Selasa, 28 Februari 2012

FF/My Inspiration/Part 5/Henry Lau,Kim Kibum,Park LeeBeom [OC]/Romance,Friendship/PG+17



My Inspiration
By : Ulie Aya’aya Wae

Genre  : Romance, Friendship
Rate    : PG+17
Length : Chapter

Main cast : Henry Lau, Kim Kibum, Lee Beom / Lie Beom [OC]
Other cast : Lee Donghae, Zhoumi, Hyosun [OC], Park Jungsoo

Gaun merah marun menjadi pilihannya, setelah hampir setengah jam gadis itu mengobrak-abrik isi lemari. Gaun panjang dengan lengan pendek, dibagian dadanya berbentuk hurup V hingga memperlihatkan keindahan kalung putih berlian yang menjuntai dibagian dadanya. Seperti akan berkencan untuk pertama kalinya ia memoles wajahnya dengan sangat cantik. Rambutnya ia gerai kebawah dengan aksen ikal dibagian bawahnya. Sangat sempurna, yah.. ia ingin sangat sempurna dihadapan tamu-tamunya. Hari ini untuk pertama kalinya ia memamerkan hasil lukisannya ke semua orang. Dengan tema Art and Charity, Beom berencana menyumbangkan semua dana hasil lelang lukisannya ke sebuah panti di daerah Andong.
Para tamu yang hadir sangat terpukau dengan semua lukisan yang dipajang di dinding. Nuansa alam yang dilukiskan di sebuah kanvas itu seperti terlihat nyata. Hamparan sawah yang hijau dan pengunungan yang menujang tinggi. Juga, petani-petani yang sedang membajak sawah dengan kerbaunya dan saung-saung kecil yang ada dalam lukisan itu seolah mempertihatkan sebuah desa yang sebenarnya. Selain pemandangan alam, lukisan tokoh-tokoh yang sudah asing pun diperlihatkan. Kebanyakan adalah artis-artis SM sendiri dimana lukisan itu sangat unik karena dilukis tanpa sepengetahuan si artis tersebut. Ada yang sedang makan, sedang berjalan di area gedung SM, sedang melamun, sedang latihan dance dan kegiatan-kegiatan yang lainnya. Yang menarik perhatian para tamu adalah sebuah lukisan yang memperlihatkan keindahan langit di sore hari dengan layang-layang dan burung yang menghiasi langit tersebut. Dibagian bawahnya ada seorang pria yang sedang berdiri menyamping seolah sedang memandang keindahan langit yang sudah berwarna jingga itu. Itu menjadi lukisan yang paling diminati karena sosok yang ada dalam lukisan tersebut adalah Henry Lau, seorang artis SM yang sekarang menjadi bintang tamu dalam acara ini.
Beom masih mengapit lengan kekasihnya. Ia dengan direktur SM itu berjalan-jalan menghampiri tamu hanya untuk sekedar menyapa.  Kadang mereka berbincang, terlihat akrab dan sangat ramah membuat para tamu yang ingin bertanya merasa tidak sungkan. Beom menjawab dan menjelaskannya dengan rinci ketika ada tamu yang ingin mengetahui maksud lukisan yang ia buat. Kapan dibuatnya dan kenapa mengambil objek itu untuk dilukis, kadang pertanyaan yang dilontarkan tidak penting. Tapi Beom tetap menjawabnya dengan sedikit candaan. Beom sedikit menoleh ke panggung pertunjukan. Disana ada Henry yang dari tadi setia memainkan biolanya dan menunjukan keindahan suaranya. Lagu-lagu yang dibawakannya seolah menghipnotis semua orang hingga tidak mau beranjak pergi. Penghayatan yang diperlihatkanya sangat memukau. Sungguh sangat menyentuh, seolah kita mengalami sendiri kisah dalam lagu yang dibawakannya.
“Oppa, tunggu sebentar,”
Tanpa menunggu persetujaan Kibum, Beom pergi darinya dan menghampiri Henry yang sedang perform akustikan dipanggung. Ia menghampiri pria buta itu hanya untuk sekedar menyapa dan juga meng-request lagu. Ia tertegun melihat Henry bernyanyi, dengan jarak yang sangat dekat ia bisa melihat jelas ekspresi wajah Henry yang sendu, sesuai dengan lagu yang dibawakannya, Hurt by Christina Aguilera.
Sekali lagi Henry mendapat tepukan tangan dari orang banyak saat ia sudah menyelesaikan lagunya. Kali ini suara tepukan terdengar keras karena jarak yang sangat dekat. Beom menghampiri Henry dan menyapanya. Kemudian memujinya.
“Aku sungguh beruntung. Bisa melihat penampilan artis terkenal dengan gratisan,” Beom tertawa kecil, kemudian menepuk pundak Henry seolah memberitahu kedatangannya.

Henry sejenak meminta izin kepara tamu untuk istirahat. Kemudian turun dari panggung kecil itu bersama Beom lalu duduk di belakang panggung untuk sekedar mengganjal perutnya yang sudah mulai keroncongan.
“Bagaimana? Apakah banyak orang yang  datang?” tanya Henry sambil mengunyah kue yang tadi dibawakan Zhoumi.
“Mmm.. ini berkatmu. Sepertinya, orang-orang datang kesini hanya untuk melihatmu bukan karena lukisanku,” canda Beom. Dan ucapannya itu berhasil membuat Henry bangga. Dengan sombongnya, artis chabby itu menunjuk dirinya sendiri, angkuh. Melihat tingkahnya, Beom berdesis kesal. Untuk sekian kalinya ia menyesal telah memuji pria itu.
Henry bersiap-siap kembali untuk tampil. Dan siap menyanyikan lagu requestan dari Beom, ia hendak melangkah menuju panggung dengan bantuan para staff. Sementara Beom beranjak juga dari duduknya.
“Lee Beom!”
Panggil seseorang yang sedang berjalan menuju tempat dimana Henry dan Beom duduk tadi. Beom menoleh, sementara Henry memekik dengan suara yang seperti memanggil, “Beom?!”
Mendengar Henry memanggilnya juga, Beom sejenak melirik kearahnya. “Wae?”
Pria yang akan naik panggung itu, berdiri mematung. Kedua alisnya saling bertaut, penasaran. begitu juga dengan Beom. Terdengar tak biasa saat Henry memanggilnya ‘Beom’. Melihat tidak ada respon dari Henry, Beom menyambut orang yang tadi memanggilnya dengan sebuah pelukan. Seorang teman yang sudah lama tidak ditemuinya itu bernama Lee Donghae.


“Bogoshipo oppa! Bagaimana kau bisa ada disini?” Tangannya masih bergelayut di lengan Donghae. Bibirnya melengkung indah, membuat semua pria tidak ingin berpaling dari wajah yang sangat cantik itu.
“Kebeneran ada kerjaan yang harus aku urus disini.” ucap Donghae dengan senyuman. Pria yang sudah beberapa tahun kerja di China itu sedikit berbohong. Alasan sebenarnya adalah karena dia sangat merindukan kekasih Direktur SM itu.
“Kapan kau tiba di Seoul?”
“Tadi pagi. Apa Kibum tidak memberitahumu?”
Beom menggeleng, “Sepertinya dia terlalu sibuk jadi kelupaan. Apa kau sudah menemuinya?”
“Sudah. Aku ada disini, karena dia yang mengundangku.”
Tiba-tiba sebuah melodi yang sudah tidak asing lagi, mulai dimainkan. Lagu yang dibawakan Henry saat ini adalah lagu request-an dari Beom, Only hope by Mandy Moore.
“Heh.. Only hope?!” pekik Donghae ketika lagu favorite Beom mulai dimainkan. Pria itu pun mengajak Beom untuk dansa bersamanya. Walaupun awalnya Beom malu-malu, akhirnya ia menyetujui. Mereka saling berhadapan, kedua tangan Donghae berada di pinggang Beom. Sementara tangan gadis itu mengalung di leher Donghae. Langkah kaki mereka sangat kompak, terlihat seirama dengan lagu yang sedang dibawakan. Pandangan mereka saling berpaut, kemudian saling melempar senyuman yang sangat manis. Terlihat sekali ada rasa sayang diantara mereka hingga membuat orang yang melihatnya merasa kagum dengan persahabatan yang mereka perlihatkan.
Kibum menghampiri mereka setelah lagunya usai. Ia memeluk kekasihnya dari belakang dan menatap Donghae dengan tajam. “Kau tidak boleh meminjamnya lebih dari satu lagu. Arraso?!”
Ancaman Kibum itu berhasil membuat Donghae, Beom dan semua orang yang melihatnya tertawa. Dengan terpaksa Donghae harus menjauh dari pasangan dansanya itu. Wajahnya terlihat sendu seolah ia sedih harus melepas Beom. Dan akhirnya gadis itu pun kembali pada kekasihnya, tangannya bergelayut manja dan menyandarkan kepalanya dibahu Kibum.
Persahabatan mereka bertiga sudah terjalin selama lima tahun. Donghae lebih dulu mengenal Beom dari jejaring sosial. Mereka memutuskan untuk ketemu dan akhirnya berteman. Setelah itu Beom baru mengenal Kibum dari Donghae, karena dia suka ikut-ikutan ketika mereka akan pergi jalan-jalan. Dengan kata lain, Direktur SM itu adalah seorang pengganggu. Hari ini mereka seperti sedang reunian, bertemu di moment yang sangat penting bagi Beom. Sungguh membahagiakan disaat orang-orang yang disayanginya bisa hadir di pameran lukisannya yang pertama.

Acara art and charity itu berjalan dengan sukses. Hampir semua lukisan berhasil dilelang dengan harga tinggi. Hanya satu lukisan yang dibawa pulang dan dibungkus dengan rapi. Lukisan Henry yang sedang memandang langit sore itu sengaja tidak dilelang karena akan dihadiahkan pada artis multi talenta itu sebagai ucapan terima kasih. Benar-benar hari yang sangat melelahkan, tanpa melepaskan gaun merah marunnya Beom sudah tertidur pulas di kasur empuknya. Sementara Kibum masih berbicara sesuatu dengan Donghae di balkon. Dari bahasan yang mereka bicarakan, intinya Kibum mendesak Donghae untuk memberitahunya tentang masalah Beom yang tidak diketahuinya. Mimpi buruk yang selalu Beom alami, ia yakini ada masalah yang sedang terjadi. Rasa khawatir pada kekasihnya itu membuatnya sedikit mengorek keterangan dari Donghae, berharap pria itu mengetahuinya.
Donghae tertawa kecil, merasa apa yang ditanyakan Kibum sangatlah lucu. “Bagaimana aku tahu, kau kan kekasihnya. Pasti kau lebih banyak tahu tentang dia dari pada aku.” ujarnya santai. Apa yang ditanyakan Kibum membuatnya juga berpikir ada apa dengan gadis itu. Sedikit khawatir tapi ia masih bisa menyembunyikan rasa itu.
“Sudahlah, mungkin itu hanya mimpi buruk biasa,” lanjutnya menenangkan Kibum.
“Entahlah. Aku merasa mimpinya itu seperti sesuatu yang pernah dialaminya. Bahkan, disaat sudah sadar pun dia masih menjerit histeris seperti melihat kejadian yang menyeramkan sedang berlangsung dihadapannya.” Kibum menatap nanar kearah Donghae, masih berharap dia tahu sesuatu dan akan meberitahunya.
“Apa kau tidak pernah bertanya padanya langsung?” tanya Donghae, dia semakin khawatir.
Kibum menggeleng. Wajahnya terlihat lelah, entah karena khawatir atau kecapean. Ia terdiam, pasrah. Berharap malam ini mimpi buruk itu tidak mengganggu tidur kekasihnya. Donghae menepuk pundak Kibum, memberinya sedikit kekuatan untuk bisa tenang.
“Tidurlah. Dan jaga dia selalu, jangan biarkan dia tidur sendirian.” Pesan Donghae sambil melangkah kearah pintu dan kemudian berpamitan. Sejenak ia menoleh kearah Beom yang sedang tidur, sebelum akhirnya ia benar-benar meninggalkan apartemen sahabatnya itu.

01:00 pm. Kibum masih terjaga, hawa dingin dan kantuk yang ia rasakan seolah diabaikannya. Ia masih menjaganya, berbaring disamping kekasihnya yang sudah terlelap. Semenjak Beom selalu bermimpi buruk, ia selalu tidur terlambat. Sengaja membiarkan kekasihnya itu tertidur pulas terlebih dahulu, baru ia akan pindah dan tidur di kasurnya. Kebiasaan baru yang ia kerjakan, demi menjaga gadis tercintanya. Kibum memandang lekat-lekat gadis itu, pipinya ia belai dengan lembut kemudian ia cium sebagai tanda ucapan selamat tidur. Ia beranjak dari tempat tidur kekasihnya itu lalu beralih ke tempat tidurnya sendiri yang hanya berukuran 100 x 200 cm. ia berbaring dan akhirnya tertidur.
Beom bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung mandi dengan air hangat untuk menghilangkan rasa gerahnya karena kemarin malam ia langsung tertidur tanpa mencuci muka dan mandi terlebih dahulu. Setelah selesai, ia langsung menuju dapur dan membuat sarapan untuk dimakan bersama kekasihnya. Kali ini menunya sedikit berbeda, bukan roti panggang dan teh hangat seadanya. Ia memasak nasi, dengan lauk pauk kesukaan kekasihnya yaitu ayam teriyaki. Sebagai tambahan ia memasak sayur rumput laut untuk makanan pembukanya. Pukul 06:00 semuanya sudah beres, tinggal menyajikannya dimeja makan dan menunggu kekasihnya bangun. Sejenak ia melihat ke arah tempat tidur Kibum ketika membereskan dapurnya yang sedikit berantakan. Sepertinya kekasihnya itu tidak ada tanda-tanda untuk bangun cepat, ia pun menghampiri untuk membangunkannya.
“Oppa!” panggilnya sambil sedikit menggoyangkan tubuh Kibum.
“Oppa!” panggilnya lagi. Kali ini ia membelai pipi kekasihnya itu berharap tangannya yang dingin habis terkena air bisa membangunkannya. Tidak ada reaksi. Wajah kekasihnya yang terlihat lelah itu, mengurungkan Beom untuk membangunkannya. Ia pun pergi ke balkon untuk menjemur tubuhnya. Berdiri menghadap kota dengan mata terpejam, membiarkan sinar matahari masuk kedalam tubuhnya sampai menjadi sangat hangat. Tiba-tiba sebuah suara getaran yang berasal dari meja membuatnya sedikit menoleh ke ponselnya yang tergelatak di meja bundar itu.  
Morning..
Pesan pertama yang masuk ke inbox ponselnya pagi ini, membuat bibirnya melengkung indah. Ucapan selamat pagi itu berhasil mebuat hatinya senang. Entahlah, si pengirim pesan punya magic apa hingga membuatnya terus tersenyum saat saling berbalas pesan singkat itu. Senyumannya yang mengembang itu menjadi perhatiaan pria yang baru saja terbangun, ia sedikit menyipitkan matanya kemudian menghampiri gadis itu. Beom terkesiap saat sebuah tangan menyentuh pundaknya, sedikit terganggu saat hal yang menyenangkannya dengan Henry harus diakhiri. Saling berbalas sms pun akhirnya terputus.
“Ada kabar apa. Pagi-pagi sudah senyum-senyum sendiri?”
Beom hanya tersenyum menjawab pertanyaan kekasihnya itu dan malah melontarkan pertanyaan balik, “Apa kau bergadang dengan Donghae oppa? Tumben jam segini baru bangun.”
“Mmm..” Kibum hanya bergumam lalu mengepal tangan gadis disampingnya itu. Matanya memandang lurus ke depan melihat keindahan kota Seoul pagi hari. “Apa kau tahu, kalau aku sangat mencemaskanmu, Beom-ah!” batinnya.
Merasakan genggaman tangan Kibum sangat erat, Beom sedikit menoleh sebelum akhirnya ia menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Memberikan sedikit kekuatan untuk kekasihnya yang terlihat cemas itu.
Ting.. tong..
Pandangan mereka beralih kearah pintu. Terlihat kedua alis mereka saling bertaut. Heran, tidak biasanya tempat tinggal mereka di datangi tamu sepagi ini. Bahkan, sangat jarang dikunjungi orang lain.
“Biar aku yang buka.” Beom menuju ke arah pintu. Sejenak melihat monitor pintu, dan mendapati wajah Donghae seolah sedang mengetuk-ngetuk ke arahnya. Ia tersenyum, dan segera membukakan pintu untuk pria yang sudah dianggap sebagai kakaknya itu.
“Pagi-pagi sekali. Ada perlu apa dengan Kibum oppa? Dia bahkan belum mandi sama sekali.” Ujarnya sambil membarengi langkah Donghae menuju sofa. Sejenak menoleh kearah pria itu ingin mencari tahu.
Donghae tersenyum kecil membuat Beom menatap curiga kearahnya. “Kau kesini hanya untuk..?” Kalimat Beom tertahan, mencoba menerka maksud kedatangannya. Tapi Donghae langsung meng-iyakan dengan menjawab.”Benar sekali! Aku kesini untuk sarapan,” Ia terkekeh dengan punggung tangan yang menempel dibibirnya.
Beom mendengus, “Dasar!”
Setelah Kibum selesai mandi. Mereka makan bersama dengan lauk-pauk yang sudah disediakan. Sangat beruntung untuk Donghae karena kali ini dia bisa sarapan dengan menu yang cukup special. Beberapa kali Donghae mencuri-curi pandang kearah Beom, diperhatikannya wajah gadis itu berharap dia selalu menemukan kebahagiaan disana. Apa yang telah diceritakan Kibum padanya, membuatnya sedikit khawatir terhadap keadaan Beom.
“Apa tidurmu nyenyak, Beom?”
Pertanyaan Donghae barusan membuat Beom sejenak menahan nasi yang akan masuk kemulutnya. Ia menoleh kemudian mengangguk sebagai jawaban. Sementara Kibum mengerlingkan matanya kearah mereka berdua secara bergantian. Aneh, ia melihat kekhawatiran berlebihan diwajah Donghae dan kepuasaan ketika Beom mengangguk menjawab pertanyaannya.
“Kau tidak mimpi buruk lagi?” tanya Kibum memastikan.
Beom tersenyum, “Ani.. Jangan khawatir oppa, aku baik-baik saja.” ucapnya memberi ketenangan pada kekasihnya itu. Dan juga Donghae yang mendengarnya.
“Oh yah, sampai kapan kau di Seoul?” tanya Kibum pada Donghae. Beom pun ikut menatap ingin mengetahui.
“Entahlah, mungkin satu sampai dua minggu. Wae?” Donghae bertanya balik.
“Aniyo..” jawab Kibum datar lalu ia meneruskan kembali makannya yang tinggal beberapa suap lagi.
“Oppa, kenapa tidak tinggal disini saja?” Beom ikut bicara, wajahnya sedikit berharap dan suaranya terdengar manja.
Terbentuk lengkungan bibir yang sangat indah diwajah Donghae. Senyuman seperti itu yang telah membuat banyak gadis meleleh olehnya. Senyuman kecil yang hanya memperlihatkan sedikit gigi putihnya. Sungguh mempesona.
“Mmm.. aku juga ingin. Sangat!” sejenak menghela napas, seperti ada yang mengganjal dalam hatinya.
“Wae? Apa karena pekerjaan?” timpal Beom. Donghae mengangguk, dusta.
“Oppa, kerja saja di SM,” lanjutnya sambil sedikit melirik ke arah Kibum.
Kibum mendongak, ingin melihat tanggapan Donghae tentang usul Beom itu. Donghae sekali lagi hanya tersenyum sambil beranjak dari duduknya kemudian sedikit mengacak rambut Beom ketika melangkah menuju dapur. Beom mengembungkan pipinya. Sementara Kibum tercekat dengan perlakuan Donghae pada kekasihnya itu.

Kibum sejenak menghentikan pekerjaan yang menumpuk di mejanya. Ia merebahkan tubuhnya di kursi empuk itu sampai akhirnya terlelap. Sejam.. dua jam.. tidak ada tanda-tanda Direktur SM itu untuk bangun. Sepertinya tidurnya yang selalu telat, membuatnya sangat mengantuk. Bahkan, kedatangan Beom di ruangan itu tidak membuatnya membuka mata. Gadis itu sibuk menggantikan pekerjaan kekasihnya yang tertunda. Tanpa mengharapkan bayaran, ia dengan telaten mengerjakannya. Jam makan siang sudah hampir berakhir, perutnya yang dari tadi sudah berbunyi tidak bisa ditahan-tahan lagi. Ia menghampiri Kibum, kemudian sedikit membungkukkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan pria cute itu. Ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Kibum lembut. Direktur SM itu terkesiap, mimpi siangnya yang indah disambut dengan kecupan manis yang nyata.
“Bangun! Ayo kita makan.” ucap Beom sambil menepuk pipi Kibum supaya cepat tersadar. Kibum meraih tangan kekasihnya itu. Berdiri dihadapannya kemudian mendekapnya.
“Bisakah kau membuat mimpiku barusan jadi nyata, Beom?” ucapnya masih dengan posisi mendekap Beom.
“Ayo, kita menikah,” lanjutnya seraya melepaskan dekapannya. Dan beralih menatap lekat-lekat gadis dihadapannya. Sendu, seperti takut kehilangan cinta dari kekasihnya itu.
Beom tersenyum tipis, tangan kanannya mengusap pipi Kibum. Semantara tangan kirinya melingkar dipinggang pria itu. “Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?” Satu alis Beom terangkat. Ia melanjutkan seraya meraih bandul cincin yang menjuntai didadanya, “Bukannya, kau akan menikahiku setelah aku siap dan memakai cincin ini dijari manisku?”
“Kapan kau akan siap? Dan harus berapa lama aku menunggu?” Lirih, tapi sangat tegas Kibum mengutarakannya.
Kali ini Beom bergeming. Tatapannya sendu, ia sedikit menggigit bibir bawahnya. Tidak tahu bagaimana menjawabnya karena dia sendiri tidak begitu yakin kapan dirinya akan siap dipersunting Direktur SM itu.
“Apa ada hal yang mengganggu pikiranmu, oppa?”
“Jangan mengalihkan pembicaraan. Jawablah dan beri aku kepastian, Beom-ah!”
Sekakmatt. Beom sejenak menunduk dan mengambil napas panjang. Bibirnya hendak berkata tapi masih ragu hingga terlihat bergetar. Ia takut apa yang dikatakannya akan menusuk hati kekasihnya itu. Ia mencoba sebisa mungkin mengalihkan pandangannya, saat ini ia tidak mau berpaut dengan tatapan mata yang menurutnya sangat tajam itu. Kali ini dia beruntung, suara ketukan membuat mereka menoleh kearah pintu.
“Donghae!” Mereka memekik bersamaan. Bagi Kibum kedatangan Donghae tidak tepat, tapi bagi Beom sebaliknya. Ia bersyukur karena Donghae menyelamatkannya, lebih tepatnya ia seperti diberi kesempatan untuk menyusun kata-kata jika pertanyaan itu datang lagi padanya.
“Tetaplah menungguku oppa!” Pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Kibum. Dengan wajah yang sudah kembali riang itu Beom segera menyambut kedatangan Donghae. “Oppa!”
Kibum berpaling sejenak. Mencari kesibukkan untuk menyembunyikan wajah kesalnya itu. Dan  hanya tersenyum tipis ke arah Donghae kemudian berpaling lagi. Kecewa. Kepastiaan yang ingin ia dapatkan dari kekasihnya itu tidak didapatkannya saat ini.
“Apa kalian sudah makan?” tanya Donghae pada sepasang kekasih itu.
“Aku masih sibuk. Kalian saja duluan,” balas Kibum tanpa melihat kearah Donghae. Tangannya masih pura-pura sibuk membereskan berkas diatas meja kerjanya. Beom meraih tangan Kibum hingga membuat pria itu menoleh padanya.
“Ayo kita makan. Nanti kau bisa sakit.” ajak Beom dengan tatapan sayu seraya memohonnya. Tapi  pria itu masih tetap pada pendiriannya. Sekarang wajah kesalnya sangat terlihat jelas.
“Yah sudah.. jangan sampai telat. Aku akan makan bersama Donghae oppa, lalu pulang.” Kata Beom, sekilas mencium pipi kekasihnya itu. Kemudian menarik lengan Donghae untuk segera pergi dari sana.

Sebelum pergi makan siang ke sebuah restoran Italy. Beom dan Donghae menyempatkan diri menemui Henry. Beom memberikan lukisan yang pernah dijanjikannya pada Henry. Zhoumi membatu membuka lukisan itu dan sesaat kemudian alisnya saling bertaut penuh tanya.
“Kapan nona Park melukisnya? Apa kalian pernah pergi bersama sebelumnya?” tanya Zhoumi pada Beom ketika melihat sosok Henry dalam kanvas itu.
Beom terkekeh dan menjawabnya dengan candaan. “Itu lukisan gagalku. Entah kenapa, saat aku melukis sebuah desa tiba-tiba Mr. Narsis ini mengganggu pikiranku.”
“Jadi, kau melukisnya tanpa melihat objeknya?” timpal Donghae. Beom mengangguk.
“Eh.. itu gambarku?” tanya Henry penasaran ketika mendengar semua orang membicarakannya. “Apa aku terlihat keren?”
Hening. Ketiga orang itu saling melirik secara bergantian. Pujiaan yang diharapkan Beom dari Henry pupus sudah. Sepertinya ia telah salah memberi hadiah. Percuma saja, sebagus-bagusnya lukisan itu, Henry tetap tidak bisa melihatnya. Beom tertunduk.
“Keren sekali, Henry-ssi! Aku jadi iri padamu.” jawab Donghae. Beom menoleh kearahnya, sedetik kemudian tangan pria itu sudah berada di pundak Beom untuk menguatkannya.
“Ya Lee Beom! Besok kau harus juga melukisku,” tambah Donghae mencoba mencairkan suasana yang sempat hening itu.
“Wah hebat. Nona Park memang berbakat!” hibur Zhoumi.
“Lee, gomapta!” ucap Henry dengan senyuman.
“Nde..” Beom langsung berpamitan dan pergi dari sana. Zhoumi mengernyit melihat kekasih Direkturnya itu bergandengan tangan dengan pria lain. Bahkan ketika pria itu merangkul pundaknya, ia tetap diam tanpa merasa risih.
“Apa Nona Park berselingkuh?” gumam Zhoumi.

Selera makan Beom tiba-tiba hilang. Ia hanya mengaduk-aduk makanan itu dengan garfunya. Gadis itu melamun. Sejenak ia memandang keluar jendela, orang-orang yang lalu-lalang di sana lumayan bisa menghibur hatinya yang masih merasa bersalah itu. Matanya menyipit ketika melihat seseorang yang dikenalnya di sebrang jalan. Kemudian bibirnya menyungging saat melihat kaki orang itu tersandung. “Bodoh!” gumamnya.
Henry. Siapa lagi kalau bukan dia, pria buta itu selalu bisa membuatnya tersenyum. Henry selalu ingin mandiri supaya bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu dia selalu menolak ketika seseorang menggandeng tangannya. Begitulah akibatnya, kakinya tersandung dan hampir terjatuh. Untunglah Zhoumi selalu sabar terhadap tingkahnya itu dan selalu bersedia mendampinginya kemanapun.
Beom terkesiap. Spaggetty yang Donghae sodorkan tiba-tiba kemulutnya, terpaksa harus dimakannya. Donghae menyuapinya supaya gadis itu tersadar dengan keberadaannya.
“Aku masih disini, Beom!” ujar Donghae yang merasa terabaikan. “Sepertinya, kau sangat akrab dengannya,” lanjutnya sambil menunjuk Henry dengan dagunya.
“Begitukah? Oppa, kalau kau kekasihku. Apa kau akan merasa cemburu padanya?”
Pertanyaan Beom barusan berhasil membuat Donghae tersedak. Ia buru-buru mengambil air dan meminumnya. Entah merasa pertanyaan itu sangat lucu, atau ada hal lain yang membuatnya terkejut seperti itu. Sejenak ia berdeham, kemudian mengusap mulutnya dengan tisu. Berpura-pura santai supaya apa yang dipirikannya tidak sampai terbongkar. “Wae? Apa Kibum cemburu padanya?” tanyanya asal.
“Mmm.. sangat! Dia selalu menyuruhku jaga jarak dengannya.”
Terlihat pipi Beom mengembung, bibirnya mengerucut. Sepertinya dia tidak suka ketika orang lain mengekangnya. Pikirnya, tidak ada salahnya jika seorang gadis berteman dengan banyak pria. Baginya banyak teman itu sangatlah menyenangkan. Seperti dulu, ketika dia masih tinggal di Andong. Memang banyak perubahan setelah dia menjadi anak angkat Park Jungsoo, pergaulannya menjadi terbatas karena orang-orang merasa segan padanya. Oleh sebab itu hanya orang-orang kelas atas saja yang jadi temannya.
“Wajar saja. Mungkin dia takut kau kena scandal dengannya.”  ucap Donghae. Satu alisnya terangkat berharap Beom memahami opininya.
“Atau sikapmu terlalu berlebihan. Makanya Kibum cemburu,” tambahnya.
“Ah tidak. Sikapku padanya sama seperti aku memperlakukanmu, oppa! Aku hanya ingin bersahabat dengannya saja.” Sekali lagi Beom mencoba membela diri. Sikapnya dan perhatiannya pada Henry merupakan sesuatu yang masih dalam tahap kewajaran.
“Pendapat orang kan beda-beda. Mungkin menurutmu wajar, tapi bagi Kibum tidak. Maka dari itu, dituntut adanya saling pengertian.”
Beom hanya tersenyum mendengar pendapat bijaksana sahabatnya itu. Memang benar, kalau tidak ada saling pengertian maka hubungan mereka akan hancur. Dari upacan Donghae barusan dia belajar untuk tidak egois. Dan lebih memahami hati kekasihnya, Kibum.
Nyaman. Perasaan ini selalu ada ketika Beom bersama Donghae. Seperti ada seorang malaikat yang selalu menjaganya dan juga seperti ada seorang guru yang selalu mengoreksi kesalahannya. Sempurna sudah, hidupnya dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. Perasaan seperti itulah yang ia dapatkan juga ketika bersama Henry. Pria buta itu mampu menggantikan posisi Donghae ketika dia tidak berada disisinya.
“Sekarang?” Donghae tampak terkejut mendengarkan berita yang masuk dalam ponselnya itu. Wajahnya tiba-tiba menjadi panik dan langsung beranjak dari duduknya.
“Oppa, wae?” Beom menahan lengan Donghae. Sejenak Donghae menghela napas panjang, kemudian menggenggam kedua tangan gadis itu dengan tatapan nanar.
“Mianhae.. nanti aku meneleponmu. Aku harus pergi sekarang.” ucapnya buru-buru. Ia berbalik dan segera melangkah pergi. Tapi, sedetik kemudian ia berbalik  lagi dan memandang Beom dengan sedikit senyum yang dipaksakannya. Ia mencium dahi gadis itu lalu benar-benar pergi meninggalkannya sendirian. Dan sikap Donghae barusan, terlihat kembali oleh Zhoumi.

Entahlah apa yang terjadi pada Donghae. Setelah satu minggu Beom baru mendapat email kalau pria tampan itu sudah berada di China. Tidak ada penjelasan sama sekali kenapa dia pergi tergesa-gesa saat itu. Dan sesekalinya Beom bertanya soal itu pada Kibum, dia malah mendapatkan reaksi malas dari kekasihnya itu. Sangat menyebalkan.
Apa yang dikatakan Donghae mungkin ada benarnya. Sepertinya Direktur SM itu tidak begitu suka ketika melihat kekasihnya bersama dengan pria lain. Apapun alasannya dia sangat membencinya. Maka dari itu untuk menghargai kekasihnya, Beom jadi selalu bertemu di luar gedung SM setiap ada keperluan dengan Henry. Tanpa disadarinya, sikapnya itu malah semakin membuat Kibum murka.


Continue..

FF/My Inspiration/Part 4/Henry Lau, Kim kibum, Park Lee Beom [OC]/Romance, Friendship/PG+17



My Inspiration
By : Ulie Aya’aya Wae


Genre  : Romance, Friendship
Rate    : PG+17
Length : Chapter

Main cast : Henry Lau, Kim Kibum, Lee Beom / Lie Beom [OC]
Other cast : Lee Donghae, Zhoumi, Hyosun [OC], Park Jungsoo


Sore ini Kibum pulang cepat dari biasanya. Pikirannya tidak tenang dan selalu terpaut ke rumah. Banyak hal yang ingin ia tanyakan, lebih tepatnya ia ingin mendapat penjelasan dari kekasihnya, Lee Beom. Kejadian siang tadi benar-benar membuatnya penasaran, ingin mengetahui apa saja yang dibicarakan kekasihnya itu pada Henry, sampai-sampai mereka terlihat sangat akrab. Bahkan, Beom tidak sempat menemuinya, padahal berada dalam gedung yang sama.
“Apa dia benar-benar mengidolakannya?” pekik Kibum sebelum ia masuk ke dalam apartemennya. Ia tertahan di balik pintu, memikirkan penting tidaknya pertanyaan yang akan di ajukannya. Sejenak menghela napas, jari telunjuknya menekan tombol bel pintu. Diam dan terus menunggu. Sayangnya, tidak ada yang membukakan pintu untuknya. padahal ia ingin sekali melihat ekspresi pertama Beom, ada tidaknya rasa bersalah pada dirinya. Pria tampan itu memutuskan untuk masuk dengan menekan kode pintunya sendiri.
Suara gemercik air membuatnya menoleh kesudut kiri ruangan. Sesosok bayangan terlihat sangat seksi di balik kaca semi transfaran kamar mandi. Orang itu terlihat menengadah, membiarkan seluruh tubuhnya di guyur ribuan air dari shower. Sesekali tangannya mengusap lembut wajah dan rambutnya. Kibum terpaku, pemandangan sangat indah itu tidak ingin ia lewatkan begitu saja. Matanya membulat lebar, antara syok dan tergoda dengan tubuh semampai itu. Ia menelan air liurnya, hawa sekitarnya pun tiba-tiba terasa panas. Pikirannya menjadi sedikit nakal. Andai saja.. yah, andai saja ia bisa masuk dan mandi bersama kekasihnya itu. Kibum menggeleng-gelengkan kepala, ia mencoba membuyarkan pikiran kotornya. Tidak ada cara lain selain menghindar. Ia melangkahkan kakinya ke balkon, mencari udara sejuk untuk menjernihkan otaknya.

Segar. Tubuh gadis cantik itu kini sudah menjadi harum. Perpaduan antara harum shampoo dan sabun mandi ekstrak buah menyeruak disekitarnya. Masih dengan kimono dan handuk yang disanggulkan dikepala, Beom pergi ke balkon untuk sekedar mengeringkan rambutnya.
“Oppa!” Kibum sedikit tercekat saat Beom memanggilnya. Dia masih melamun, pikirannya tentang tubuh indah kekasihnya itu tidak mudah dihilangkan dari benaknya. Ia tetap berdiri membelakangi Beom.
“Tumben, jam segini sudah pulang,” Tidak mendapatkan balasan dari pujaan hatinya itu, Beom hanya melirik sekilas. Kemudian duduk dikursi.  Melepaskan handuk dikepalanya dan mengibas-ngibaskan rambutnya supaya cepat kering.
Kibum berbalik dan hanya memperhatikan tanpa sepatah katapun. Tatapan matanya mendelik tajam. Merasakan tatapan Kibum sangat aneh, Beom pun tak mau kalah. Ia mencoba menyelidik maksud tatapan aneh itu. Beberapa detik mereka hanya saling pandang dengan satu alis terangkat.
“Ah, wae? Kau membuatku takut oppa!” Beom beranjak dari duduknya lalu menghampiri Kibum. Handuk bekas rambutnya ia kalungkan dileher pria berkemeja putih itu.
“Cepat mandi!” titahnya sambil menutup hidung seperti mengejek. Kemudian tangannya meraih dasi hendak membantu melepaskan. Mendapat perlakuan seperti itu, Kibum menarik pinggang Beom dengan tangan kanannya. Tubuh mereka jadi merapat.
“Aku sedang kesal padamu. Tapi, kenapa kau terus menggodaku,” ujar Kibum. Tangan kirinya membelai halus pipi Beom seraya mengusap tetesan air yang masih tertinggal diwajahnya.
Beom mengernyit, “Kesal? Wae?”
“Tadi siang kenapa kau tidak menemuiku? Malah asyik makan dengan orang yang baru dikenal.”
Beom mengernyit, beberapa detik kemudian ia mengerti maksud sindiran itu mengarah pada Henry dan Zhoumi. Gadis itu terkekeh melihat ekspresi kecemburuan kekasihnya. Bukannya memberi penjelasan, ia malah dengan sengaja menggodanya.
“Oppa, bukannya dirumah juga kita masih bisa ketemu? Lagian, aku ga ikut makan. Hanya memberi bekal untuk mereka.” ucapnya datar membuat Kibum semakin terlihat kesal.
Ia melanjutkan dengan riang, “Ternyata, Henry itu orangnya menyenangkan.” Deretan gigi putihnya terlihat sempurna.
Kibum marah. Kali ini dia tidak berkomentar dan langsung pergi kedalam, duduk di sofa sambil melepaskan kemejanya. Beom mengikuti. Sedikit tertawa puas karena usahanya telah berhasil. “Oppa, kau marah?”
Kibum menghiraukannya, hendak beranjak dari duduknya tapi Beom berhasil menahannya. Ia langsung memeluk pria yang kini hanya mengenakan kaos dalam itu, “Mianhae..”
“Lepaskan! Aku mau mandi.” Kibum mencoba melepaskan pelukan kekasihnya itu tapi tidak berhasil karena Beom semakin mempererat pelukannya.
“Tadinya bekal itu untukmu. Tapi, aku lihat kau sudah makan dengan Hyosun. Lalu tidak sengaja bertemu Henry dan Zhoumi. Jadi aku berikan saja pada mereka.” papar Beom jujur.
Penjelasan itu membuat Kibum sedikit lega. Malah sekarang, dia yang jadi merasa bersalah.
“Kau cemburu?” ujar Kibum seraya melepaskan pelukan. Ditatap dalam mata gadis dihadapannya itu.
“Anni..”
“Terus?” tatapan Kibum sedikit menyelidik.
“Aku  hanya tidak ingin mengganggumu.” Tatapan Kibum semakin tajam seolah meminta jawaban jujur dari Beom.
“Iya.. iya.. hanya sedikit!” bibir Beom sedikit mengerucut. Kesal, karena dustanya harus ketahuan.
Kibum tersenyum. Puas dan juga senang. Kemudian ia menarik tubuh Beom dan mendekapnya.

Beom POV
Aktivitas baru. Sepertinya hari-hari kedepan akan sangat sibuk. Walaupun rencananya belum pasti akan seperti apa. Tapi aku sangat antusias untuk berpartisipasi dalam mensejahterakan desa Hahoe, tempat kelahiranku. Ada perasaan malu, ketika orang lain dengan sukarela menyisihkan sebagian hartanya untuk panti asuhan taman surga.  Sementara aku, orang yang pernah tinggal 6 tahun disana seperti melupakannya. Aku salah. Aku tidak akan seperti itu lagi. Aku akan berusaha melawan traumaku dengan sesering mungkin pergi kesana. Dan ini adalah jalannya.
End Beom POV

Langkahnya sangat ringan. Dengan tas berisi nasi bekal yang mengait dibahunya, ia seperti tanpa beban. Belum lagi berbagai cemilan yang ia jingjing dikedua tangannya. Sedikit berlebihan, untuk bawaan yang hanya akan dimakan oleh dua orang. Kibum menatap heran saat kekasihnya itu tiba di ruang kerjanya dengan membawa banyak makanan. Senang dan juga geli karena merasa Beom menganggap kantornya itu seperti tempat piknik.
Mereka makan siang bersama. Bagi Beom, ini sebagai permintaan maaf karena hari sebelumnya ia tidak jadi memberikan bekal untuk direktur SM itu. Setelah selesai makan ia membantu pekerjaan Kibum. Cukup lama mereka berduaan, sampai membuat sang sekertaris merasa terabaikan. Hyosun cemberut.
Beberapa kali Hyosun masuk, basa-basi. Apa yang ia laporkan dan tanyakan termasuk tidak penting. Seperti saat ini, untuk ke-5 kalinya ia masuk dan bertanya, ada tidaknya sesuatu yang bisa dia bantu. Kibum hanya tersenyum dan berkata bahwa dia akan memanggilnya kalau membutuhkannya.
Di sofa. Beom sejenak menghentikan jari-jarinya menekan keyboard . sekilas melirik kerah Hyosun kemudian kembali fokus kelayar laptop. Setelah Hyosun keluar ruangan, Beom menghampiri direktur tampan itu dan duduk di atas meja kerjanya. Sementara Kibum duduk dikursi dengan alis menaut.
“Wae?” tanyanya.
Beom melipat kedua tangannya didada. Sejenak diam dan menatap pria dihadapannya dalam-dalam.
“Kau beruntung dapat sekertaris yang rajin seperti dia.”
Mendengar itu Kibum mengernyit. Menunggu apa yang akan dikatakan Beom selanjutnya.
“Tidak ada pekerjaan pun, dia dengan gesit menawarkan diri,” bibir Beom melengkung. Sedikit sinis.
Kibum berdiri. Mendekatkan wajahnya kehadapan Beom. “Sekarang kau tahu kan, betapa berbahayanya meninggalkan aku sendiri? Makanya, jangan pernah jauh dariku lagi!”
Candaan Kibum seperti sebuah peringatan, bahkan terdengar seperti sindiran mengingat Beom pernah meninggalkannya ketika kuliah ke Paris. Ia menunduk, diam. Sejanak pikirannya terusik oleh foto-foto dalam flashdisk yang pernah dititipkan Siwon padanya 2 minggu yang lalu. Foto tentang kebersamaan Kibum dan Hyosun, satu foto bahkan terlihat sangat intim. Tapi, Beom berusaha menepisnya. Ia percaya kalau kekasihnya itu tidak mungkin menghianatinya.
Cup~
Kibum berhasil membuyarkan pikiran Beom dengan ciumannya. Sangat lembut dan manis dibibirnya seperti madu. Pria itu tersenyum, lengkungan bibirnya terlihat sempurna.
“Aku senang  melihatmu cemburu seperti itu.” Ujarnya. Beberapa detik kemudian senyuman itu sudah menjadi tawaan kecil yang melukiskan kepuasan.
Beom mendongak dan  kembali menatap tajam pada kekasihnya itu. “Apa aku bisa mempercayaimu, oppa?” Serius dan terdengar lirih.
Kibum mengangguk. “Hmm.. wae?”
“Jebal! Jangan pernah menghianati kepercayaanku!”
Satu alis Kibum terangkat. Apa yang telah dikatakan Beom barusan seperti mengandung  maksud. Entah apa, dia yakin ada sesuatu yang mengganggu pikiran kekasihnya itu.
“Apa yang kau sembunyikan dariku?” tanya Kibum seraya membelai. Jari telunjuknya mengusap-ngusap sisi pipi Beom. Kemudian menyibak rambut yang berada disana dan mengaitkan ditelinga gadis itu.
“Aniyo.. hanya saja, aku ingin kau juga mempercayaiku. Sepeerti aku mempercayaimu.” Beom tersenyum. Terlihat deretan gigi putihnya sangat rapih.
Kibum mebalas, “Tentu. Aku juga mempercayaimu.”

Dikesempatan itu Beom memberitahu Kibum tentang rencana yang akan dibuatnya bersama Henry. Ia  meminta izin supaya tidak terjadi kesalahpahaman diantara mereka. Karena dengan kerjasama ini, secara otomatis dia dan Henry akan selalu bertemu. Kibum tidak setuju, dia khawatir akan terjadi scandal dimedia, mengingat Henry adalah seorang public figure. Alasan yang cukup masuk akal, tapi juga terlalu berlebihan menurut Beom. Ia hanya terkekeh ketika Kibum melarangnya. Pikirnya, itu hanya alasan untuk menutupi kecemburuannya saja. Setelah memohon dan  memberi penjelasan panjang lebar, akhirnya Kibum menyetujui. Walaupun ekspresinya wajahnya terlihat kurang ikhlas.

Hyosun POV
Kesal. Marah. Rasanya ingin kubanting semua barang yang ada dimeja kerjaku ini. Kecemburuanku terlihat sangat jelas. Entah harus bagaimana cara mengontrol emosiku ini. Aku sejenak berpikir, apa flashdisk dari Siwon tidak dilihat oleh nona Park? Harusnya ketika seorang wanita melihat kekasihnya tertidur dibahu wanita lain, ia akan merasa geram. Tapi kenapa dengan dia, seperti tidak ada sesuatu yang terjadi padanya. Aku yakin pasti Nona Park melihatnya, dari tatapan matanya terlihat berbeda. Biasanya ia akan tersenyum manis dan menyapaku. Tapi kali ini dia mendelik, ekspresi wajahnya memperlihatkan ketidaksukaannya padaku.
Sekarang, apalagi yang harus kulakukan?
End Hyosun POV

Ruang musik. Seperti biasa, setelah menemui kekasihnya maka Beom akan menghabiskan waktu di ruangan ini bersama Henry sampai jam pulang kerja. Setelah itu ia akan pulang bersama dengan Kibum. Tidak lama, hanya sekitar 1-2 jam. Tapi, telah banyak cerita di ruangan musik SM ini. Canda tawa selalu ada setiap harinya, seperti kumpulan orang malas yang hanya diam dan membicarakan sesuatu yang tidak penting. Mungkin begitulah saat orang awam melihatnya. Tapi, kenyataannya tidak. Walaupun apa yang dikerjakan terkesan tidak serius dan hanya banyak bicara, Beom membuktikan dengan hasil lukisan yang ia buat setiap harinya.
Dari rundingan sebelumnya, ia dan Henry sepakat akan menyumbang lebih banyak dari yang sebelumnya Henry lakukan. Oleh karena itu, mereka menyusun rencana dengan sangat matang. Tidak jauh dari keahlian mereka berdua. Beom berencana membuat sebuah pameran lukis dengan Henry sebagai bintang tamunya. Semua lukisannya akan dilelang. Dengan dibantu oleh Zhoumi, ucara itu akan digelar minggu mendatang.

“Lee, apa kau sudah lama berhubungan dengan direktur Kim?” tanya Henry ragu. Sedikit basa-basi tapi ia juga ingin tahu jawabannya. Menurutnya, Direktur Kim sangat beruntung memiliki kekasih dengan kepribadian  hangat seperti Beom. Ia pikir, semua pria pasti ingin juga memilikinya.
“Wae? Apa kau tertarik padaku?” Beom tertawa dan malah bertanya balik. Bercanda.

Henry mencibir, “Cih~ Kenapa masih ada gadis narsis sepertimu didunia ini. Beruntunglah aku tidak bisa melihat.” Beom menyernyit.
Henry melanjutkan dengan suara pelan. Kakinya melangkah seperti akan melarikan diri. “Kalau aku bisa melihatmu, sepertinya aku akan muntah saking muaknya.”
“YA!!” Mendengar hinaan itu, tangan Beom reflex mengambil pensil dan melemparkannya pada Henry. Tapi, sayangnya meleset.
Begitulah setiap harinya mereka. Kadang membuat Zhoumi stres melihatnya. Saling membanggakan diri kemudian menghina satu sama lain. Unik! Hubungan mereka seperti sudah terjalin sangat lama, bisa saling mengerti dan memahami. Tahu, sebatas mana mereka harus bercanda tanpa menyakiti hati keduanya. Walaupun kadang dimata orang lain bercanda mereka terlalu berlebihan. Mereka seperti saling terkait, saat salah satunya tidak ada maka akan ada yang terasa kurang. Aura mereka terpancar jelas ketika sedang bersama. Apa yang mereka bicara selalu mengalir begitu saja, kehangatan antar mereka selalu bisa membuat orang yang melihatnya merasa iri.
“Awas saja, Kalau sampai nanti kau jatuh cinta padaku!” Belum puas membalas, Beom dengan lantang melontarkan perkataan yang berhasil membuat Henry tercekat. Tetapi, pria yang selalu berkaca mata hitam itu pandai sekali berkilah saat merasa tersudut.
“Mwo? Seperti tidak ada yoeja lain saja.” Acting yang ia buat terlihat meyakinkan. Padahal dihati kecilnya, ia juga mengakui kalau perasaannya sudah berubah, dia menyukai kekasih direktur SM.
Ia melanjutkan, “Aku akan mencintaimu. Kalau kau adalah yoeja terakhir di dunia ini.”
Beom kehabisan kata-kata. Cara lain untuk membalasnya adalah dengan memukulnya sampai puas. Tapi sebelum sempat memukul, kakinya terpeleset dan jatuh menabrak Henry hingga tersungkur ke lantai. Mereka berdua merintih sakit. Setelah itu Beom diam mematung ketika kaca mata Henry terlepas olehnya. Tidak ada bola mata disana, disekitar bagian matanya terlihat berwarna merah kehitam-hitaman.
“Gwenchana?” tanya Henry khawatir.
Beom tidak menjawab dan malah bertanya balik, “Apa ini sangat sakit?” Terdengar lirih, tangannya meraba bagian mata Henry.
“Ani..” Henry buru-buru menepis tangan Beom lalu meraba-raba lantai mencari kaca matanya. Melihat Henry seperti itu Beom teriris. Iba, seperti melihat diri sendiri. Tidak membayangkan jika kebutaan terus menimpa dirinya. Dia beruntung karena tidak seperti itu. Dan air matanya menetes tanpa dia sadari, tangannya meraih kaca mata dan menyerahkan pada Henry.
“Mianhae..” ucapnya.
“Gwencahana?”
Tiba-tiba sebuah suara lain terdengar sangat khawatir. Beom mendongak dan mendapati Kibum sedang mengulurkan tangannya untuknya.
“Oppa!” pekik Beom seraya menyambut tangan Kibum. Kemudian berdiri.
“Gwenchana Henry-ssi?” tanya Kibum basa-basi. “Mianhae.. yoeja ini sangat ceroboh,” lanjutnya.
“Gwenchana Sajangnim. Aku yang salah.” ujar Henry merendah.

“Kalau ada yang terasa sakit, lebih baik diperiksa ke Dokter.” Saran Kibum. Dan diiyakan oleh Henry sebagai tanda setuju.
“Kajja!” Kibum menarik tangan kekasihnya itu dan segera pergi setelah sebelumnya berpamitan pada Henry.

Disepanjang perjalanan pulang mereka hanya diam. Direktur SM itu bahkan terlihat dingin, ia hanya melihat diam-diam seolah sedang menyelidik apa yang sedang dipikirkan kekasihnya itu. Sedangkan Beom masih memikirkan kejadian tadi, sepertinya ada sesuatu yang terjadi padanya. Ketika ia berhadapan sangat dekat dengan Henry, jantungnya berhenti beberapa detik. Aneh, tiba-tiba ada perasaan ingin menjaga dan mengasihinya.

Kibum POV
Apa yang sedang dipikirkannya? Setiba dirumah, suasana masih sama. Beom terlihat terus melamun. Bukannya dia harusnya meminta maaf padaku? Apa wajah kesalku ini tidak disadarinya? Hampir setiap harinya aku melihat dia sangat akrab dengan idolanya, Henry. Hubungan mereka bukan seperti seorang fans dengan idolanya. Tapi, seperti seorang teman yang sudah saling mengenal sangat lama. Jujur, aku selalu berhasil dibuat cemburu oleh kebersamaan mereka. Walaupun apa yang mereka bicarakan hanya sekedar candaan biasa, tapi cara mereka mengeksprisikannya seperti terselip sebuah kasih sayang. Setiap aku akan menjemputnya pulang, aku sengaja datang lebih awal. Diam beberapa menit dibalik pintu hanya untuk mengetahui apa yang meraka bicarakan dan mengawasi tingkah mereka. Kadang aku berlebihan, seperti tidak percaya apa yang dilakukan Beom dibelakangku. Aku takut! Takut diantara mereka ada perasaan yang tidak disadarinya. Bukannya, rasa sayang dan cinta itu datang karena terbiasa?
End Kibum POV

“Apa tadi ada yang luka?” tanya Kibum terpaksa, ia tidak bisa berdiam diri ketika kekasihnya seolah mengaggapnya tidak ada. Mengalah, menghilangkan ego sendiri demi keharmonisan hubungannya.
“Aniyo..” Beom menoleh sejenak lalu kembali mengedarkan pandangannya keluar jendela. “Sepertinya Henry yang terluka,” lanjutnya khawatir.
Kibum tersenyum miris, sepertinya orang yang dicemaskannya malah mengkhawatirkan orang lain. Ia melihat kekasihnya mengotak-atik tombol ponsel, mengetik sebuah pesan. Dan sepertinya itu untuk Henry.
“Apa kau tidak berlebihan padanya, Beom-ah?” Kibum mendekati Beom dan mengambil ponselnya. Benar saja, satu pesan terkirim untuk Henry. “Kenapa kau begitu peduli padanya?” ucapnya lagi sambil mengacungkan ponsel kekasihnya itu.
“Apa maksudmu oppa?” Beom menatap heran. “Apa salah aku bertanya seperti itu pada orang yang terluka olehku? Ia merebut ponselnya kembali, dan menatap tajam pria pujaannya itu, “Sepertinya kau yang terlalu berlebihan oppa!”
Melihat Beom menjauhinya. Kibum tercengang, tidak menyangka kekasihnya bakal seperti itu. Ia menunduk dan tangannya mengepal menahan amarah.

Aku baik-baik saja. Walaupun ditabrak olehmu seperti dihantam oleh truk bermuatan berton-ton beras xixixi..
Mendapat balasan pesan seperti itu, Beom sedikit lega. Kekhawatirannya memang sedikit berlebihan. Awalnya ia berpikir seperti itu, tapi ternyata yang membuatnya cemas bukan keadaan Henry melainkan perasaannya. Hatinya susah untuk dikendalikan, setiap saat pikirannya selalu terpaut pada artis SM itu.

“Oppa mianhae..” Beom menghampiri Kibum yang sedang duduk di sofa sambil menonton tv. “Aku hanya merasa bersalah saja padanya,” lanjutnya sambil duduk disamping Kibum. Direktur SM itu menghiraukannya dan hanya melihat sekilas kemudian kembali fokus ke tontonannya.
“Oppa!” rengeknya lagi. Masih tidak ada respon dari kekasihnya, Beom mengapit wajah Kibum dengan kedua tangannya kemudian membawanya kehadapannya, “Apa kau benar-benar marah?”
“Tidurlah, sudah malam!” titah Kibum seraya melepaskan tangan Beom dan mencoba berpaling dari gadis dihadapannya itu. Tapi Beom dengan kokoh mengapit wajah kekasihnya itu kemudian mencium bibir merahnya dengan lembut. Ia melepaskan ciumannya kemudian menatap lekat-lekat pria itu. Melihat Kibum masih dingin padanya, ia pun kembali mengarahkan bibirnya dan sedikit bermain dengan bibir kekasihnya itu. Ia menggerakkan bibirnya seolah akan memakan mangsa dihadapanya, membuka mulutnya dan memainkannya kebawah dan keatas seraya menghisap bibir lawannya.
“Kau sedang meminta maaf atau sedang menggodaku?” tanya Kibum setelah Beom melepaskan ciumannya. Ia menyunggingkan senyum nakalnya, “Aku tidak akan melepaskanmu,”
Kibum memegang bahu Beom dengan sangat kuat. Sementara gadis itu mengalungkan tangannya di leher Kibum. Kemudian mereka saling berciuman, lembut dan terasa hangat. Keduanya saling mengemut bergantian, pelan dan cukup berlangsung lama. Sampai tidak terasa posisinya pun sudah berubah dari yang semula. Kibum sedikit-sedikit mulai mendorong tubuh kekasihnya itu sehingga ia jadi tertidur di sofa putih itu. Dan ciumannya pun menjadi sangat nakal dan terlihat buas, bukan hanya dibibir. Tapi sudah menjelajahi leher Beom dan membuat tanda merah dibahu gadis itu. Bukan, lebih tepatnya di tengah-tengah antara bahu dan buah dadanya.
“Oppa, hentikan!” Beom menahan saat ia merasa tangan Kibum akan mulai menyentuh bagian dadanya. Dengan napas yang tidak beraturan, gadis itu mencoba menyadarkan kekasihnya. Kemudian ia bangkit dan membenarkan posisi duduknya.
Kibum terlihat sedikit kecewa. Walaupun apa yang barusan dilakukannya tidak bermaksud untuk menodai gadis pujaannya. Mungkin hanya terbawa suasana makanya dia seperti itu, apalagi cuaca yang dingin sangat mendukung untuk saling menghangatkan. “Mianhae..” ucapnya.
Beom meyandarkan kepalanya di dada Kibum dan mengaitkan kedua tangannya dipinggang pria tampan itu. “Saranghae..” ucapnya tulus.
“Jangan terlalu berlebihan bercanda dengan Henry. Dan jangan lagi menantang seorang namja.” ujar Kibum sambil mencium pucuk kepala Beom.
“Heh?” Beom mendongak dengan satu alis terangkat, “Maksudnya?”
“Tadi kau mengancam Henry. Awas saja kalau sampai kau jatuh cinta padaku? Bukannya itu seperti kau memberinya sebuah harapan?”
Beom terkekeh, “Jadi kau marah gara-gara itu, oppa?”
“Ani.. Cuma aku pikir kau terlalu berlebihan. Bagaimana kalau dia benar-benar jatuh cinta padamu? Apa yang akan kau lakukan?”
“Emh.. bukannya itu bagus? Berarti aku hebat, bisa memiliki seorang Direktur SM sekaligus artisnya.” canda Beom, ia masih bisa tertawa puas sekalipun mendapatkan tatapan sinis dari kekasihnya.
“Ah, mana mungkin aku melepaskanmu, oppa! Sangat bodoh jika aku melakukannya,”
Ungkapan Beom itu berhasil membuat hati Kibum tenang. Tapi dia juga ingin sedikit bercanda dengannya.
“Apa maksudmu? Apa kau berhubungan denganku karena aku seorang Direktur SM?” Matanya ia bulatkan lebar, melotot seperti sedang marah.
“Ya! Apa dimatamu aku seperti yoeja yang matrealistis? Kalau karena harta aku bisa mencari namja yang lebih lagi, bukan seperti oppa!” bibir Beom mengerucut, merasa ia telah direndahkan oleh kekasihnya itu.
Kibum tersenyum dan mencium kekasihnya itu sekilas kemudian mendekapnya erat. “Tetaplah bersamaku sampai kita menikah dan mempunyai anak yang lucu-lucu, tetap seperti ini selamanya.”


Continue..