms pun akhirnya terputus.
“Ada kabar
apa. Pagi-pagi sudah senyum-senyum sendiri?”
Beom hanya
tersenyum menjawab pertanyaan kekasihnya itu dan malah melontarkan pertanyaan
balik, “Apa kau bergadang dengan Donghae oppa? Tumben jam segini baru bangun.”
“Mmm..”
Kibum hanya bergumam lalu mengepal tangan gadis disampingnya itu. Matanya
memandang lurus ke depan melihat keindahan kota Seoul pagi hari. “Apa kau tahu,
kalau aku sangat mencemaskanmu, Beom-ah!” batinnya.
Merasakan
genggaman tangan Kibum sangat erat, Beom sedikit menoleh sebelum akhirnya ia
menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Memberikan sedikit kekuatan untuk kekasihnya
yang terlihat cemas itu.
Ting.. tong..
Pandangan mereka
beralih kearah pintu. Terlihat kedua alis mereka saling bertaut. Heran, tidak
biasanya tempat tinggal mereka di datangi tamu sepagi ini. Bahkan, sangat
jarang dikunjungi orang lain.
“Biar aku
yang buka.” Beom menuju ke arah pintu. Sejenak melihat monitor pintu, dan
mendapati wajah Donghae seolah sedang mengetuk-ngetuk ke arahnya. Ia tersenyum,
dan segera membukakan pintu untuk pria yang sudah dianggap sebagai kakaknya
itu.
“Pagi-pagi
sekali. Ada perlu apa dengan Kibum oppa? Dia
bahkan belum mandi sama sekali.” Ujarnya sambil membarengi langkah Donghae
menuju sofa. Sejenak menoleh kearah pria itu ingin mencari tahu.
Donghae
tersenyum kecil membuat Beom menatap curiga kearahnya. “Kau kesini hanya
untuk..?” Kalimat Beom tertahan, mencoba menerka maksud kedatangannya. Tapi
Donghae langsung meng-iyakan dengan menjawab.”Benar sekali! Aku kesini untuk
sarapan,” Ia terkekeh dengan punggung tangan yang menempel dibibirnya.
Beom
mendengus, “Dasar!”
Setelah
Kibum selesai mandi. Mereka makan bersama dengan lauk-pauk yang sudah
disediakan. Sangat beruntung untuk Donghae karena kali ini dia bisa sarapan
dengan menu yang cukup special. Beberapa kali Donghae mencuri-curi pandang
kearah Beom, diperhatikannya wajah gadis itu berharap dia selalu menemukan
kebahagiaan disana. Apa yang telah diceritakan Kibum padanya, membuatnya
sedikit khawatir terhadap keadaan Beom.
“Apa
tidurmu nyenyak, Beom?”
Pertanyaan
Donghae barusan membuat Beom sejenak menahan nasi yang akan masuk kemulutnya.
Ia menoleh kemudian mengangguk sebagai jawaban. Sementara Kibum mengerlingkan
matanya kearah mereka berdua secara bergantian. Aneh, ia melihat kekhawatiran
berlebihan diwajah Donghae dan kepuasaan ketika Beom mengangguk menjawab
pertanyaannya.
“Kau tidak
mimpi buruk lagi?” tanya Kibum memastikan.
Beom
tersenyum, “Ani.. Jangan khawatir oppa, aku baik-baik saja.” ucapnya memberi
ketenangan pada kekasihnya itu. Dan juga Donghae yang mendengarnya.
“Oh yah,
sampai kapan kau di Seoul?” tanya Kibum pada Donghae. Beom pun ikut menatap
ingin mengetahui.
“Entahlah,
mungkin satu sampai dua minggu. Wae?” Donghae bertanya balik.
“Aniyo..”
jawab Kibum datar lalu ia meneruskan kembali makannya yang tinggal beberapa
suap lagi.
“Oppa,
kenapa tidak tinggal disini saja?” Beom ikut bicara, wajahnya sedikit berharap
dan suaranya terdengar manja.
Terbentuk
lengkungan bibir yang sangat indah diwajah Donghae. Senyuman seperti itu yang
telah membuat banyak gadis meleleh olehnya. Senyuman kecil yang hanya
memperlihatkan sedikit gigi putihnya. Sungguh mempesona.
“Mmm.. aku
juga ingin. Sangat!” sejenak menghela napas, seperti ada yang mengganjal dalam
hatinya.
“Wae? Apa
karena pekerjaan?” timpal Beom. Donghae mengangguk, dusta.
“Oppa,
kerja saja di SM,” lanjutnya sambil sedikit melirik ke arah Kibum.
Kibum
mendongak, ingin melihat tanggapan Donghae tentang usul Beom itu. Donghae
sekali lagi hanya tersenyum sambil beranjak dari duduknya kemudian sedikit
mengacak rambut Beom ketika melangkah menuju dapur.
Beom mengembungkan pipinya. Sementara Kibum tercekat dengan perlakuan Donghae
pada kekasihnya itu.
Kibum
sejenak menghentikan pekerjaan yang menumpuk di mejanya. Ia merebahkan tubuhnya
di kursi empuk itu sampai akhirnya terlelap. Sejam.. dua jam.. tidak ada
tanda-tanda Direktur SM itu untuk bangun. Sepertinya tidurnya yang selalu
telat, membuatnya sangat mengantuk. Bahkan, kedatangan Beom di ruangan itu
tidak membuatnya membuka mata. Gadis itu sibuk menggantikan pekerjaan
kekasihnya yang tertunda. Tanpa mengharapkan bayaran, ia dengan telaten
mengerjakannya. Jam makan siang sudah hampir berakhir, perutnya yang dari tadi
sudah berbunyi tidak bisa ditahan-tahan lagi. Ia menghampiri Kibum, kemudian
sedikit membungkukkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan pria cute itu. Ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Kibum
lembut. Direktur SM itu terkesiap, mimpi siangnya yang indah disambut dengan
kecupan manis yang nyata.
“Bangun!
Ayo kita makan.” ucap Beom sambil menepuk pipi Kibum supaya cepat tersadar.
Kibum meraih tangan kekasihnya itu. Berdiri dihadapannya kemudian mendekapnya.
“Bisakah
kau membuat mimpiku barusan jadi nyata, Beom?” ucapnya masih dengan posisi
mendekap Beom.
“Ayo, kita
menikah,” lanjutnya seraya melepaskan dekapannya. Dan beralih menatap
lekat-lekat gadis dihadapannya. Sendu, seperti takut kehilangan cinta dari
kekasihnya itu.
Beom
tersenyum tipis, tangan kanannya mengusap pipi Kibum. Semantara tangan kirinya
melingkar dipinggang pria itu. “Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?” Satu alis
Beom terangkat. Ia melanjutkan seraya meraih bandul cincin yang menjuntai
didadanya, “Bukannya, kau akan menikahiku setelah aku siap dan memakai cincin
ini dijari manisku?”
“Kapan kau
akan siap? Dan harus berapa lama aku menunggu?” Lirih, tapi sangat tegas Kibum
mengutarakannya.
Kali ini
Beom bergeming. Tatapannya sendu, ia sedikit menggigit bibir bawahnya. Tidak
tahu bagaimana menjawabnya karena dia sendiri tidak begitu yakin kapan dirinya
akan siap dipersunting Direktur SM itu.
“Apa ada
hal yang mengganggu pikiranmu, oppa?”
“Jangan
mengalihkan pembicaraan. Jawablah dan beri aku kepastian, Beom-ah!”
Sekakmatt.
Beom sejenak menunduk dan mengambil napas panjang. Bibirnya hendak berkata tapi
masih ragu hingga terlihat bergetar. Ia takut apa yang dikatakannya akan
menusuk hati kekasihnya itu. Ia mencoba sebisa mungkin mengalihkan
pandangannya, saat ini ia tidak mau berpaut dengan tatapan mata yang menurutnya
sangat tajam itu. Kali ini dia beruntung, suara ketukan membuat mereka menoleh
kearah pintu.
“Donghae!”
Mereka memekik bersamaan. Bagi Kibum kedatangan Donghae tidak tepat, tapi bagi
Beom sebaliknya. Ia bersyukur karena Donghae menyelamatkannya, lebih tepatnya
ia seperti diberi kesempatan untuk menyusun kata-kata jika pertanyaan itu
datang lagi padanya.
“Tetaplah
menungguku oppa!” Pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Kibum. Dengan wajah
yang sudah kembali riang itu Beom segera menyambut kedatangan Donghae. “Oppa!”
Kibum
berpaling sejenak. Mencari kesibukkan untuk menyembunyikan wajah kesalnya itu.
Danhanya tersenyum tipis ke arah
Donghae kemudian berpaling lagi. Kecewa. Kepastiaan yang ingin ia dapatkan dari
kekasihnya itu tidak didapatkannya saat ini.
“Apa kalian
sudah makan?” tanya Donghae pada sepasang kekasih itu.
“Aku masih
sibuk. Kalian saja duluan,” balas Kibum tanpa melihat kearah Donghae. Tangannya
masih pura-pura sibuk membereskan berkas diatas meja kerjanya. Beom meraih
tangan Kibum hingga membuat pria itu menoleh padanya.
“Ayo kita
makan. Nanti kau bisa sakit.” ajak Beom dengan tatapan sayu seraya memohonnya.
Tapipria itu masih tetap pada
pendiriannya. Sekarang wajah kesalnya sangat terlihat jelas.
“Yah
sudah.. jangan sampai telat. Aku akan makan bersama
Donghae oppa, lalu pulang.” Kata Beom, sekilas mencium pipi kekasihnya itu.
Kemudian menarik lengan Donghae untuk segera pergi dari sana.
Sebelum
pergi makan siang ke sebuah restoran Italy. Beom dan Donghae menyempatkan diri
menemui Henry. Beom memberikan lukisan yang pernah dijanjikannya pada Henry.
Zhoumi membatu membuka lukisan itu dan sesaat kemudian alisnya saling bertaut
penuh tanya.
“Kapan nona
Park melukisnya? Apa kalian pernah pergi bersama sebelumnya?” tanya Zhoumi pada
Beom ketika melihat sosok Henry dalam kanvas itu.
Beom
terkekeh dan menjawabnya dengan candaan. “Itu lukisan gagalku. Entah kenapa, saat
aku melukis sebuah desa tiba-tiba Mr. Narsis ini mengganggu pikiranku.”
“Jadi, kau
melukisnya tanpa melihat objeknya?” timpal Donghae. Beom mengangguk.
“Eh.. itu
gambarku?” tanya Henry penasaran ketika mendengar semua orang membicarakannya.
“Apa aku terlihat keren?”
Hening. Ketiga
orang itu saling melirik secara bergantian. Pujiaan yang diharapkan Beom dari
Henry pupus sudah. Sepertinya ia telah salah memberi hadiah. Percuma saja,
sebagus-bagusnya lukisan itu, Henry tetap tidak bisa melihatnya. Beom tertunduk.
“Keren
sekali, Henry-ssi! Aku jadi iri padamu.” jawab Donghae. Beom menoleh kearahnya,
sedetik kemudian tangan pria itu sudah berada di pundak Beom untuk
menguatkannya.
“Ya Lee
Beom! Besok kau harus juga melukisku,” tambah Donghae mencoba mencairkan
suasana yang sempat hening itu.
“Wah hebat.
Nona Park memang berbakat!” hibur Zhoumi.
“Lee,
gomapta!” ucap Henry dengan senyuman.
“Nde..”
Beom langsung berpamitan dan pergi dari sana. Zhoumi mengernyit melihat kekasih
Direkturnya itu bergandengan tangan dengan pria lain. Bahkan ketika pria itu
merangkul pundaknya, ia tetap diam tanpa merasa risih.
“Apa Nona
Park berselingkuh?” gumam Zhoumi.
Selera
makan Beom tiba-tiba hilang. Ia hanya mengaduk-aduk makanan itu dengan garfunya. Gadis itu melamun. Sejenak ia
memandang keluar jendela, orang-orang yang lalu-lalang di sana lumayan bisa menghibur
hatinya yang masih merasa bersalah itu. Matanya menyipit ketika melihat seseorang
yang dikenalnya di sebrang jalan. Kemudian bibirnya menyungging saat melihat
kaki orang itu tersandung. “Bodoh!” gumamnya.
Henry.
Siapa lagi kalau bukan dia, pria buta itu selalu bisa membuatnya tersenyum. Henry
selalu ingin mandiri supaya bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena
itu dia selalu menolak ketika seseorang menggandeng tangannya. Begitulah
akibatnya, kakinya tersandung dan hampir terjatuh. Untunglah Zhoumi selalu
sabar terhadap tingkahnya itu dan selalu bersedia mendampinginya kemanapun.
Beom
terkesiap. Spaggetty yang
Donghae sodorkan tiba-tiba kemulutnya, terpaksa harus dimakannya. Donghae
menyuapinya supaya gadis itu tersadar dengan keberadaannya.
“Aku masih
disini, Beom!” ujar Donghae yang merasa terabaikan. “Sepertinya, kau sangat akrab
dengannya,” lanjutnya sambil menunjuk Henry dengan dagunya.
“Begitukah?
Oppa, kalau kau kekasihku. Apa kau akan merasa cemburu padanya?”
Pertanyaan
Beom barusan berhasil membuat Donghae tersedak. Ia buru-buru mengambil air dan
meminumnya. Entah merasa pertanyaan itu sangat lucu, atau ada hal lain yang
membuatnya terkejut seperti itu. Sejenak ia berdeham, kemudian mengusap
mulutnya dengan tisu. Berpura-pura santai supaya apa yang dipirikannya tidak sampai terbongkar. “Wae?
Apa Kibum cemburu padanya?” tanyanya asal.
“Mmm..
sangat! Dia selalu menyuruhku jaga jarak dengannya.”
Terlihat
pipi Beom mengembung, bibirnya mengerucut. Sepertinya dia tidak suka ketika
orang lain mengekangnya. Pikirnya, tidak ada salahnya jika seorang gadis
berteman dengan banyak pria. Baginya banyak teman itu sangatlah menyenangkan.
Seperti dulu, ketika dia masih tinggal di Andong. Memang banyak perubahan
setelah dia menjadi anak angkat Park Jungsoo, pergaulannya menjadi terbatas
karena orang-orang merasa segan padanya. Oleh sebab itu hanya orang-orang kelas
atas saja yang jadi temannya.
“Wajar
saja. Mungkin dia takut kau kena scandal dengannya.”
ucap Donghae. Satu alisnya terangkat
berharap Beom memahami opininya.
“Atau
sikapmu terlalu berlebihan. Makanya Kibum cemburu,” tambahnya.
“Ah tidak.
Sikapku padanya sama seperti aku memperlakukanmu, oppa! Aku hanya ingin
bersahabat dengannya saja.” Sekali lagi Beom mencoba membela diri. Sikapnya dan
perhatiannya pada Henry merupakan sesuatu yang masih dalam tahap kewajaran.
“Pendapat
orang kan beda-beda. Mungkin menurutmu wajar, tapi bagi Kibum tidak. Maka dari
itu, dituntut adanya saling pengertian.”
Beom hanya
tersenyum mendengar pendapat bijaksana sahabatnya itu. Memang benar, kalau
tidak ada saling pengertian maka hubungan mereka akan hancur. Dari upacan
Donghae barusan dia belajar untuk tidak egois. Dan lebih memahami hati
kekasihnya, Kibum.
Nyaman.
Perasaan ini selalu ada ketika Beom bersama Donghae. Seperti ada seorang
malaikat yang selalu menjaganya dan juga seperti ada seorang guru yang selalu
mengoreksi kesalahannya. Sempurna sudah, hidupnya dikelilingi orang-orang yang
menyayanginya. Perasaan seperti itulah yang ia dapatkan juga ketika bersama
Henry. Pria buta itu mampu menggantikan posisi Donghae ketika dia tidak berada disisinya.
“Sekarang?”
Donghae tampak terkejut mendengarkan berita yang masuk dalam ponselnya itu.
Wajahnya tiba-tiba menjadi panik dan langsung beranjak dari duduknya.
“Oppa,
wae?” Beom menahan lengan Donghae. Sejenak Donghae menghela napas panjang,
kemudian menggenggam kedua tangan gadis itu dengan tatapan nanar.
“Mianhae..
nanti aku meneleponmu. Aku harus pergi sekarang.” ucapnya buru-buru. Ia berbalik dan segera melangkah
pergi. Tapi, sedetik kemudian ia berbaliklagi dan memandang Beom dengan sedikit senyum yang dipaksakannya. Ia
mencium dahi gadis itu lalu benar-benar pergi meninggalkannya sendirian. Dan
sikap Donghae barusan, terlihat kembali oleh Zhoumi.
Entahlah
apa yang terjadi pada Donghae. Setelah satu minggu Beom baru mendapat email
kalau pria tampan itu sudah berada di China. Tidak ada penjelasan sama sekali
kenapa dia pergi tergesa-gesa saat itu. Dan sesekalinya Beom bertanya soal itu
pada Kibum, dia malah mendapatkan reaksi malas dari kekasihnya itu. Sangat menyebalkan.
Apa
yang dikatakan Donghae mungkin ada benarnya. Sepertinya Direktur SM itu tidak
begitu suka ketika melihat kekasihnya bersama dengan pria lain. Apapun alasannya
dia sangat membencinya. Maka dari itu untuk menghargai kekasihnya, Beom jadi
selalu bertemu di luar gedung SM setiap ada keperluan dengan Henry. Tanpa disadarinya,
sikapnya itu malah semakin membuat Kibum murka.
Main cast :
Henry Lau, Kim Kibum, Lee Beom / Lie Beom [OC]
Other cast
: Lee Donghae, Zhoumi, Hyosun [OC], Park Jungsoo
Sore ini
Kibum pulang cepat dari biasanya. Pikirannya tidak tenang dan selalu terpaut ke
rumah. Banyak hal yang ingin ia tanyakan, lebih tepatnya ia ingin mendapat
penjelasan dari kekasihnya, Lee Beom. Kejadian siang tadi benar-benar
membuatnya penasaran, ingin mengetahui apa saja yang dibicarakan kekasihnya itu
pada Henry, sampai-sampai mereka terlihat sangat akrab. Bahkan, Beom tidak
sempat menemuinya, padahal berada dalam gedung yang sama.
“Apa dia
benar-benar mengidolakannya?” pekik Kibum sebelum ia masuk ke dalam apartemennya.
Ia tertahan di balik pintu, memikirkan penting tidaknya pertanyaan yang akan di
ajukannya. Sejenak menghela napas, jari telunjuknya menekan tombol bel pintu.
Diam dan terus menunggu. Sayangnya, tidak ada yang membukakan pintu untuknya.
padahal ia ingin sekali melihat ekspresi pertama Beom, ada tidaknya rasa
bersalah pada dirinya. Pria tampan itu memutuskan untuk masuk dengan menekan
kode pintunya sendiri.
Suara
gemercik air membuatnya menoleh kesudut kiri ruangan. Sesosok bayangan terlihat
sangat seksi di balik kaca semi transfaran kamar mandi. Orang itu terlihat
menengadah, membiarkan seluruh tubuhnya di guyur ribuan air dari shower. Sesekali tangannya mengusap
lembut wajah dan rambutnya. Kibum terpaku, pemandangan sangat indah itu tidak
ingin ia lewatkan begitu saja. Matanya membulat lebar, antara syok dan tergoda
dengan tubuh semampai itu. Ia menelan air liurnya, hawa sekitarnya pun
tiba-tiba terasa panas. Pikirannya menjadi sedikit nakal. Andai saja.. yah,
andai saja ia bisa masuk dan mandi bersama kekasihnya itu. Kibum
menggeleng-gelengkan kepala, ia mencoba membuyarkan pikiran kotornya. Tidak ada
cara lain selain menghindar. Ia melangkahkan kakinya ke balkon, mencari udara
sejuk untuk menjernihkan otaknya.
Segar.
Tubuh gadis cantik itu kini sudah menjadi harum. Perpaduan antara harum shampoo dan sabun mandi ekstrak buah
menyeruak disekitarnya. Masih dengan kimono dan handuk yang disanggulkan
dikepala, Beom pergi ke balkon untuk sekedar mengeringkan rambutnya.
“Oppa!”
Kibum sedikit tercekat saat Beom memanggilnya. Dia masih melamun, pikirannya
tentang tubuh indah kekasihnya itu tidak mudah dihilangkan dari benaknya. Ia
tetap berdiri membelakangi Beom.
“Tumben,
jam segini sudah pulang,” Tidak mendapatkan balasan dari pujaan hatinya itu,
Beom hanya melirik sekilas. Kemudian duduk dikursi. Melepaskan handuk dikepalanya dan
mengibas-ngibaskan rambutnya supaya cepat kering.
Kibum
berbalik dan hanya memperhatikan tanpa sepatah katapun. Tatapan matanya
mendelik tajam. Merasakan tatapan Kibum sangat aneh, Beom pun tak mau kalah. Ia
mencoba menyelidik maksud tatapan aneh itu. Beberapa detik mereka hanya saling
pandang dengan satu alis terangkat.
“Ah, wae?
Kau membuatku takut oppa!” Beom beranjak dari duduknya lalu menghampiri Kibum.
Handuk bekas rambutnya ia kalungkan dileher pria berkemeja putih itu.
“Cepat
mandi!” titahnya sambil menutup hidung seperti mengejek. Kemudian tangannya
meraih dasi hendak membantu melepaskan. Mendapat perlakuan seperti itu, Kibum
menarik pinggang Beom dengan tangan kanannya. Tubuh mereka jadi merapat.
“Aku sedang
kesal padamu. Tapi, kenapa kau terus menggodaku,” ujar Kibum. Tangan kirinya
membelai halus pipi Beom seraya mengusap tetesan air yang masih tertinggal
diwajahnya.
Beom
mengernyit, “Kesal? Wae?”
“Tadi siang
kenapa kau tidak menemuiku? Malah asyik makan dengan orang yang baru dikenal.”
Beom mengernyit,
beberapa detik kemudian ia mengerti maksud sindiran itu mengarah pada Henry dan
Zhoumi. Gadis itu terkekeh melihat ekspresi kecemburuan kekasihnya. Bukannya
memberi penjelasan, ia malah dengan sengaja menggodanya.
“Oppa,
bukannya dirumah juga kita masih bisa ketemu? Lagian, aku ga ikut makan. Hanya
memberi bekal untuk mereka.” ucapnya datar membuat Kibum semakin terlihat
kesal.
Ia
melanjutkan dengan riang, “Ternyata, Henry itu orangnya menyenangkan.” Deretan
gigi putihnya terlihat sempurna.
Kibum
marah. Kali ini dia tidak berkomentar dan langsung pergi kedalam, duduk di sofa
sambil melepaskan kemejanya. Beom mengikuti. Sedikit tertawa puas karena
usahanya telah berhasil. “Oppa, kau marah?”
Kibum
menghiraukannya, hendak beranjak dari duduknya tapi Beom berhasil menahannya.
Ia langsung memeluk pria yang kini hanya mengenakan kaos dalam itu, “Mianhae..”
“Lepaskan!
Aku mau mandi.” Kibum mencoba melepaskan pelukan kekasihnya itu tapi tidak
berhasil karena Beom semakin mempererat pelukannya.
“Tadinya
bekal itu untukmu. Tapi, aku lihat kau sudah makan dengan Hyosun. Lalu tidak
sengaja bertemu Henry dan Zhoumi. Jadi aku berikan saja pada mereka.” papar
Beom jujur.
Penjelasan
itu membuat Kibum sedikit lega. Malah sekarang, dia yang jadi merasa bersalah.
“Kau
cemburu?” ujar Kibum seraya melepaskan pelukan. Ditatap dalam mata gadis
dihadapannya itu.
“Anni..”
“Terus?”
tatapan Kibum sedikit menyelidik.
“Aku hanya tidak ingin mengganggumu.” Tatapan
Kibum semakin tajam seolah meminta jawaban jujur dari Beom.
“Iya..
iya.. hanya sedikit!” bibir Beom sedikit mengerucut. Kesal, karena dustanya
harus ketahuan.
Kibum
tersenyum. Puas dan juga senang. Kemudian ia menarik tubuh Beom dan mendekapnya.
Beom POV
Aktivitas
baru. Sepertinya hari-hari kedepan akan sangat sibuk. Walaupun rencananya belum
pasti akan seperti apa. Tapi aku sangat antusias untuk berpartisipasi dalam
mensejahterakan desa Hahoe, tempat kelahiranku. Ada perasaan malu, ketika orang
lain dengan sukarela menyisihkan sebagian hartanya untuk panti asuhan taman
surga. Sementara aku, orang yang pernah
tinggal 6 tahun disana seperti melupakannya. Aku salah. Aku tidak akan seperti
itu lagi. Aku akan berusaha melawan traumaku dengan sesering mungkin pergi
kesana. Dan ini adalah jalannya.
End Beom POV
Langkahnya
sangat ringan. Dengan tas berisi nasi bekal yang mengait dibahunya, ia seperti
tanpa beban. Belum lagi berbagai cemilan yang ia jingjing dikedua tangannya. Sedikit
berlebihan, untuk bawaan yang hanya akan dimakan oleh dua orang. Kibum menatap
heran saat kekasihnya itu tiba di ruang kerjanya dengan membawa banyak makanan.
Senang dan juga geli karena merasa Beom menganggap kantornya itu seperti tempat
piknik.
Mereka
makan siang bersama. Bagi Beom, ini sebagai permintaan maaf karena hari
sebelumnya ia tidak jadi memberikan bekal untuk direktur SM itu. Setelah
selesai makan ia membantu pekerjaan Kibum. Cukup lama mereka berduaan, sampai
membuat sang sekertaris merasa terabaikan. Hyosun cemberut.
Beberapa
kali Hyosun masuk, basa-basi. Apa yang ia laporkan dan tanyakan termasuk tidak
penting. Seperti saat ini, untuk ke-5 kalinya ia masuk dan bertanya, ada
tidaknya sesuatu yang bisa dia bantu. Kibum hanya tersenyum dan berkata bahwa
dia akan memanggilnya kalau membutuhkannya.
Di sofa.
Beom sejenak menghentikan jari-jarinya menekan keyboard . sekilas melirik kerah Hyosun kemudian kembali fokus
kelayar laptop. Setelah Hyosun keluar
ruangan, Beom menghampiri direktur tampan itu dan duduk di atas meja kerjanya.
Sementara Kibum duduk dikursi dengan alis menaut.
“Wae?”
tanyanya.
Beom
melipat kedua tangannya didada. Sejenak diam dan menatap pria dihadapannya
dalam-dalam.
“Kau
beruntung dapat sekertaris yang rajin seperti dia.”
Mendengar
itu Kibum mengernyit. Menunggu apa yang akan dikatakan Beom selanjutnya.
“Tidak ada
pekerjaan pun, dia dengan gesit menawarkan diri,” bibir Beom melengkung.
Sedikit sinis.
Kibum
berdiri. Mendekatkan wajahnya kehadapan Beom. “Sekarang kau tahu kan, betapa
berbahayanya meninggalkan aku sendiri? Makanya, jangan pernah jauh dariku
lagi!”
Candaan
Kibum seperti sebuah peringatan, bahkan terdengar seperti sindiran mengingat
Beom pernah meninggalkannya ketika kuliah ke Paris. Ia menunduk, diam. Sejanak
pikirannya terusik oleh foto-foto dalam flashdisk
yang pernah dititipkan Siwon padanya 2 minggu yang lalu. Foto tentang
kebersamaan Kibum dan Hyosun, satu foto bahkan terlihat sangat intim. Tapi,
Beom berusaha menepisnya. Ia percaya kalau kekasihnya itu tidak mungkin
menghianatinya.
Cup~
Kibum
berhasil membuyarkan pikiran Beom dengan ciumannya. Sangat lembut dan manis
dibibirnya seperti madu. Pria itu tersenyum, lengkungan bibirnya terlihat
sempurna.
“Aku
senang melihatmu cemburu seperti itu.”
Ujarnya. Beberapa detik kemudian senyuman itu sudah menjadi tawaan kecil yang
melukiskan kepuasan.
Beom
mendongak dan kembali menatap tajam pada
kekasihnya itu. “Apa aku bisa mempercayaimu, oppa?” Serius dan terdengar lirih.
Kibum
mengangguk. “Hmm.. wae?”
“Jebal!
Jangan pernah menghianati kepercayaanku!”
Satu alis
Kibum terangkat. Apa yang telah dikatakan Beom barusan seperti mengandung maksud. Entah apa, dia yakin ada sesuatu yang
mengganggu pikiran kekasihnya itu.
“Apa yang
kau sembunyikan dariku?” tanya Kibum seraya membelai. Jari telunjuknya
mengusap-ngusap sisi pipi Beom. Kemudian menyibak rambut yang berada disana dan
mengaitkan ditelinga gadis itu.
“Aniyo..
hanya saja, aku ingin kau juga mempercayaiku. Sepeerti aku mempercayaimu.” Beom
tersenyum. Terlihat deretan gigi putihnya sangat rapih.
Kibum
mebalas, “Tentu. Aku juga mempercayaimu.”
Dikesempatan
itu Beom memberitahu Kibum tentang rencana yang akan dibuatnya bersama Henry.
Ia meminta izin supaya tidak terjadi
kesalahpahaman diantara mereka. Karena dengan kerjasama ini, secara otomatis
dia dan Henry akan selalu bertemu. Kibum tidak setuju, dia khawatir akan
terjadi scandal dimedia, mengingat
Henry adalah seorang public figure.
Alasan yang cukup masuk akal, tapi juga terlalu berlebihan menurut Beom. Ia
hanya terkekeh ketika Kibum melarangnya. Pikirnya, itu hanya alasan untuk
menutupi kecemburuannya saja. Setelah memohon dan memberi penjelasan panjang lebar, akhirnya
Kibum menyetujui. Walaupun ekspresinya wajahnya terlihat kurang ikhlas.
Hyosun POV
Kesal.
Marah. Rasanya ingin kubanting semua barang yang ada dimeja kerjaku ini.
Kecemburuanku terlihat sangat jelas. Entah harus bagaimana cara mengontrol
emosiku ini. Aku sejenak berpikir, apa flashdisk
dari Siwon tidak dilihat oleh nona Park? Harusnya ketika seorang wanita melihat
kekasihnya tertidur dibahu wanita lain, ia akan merasa geram. Tapi kenapa
dengan dia, seperti tidak ada sesuatu yang terjadi padanya. Aku yakin pasti
Nona Park melihatnya, dari tatapan matanya terlihat berbeda. Biasanya ia akan
tersenyum manis dan menyapaku. Tapi kali ini dia mendelik, ekspresi wajahnya
memperlihatkan ketidaksukaannya padaku.
Sekarang,
apalagi yang harus kulakukan?
End Hyosun POV
Ruang
musik. Seperti biasa, setelah menemui kekasihnya maka Beom akan menghabiskan
waktu di ruangan ini bersama Henry sampai jam pulang kerja. Setelah itu ia akan
pulang bersama dengan Kibum. Tidak lama, hanya sekitar 1-2 jam. Tapi, telah
banyak cerita di ruangan musik SM ini. Canda tawa selalu ada setiap harinya,
seperti kumpulan orang malas yang hanya diam dan membicarakan sesuatu yang
tidak penting. Mungkin begitulah saat orang awam melihatnya. Tapi, kenyataannya
tidak. Walaupun apa yang dikerjakan terkesan tidak serius dan hanya banyak
bicara, Beom membuktikan dengan hasil lukisan yang ia buat setiap harinya.
Dari
rundingan sebelumnya, ia dan Henry sepakat akan menyumbang lebih banyak dari
yang sebelumnya Henry lakukan. Oleh karena itu, mereka menyusun rencana dengan
sangat matang. Tidak jauh dari keahlian mereka berdua. Beom berencana membuat
sebuah pameran lukis dengan Henry sebagai bintang tamunya. Semua lukisannya
akan dilelang. Dengan dibantu oleh Zhoumi, ucara itu akan digelar minggu
mendatang.
“Lee, apa
kau sudah lama berhubungan dengan direktur Kim?” tanya Henry ragu. Sedikit
basa-basi tapi ia juga ingin tahu jawabannya. Menurutnya, Direktur Kim sangat
beruntung memiliki kekasih dengan kepribadian
hangat seperti Beom. Ia pikir, semua pria pasti ingin juga memilikinya.
“Wae? Apa
kau tertarik padaku?” Beom tertawa dan malah bertanya balik. Bercanda.
Henry
mencibir, “Cih~ Kenapa masih ada gadis narsis sepertimu didunia ini.
Beruntunglah aku tidak bisa melihat.” Beom menyernyit.
Henry
melanjutkan dengan suara pelan. Kakinya melangkah seperti akan melarikan diri.
“Kalau aku bisa melihatmu, sepertinya aku akan muntah saking muaknya.”
“YA!!”
Mendengar hinaan itu, tangan Beom reflex mengambil pensil dan melemparkannya
pada Henry. Tapi, sayangnya meleset.
Begitulah
setiap harinya mereka. Kadang membuat Zhoumi stres melihatnya. Saling
membanggakan diri kemudian menghina satu sama lain. Unik! Hubungan mereka
seperti sudah terjalin sangat lama, bisa saling mengerti dan memahami. Tahu,
sebatas mana mereka harus bercanda tanpa menyakiti hati keduanya. Walaupun
kadang dimata orang lain bercanda mereka terlalu berlebihan. Mereka seperti saling
terkait, saat salah satunya tidak ada maka akan ada yang terasa kurang. Aura
mereka terpancar jelas ketika sedang bersama. Apa yang mereka bicara selalu
mengalir begitu saja, kehangatan antar mereka selalu bisa membuat orang yang
melihatnya merasa iri.
“Awas saja,
Kalau sampai nanti kau jatuh cinta padaku!” Belum puas membalas, Beom dengan
lantang melontarkan perkataan yang berhasil membuat Henry tercekat. Tetapi,
pria yang selalu berkaca mata hitam itu pandai sekali berkilah saat merasa
tersudut.
“Mwo?
Seperti tidak ada yoeja lain saja.” Acting
yang ia buat terlihat meyakinkan. Padahal dihati kecilnya, ia juga mengakui
kalau perasaannya sudah berubah, dia menyukai kekasih direktur SM.
Ia
melanjutkan, “Aku akan mencintaimu. Kalau kau adalah yoeja terakhir di dunia
ini.”
Beom kehabisan
kata-kata. Cara lain untuk membalasnya adalah dengan memukulnya sampai puas.
Tapi sebelum sempat memukul, kakinya terpeleset dan jatuh menabrak Henry hingga
tersungkur ke lantai. Mereka berdua merintih sakit. Setelah itu Beom diam
mematung ketika kaca mata Henry terlepas olehnya. Tidak ada bola mata disana,
disekitar bagian matanya terlihat berwarna merah kehitam-hitaman.
“Gwenchana?”
tanya Henry khawatir.
Beom tidak
menjawab dan malah bertanya balik, “Apa ini sangat sakit?” Terdengar lirih,
tangannya meraba bagian mata Henry.
“Ani..”
Henry buru-buru menepis tangan Beom lalu meraba-raba lantai mencari kaca
matanya. Melihat Henry seperti itu Beom teriris. Iba, seperti melihat diri
sendiri. Tidak membayangkan jika kebutaan terus menimpa dirinya. Dia beruntung
karena tidak seperti itu. Dan air matanya menetes tanpa dia sadari, tangannya
meraih kaca mata dan menyerahkan pada Henry.
“Mianhae..”
ucapnya.
“Gwencahana?”
Tiba-tiba
sebuah suara lain terdengar sangat khawatir. Beom mendongak dan mendapati Kibum
sedang mengulurkan tangannya untuknya.
“Oppa!”
pekik Beom seraya menyambut tangan Kibum. Kemudian berdiri.
“Gwenchana
Henry-ssi?” tanya Kibum basa-basi. “Mianhae.. yoeja ini sangat ceroboh,”
lanjutnya.
“Gwenchana
Sajangnim. Aku yang salah.” ujar Henry merendah.
“Kalau ada
yang terasa sakit, lebih baik diperiksa ke Dokter.” Saran Kibum. Dan diiyakan
oleh Henry sebagai tanda setuju.
“Kajja!”
Kibum menarik tangan kekasihnya itu dan segera pergi setelah sebelumnya
berpamitan pada Henry.
Disepanjang
perjalanan pulang mereka hanya diam. Direktur SM itu bahkan terlihat dingin, ia
hanya melihat diam-diam seolah sedang menyelidik apa yang sedang dipikirkan
kekasihnya itu. Sedangkan Beom masih memikirkan kejadian tadi, sepertinya ada
sesuatu yang terjadi padanya. Ketika ia berhadapan sangat dekat dengan Henry,
jantungnya berhenti beberapa detik. Aneh, tiba-tiba ada perasaan ingin menjaga
dan mengasihinya.
Kibum POV
Apa yang
sedang dipikirkannya? Setiba dirumah, suasana masih sama. Beom terlihat terus
melamun. Bukannya dia harusnya meminta maaf padaku? Apa wajah kesalku ini tidak
disadarinya? Hampir setiap harinya aku melihat dia sangat akrab dengan
idolanya, Henry. Hubungan mereka bukan seperti seorang fans dengan idolanya. Tapi, seperti seorang teman yang sudah saling
mengenal sangat lama. Jujur, aku selalu berhasil dibuat cemburu oleh
kebersamaan mereka. Walaupun apa yang mereka bicarakan hanya sekedar candaan
biasa, tapi cara mereka mengeksprisikannya seperti terselip sebuah kasih
sayang. Setiap aku akan menjemputnya pulang, aku sengaja datang lebih awal.
Diam beberapa menit dibalik pintu hanya untuk mengetahui apa yang meraka
bicarakan dan mengawasi tingkah mereka. Kadang aku berlebihan, seperti tidak
percaya apa yang dilakukan Beom dibelakangku. Aku takut! Takut diantara mereka
ada perasaan yang tidak disadarinya. Bukannya, rasa sayang dan cinta itu datang
karena terbiasa?
End Kibum POV
“Apa tadi
ada yang luka?” tanya Kibum terpaksa, ia tidak bisa berdiam diri ketika
kekasihnya seolah mengaggapnya tidak ada. Mengalah, menghilangkan ego sendiri
demi keharmonisan hubungannya.
“Aniyo..”
Beom menoleh sejenak lalu kembali mengedarkan pandangannya keluar jendela.
“Sepertinya Henry yang terluka,” lanjutnya khawatir.
Kibum
tersenyum miris, sepertinya orang yang dicemaskannya malah mengkhawatirkan
orang lain. Ia melihat kekasihnya mengotak-atik tombol ponsel, mengetik sebuah
pesan. Dan sepertinya itu untuk Henry.
“Apa kau
tidak berlebihan padanya, Beom-ah?” Kibum mendekati Beom dan mengambil
ponselnya. Benar saja, satu pesan terkirim untuk Henry. “Kenapa kau begitu
peduli padanya?” ucapnya lagi sambil mengacungkan ponsel kekasihnya itu.
“Apa
maksudmu oppa?” Beom menatap heran. “Apa salah aku bertanya seperti itu pada
orang yang terluka olehku? Ia merebut ponselnya kembali, dan menatap tajam pria
pujaannya itu, “Sepertinya kau yang terlalu berlebihan oppa!”
Melihat
Beom menjauhinya. Kibum tercengang, tidak menyangka kekasihnya bakal seperti
itu. Ia menunduk dan tangannya mengepal menahan amarah.
Aku baik-baik saja. Walaupun ditabrak
olehmu seperti dihantam oleh truk bermuatan berton-ton beras xixixi..
Mendapat
balasan pesan seperti itu, Beom sedikit lega. Kekhawatirannya memang sedikit
berlebihan. Awalnya ia berpikir seperti itu, tapi ternyata yang membuatnya
cemas bukan keadaan Henry melainkan perasaannya. Hatinya susah untuk
dikendalikan, setiap saat pikirannya selalu terpaut pada artis SM itu.
“Oppa
mianhae..” Beom menghampiri Kibum yang sedang duduk di sofa sambil menonton tv.
“Aku hanya merasa bersalah saja padanya,” lanjutnya sambil duduk disamping
Kibum. Direktur SM itu menghiraukannya dan hanya melihat sekilas kemudian
kembali fokus ke tontonannya.
“Oppa!”
rengeknya lagi. Masih tidak ada respon dari kekasihnya, Beom mengapit wajah
Kibum dengan kedua tangannya kemudian membawanya kehadapannya, “Apa kau
benar-benar marah?”
“Tidurlah,
sudah malam!” titah Kibum seraya melepaskan tangan Beom dan mencoba berpaling
dari gadis dihadapannya itu. Tapi Beom dengan kokoh mengapit wajah kekasihnya
itu kemudian mencium bibir merahnya dengan lembut. Ia melepaskan ciumannya
kemudian menatap lekat-lekat pria itu. Melihat Kibum masih dingin padanya, ia
pun kembali mengarahkan bibirnya dan sedikit bermain dengan bibir kekasihnya
itu. Ia menggerakkan bibirnya seolah akan memakan mangsa dihadapanya, membuka
mulutnya dan memainkannya kebawah dan keatas seraya menghisap bibir lawannya.
“Kau sedang
meminta maaf atau sedang menggodaku?” tanya Kibum setelah Beom melepaskan
ciumannya. Ia menyunggingkan senyum nakalnya, “Aku tidak akan melepaskanmu,”
Kibum
memegang bahu Beom dengan sangat kuat. Sementara gadis itu mengalungkan
tangannya di leher Kibum. Kemudian mereka saling berciuman, lembut dan terasa
hangat. Keduanya saling mengemut bergantian, pelan dan cukup berlangsung lama.
Sampai tidak terasa posisinya pun sudah berubah dari yang semula. Kibum
sedikit-sedikit mulai mendorong tubuh kekasihnya itu sehingga ia jadi tertidur
di sofa putih itu. Dan ciumannya pun menjadi sangat nakal dan terlihat buas,
bukan hanya dibibir. Tapi sudah menjelajahi leher Beom dan membuat tanda merah
dibahu gadis itu. Bukan, lebih tepatnya di tengah-tengah antara bahu dan buah
dadanya.
“Oppa,
hentikan!” Beom menahan saat ia merasa tangan Kibum akan mulai menyentuh bagian
dadanya. Dengan napas yang tidak beraturan, gadis itu mencoba menyadarkan
kekasihnya. Kemudian ia bangkit dan membenarkan posisi duduknya.
Kibum
terlihat sedikit kecewa. Walaupun apa yang barusan dilakukannya tidak bermaksud
untuk menodai gadis pujaannya. Mungkin hanya terbawa suasana makanya dia
seperti itu, apalagi cuaca yang dingin sangat mendukung untuk saling
menghangatkan. “Mianhae..” ucapnya.
Beom meyandarkan
kepalanya di dada Kibum dan mengaitkan kedua tangannya dipinggang pria tampan
itu. “Saranghae..” ucapnya tulus.
“Jangan
terlalu berlebihan bercanda dengan Henry. Dan jangan lagi menantang seorang
namja.” ujar Kibum sambil mencium pucuk kepala Beom.
“Heh?” Beom
mendongak dengan satu alis terangkat, “Maksudnya?”
“Tadi kau
mengancam Henry. Awas saja kalau sampai
kau jatuh cinta padaku? Bukannya itu seperti kau memberinya sebuah
harapan?”
Beom
terkekeh, “Jadi kau marah gara-gara itu, oppa?”
“Ani.. Cuma
aku pikir kau terlalu berlebihan. Bagaimana kalau dia benar-benar jatuh cinta
padamu? Apa yang akan kau lakukan?”
“Emh..
bukannya itu bagus? Berarti aku hebat, bisa memiliki seorang Direktur SM
sekaligus artisnya.” canda Beom, ia masih bisa tertawa puas sekalipun
mendapatkan tatapan sinis dari kekasihnya.
“Ah, mana
mungkin aku melepaskanmu, oppa! Sangat bodoh jika aku melakukannya,”
Ungkapan
Beom itu berhasil membuat hati Kibum tenang. Tapi dia juga ingin sedikit
bercanda dengannya.
“Apa
maksudmu? Apa kau berhubungan denganku karena aku seorang Direktur SM?” Matanya
ia bulatkan lebar, melotot seperti sedang marah.
“Ya! Apa
dimatamu aku seperti yoeja yang matrealistis? Kalau karena harta aku bisa
mencari namja yang lebih lagi, bukan seperti oppa!” bibir Beom mengerucut,
merasa ia telah direndahkan oleh kekasihnya itu.
Kibum
tersenyum dan mencium kekasihnya itu sekilas kemudian mendekapnya erat.
“Tetaplah bersamaku sampai kita menikah dan mempunyai anak yang lucu-lucu,
tetap seperti ini selamanya.”