Author : Ulie aya’aya
Wae
Title : My Inspiration
Rate : NC 21
Lenght : Chapter
Cast :
Henry Lau
Kim Kibum
Park Lee Beom (OC)
Zhoumi
And Other
Hidup ini kembali
berubah. Hubungan sepasang kekasih ini semakin intim seolah dunia ini hanya
milik mereka berdua. Tidak hanya di rumah saja mereka terlihat mesra, bahkan di
ruangan Direktur SM sekalipun. Tempat yang harusnya menjadi ruangan kerja itu seolah beralih
fungsi menjadi tempat berpacaran. Alih-alih membantu pekerjaan sang direktur SM,
gadis ini malah justru merusak konsentrasi kerjanya. Keberadaannya dikantor,
seolah menjadi penyegar kehausan napsunya. Skinship yang mereka lakukan kadang
diluar batas kewajaran, tidak mengenal tempat dan sangat bergairah. Ciuman
mereka bahkan pernah terpergok oleh sang sekertaris tapi mereka tidak menyadarinya.
Kemesraan yang sering diperlihatkan Direktur SM dan kekasihnya itu selalu
membuat Hyosun merasa kesal. Tapi hal itu menjadi senjata paling ampuh untuknya.
Entah apa yang ada dalam pikirannya, bibirnya menyeringai seketika. Kemudian
senyumnya semakin melebar seolah melihat sebuah keberhasilan di depan matanya.
Kibum langsung
merebahkan tubuhnya yang kelelahan itu di sofa yang berada di ruang kerjanya.
Sementara Beom duduk di sofa yang sama sambil melihat vidio salah satu boyband favorite-nya di youtube. Matanya seolah tidak merasa
lelah memandang terus ke layar laptop.
Dance dan suara boyband bernama B2ST itu berhasil membuatnya terpesona dan ia
selalu menjerit ketika salah satu member yang bernama Lee Gikwang
memperlihatkan abs perutnya. Dan tingkahnya itu berhasil membuat Kibum kesal,
merasa terganggu dengan jeritan tidak penting kekasihnya itu, ia pun
menyuruhnya untuk mematikan komputer jingjingnya. Dan langsung menarik lengan
kekasihnya hingga terjatuh diatas tubuhnya lalu mendekapnya erat.
“Oppa!” Beom berusaha
bangkit dan melepaskan dekapan sang Direktur SM. Tapi semakin ia berusaha,
tangan yang melilit di punggungnya semakin kuat mencengkram.
“Oppa!” panggilnya lagi
seolah memohon. Kibum tetap diam dengan mata tertutup. Merasa tidak nyaman
dengan posisinya Beom memasang muka memelas dan terus mengganggu kekasihnya
supaya melepaskan dekapannya. Jantungnya semakin berdetak kencang.
“Oppa, lepaskan.
Bagaimana kalau ada yang melihat?”
“Tidak akan. Angkat
kakimu dan luruskan..” titah Kibum sambil sedikit menggeser tubuhnya mundur
seolah memberi sedikit ruang untuk kekasihnya. “Aku ingin tidur sebentar
sebelum kita pulang,”
Pelukan hangat dan erat
itu membuatnya tidak bisa bergerak sedikitpun. Terpaksa ia pun menyetujui dan
ikut tertidur. Berada dalam dekapan kekasihnya adalah posisi tidur yang selalu
membuat Beom merasa nyaman dan terlindungi. Ini bukan pertama kalinya mereka
tertidur dalam posisi menyamping dan berhadapan seperti itu, tapi tempat yang
sempit membuat sebagian tubuh gadis itu berada diatas tubuh sang pria. Seperti
menindihnya, dan itu sedikit membuatnya risau karena dilakukan di dalam kantor.
“Oppa, lebih baik aku
tidak mengganggumu.” ujar Beom setelah 5 menit dalam posisi tertidur seperti
itu. Tidak ada jawaban, sepertinya sang direktur sudah terlelap. Beom bangkit
perlahan dan sejenak terduduk. Tangannya sedikit membelai pipi kekasihnya itu
lalu menciumnya dengan lembut. Kemudian pergi meninggalkan ruangan untuk sejenak mencari udara segar di lantai
paling atas gedung SM itu. Di sana ia melihat Henry sedang berdiri dekat pagar
besi pembatas sendirian. Sejenak langkahnya terhenti dengan alis saling
bertaut. Lalu melangkah kembali, menghampiri artis SM multi talenta itu.
“Ya! Apakah kau ingin
bunuh diri?” teriaknya. Bercanda. Dan berhasil membuat Henry terkejut,
sebelah kakinya mundur selangkah lalu
menoleh ke arah belakang dengan tampang sedikit kesal menyambut si pemilik
suara yang sudah tidak asing lagi itu. Sebuah suara yang selalu ingin
didengarnya setiap saat.
“Apa kau sengaja ke
sini untuk mencariku?”
Beom tertawa geli
mendengar kenarsisan teman masa kecilnya itu. Lalu menjitak keningnya setelah
berada dihadapannya. Membuat pria itu berteriak kesakitan, “YA!”
“Sedang apa kau disini
oppa?” tanya Beom. Henry bergeming, merasa aneh dengan panggilan oppa yang ditujukan
padanya. Apa dia salah dengar? Atau kekasih direktur Kim itu sedang kemasukan
hantu hingga memanggilnya seperti itu.
“Heh?” Henry memasang
muka kebingungan, pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Beom supaya ia
bisa mengulang kembali apa yang ditanyakannya.
“Sedang apa disini?”
ulang Beom. Dia tidak menyadari ucapan sebelumnya yang memanggil Henry dengan
sebutan oppa. “Kau sendirian disini. Bagaimana nanti turunnya?”
“Bodoh! Aku kan bawa ponsel.
Tinggal telepon Zhoumi hyung saja, nanti juga dia bakal ke sini menjemputku
untuk turun. Tapi sekarang ada kau, jadi aku tak perlu Zhoumi hyung.” ucap
Henry sambil terkekeh.
“Boleh saja. Tapi
sekali turun tangga bayarnya 50.000 won, ok?!”
“Hmm.. 50 ribu won untuk
sekali turun tangga.” gumam Henry sambil meletakan jari telunjuknya di bawah
bibir. Wajahnya ia buat seperti sedang berpikir, “Aku ingin tahu. Kalau tidur
denganmu, harus membayar berapa?” lanjutnya sambil berbisik dan tersenyum
nakal.
Tangan Beom refleks mencubit
perut Henry dan kemudian menjawab
pertanyaan itu dengan sebuah candaan lagi. “Sangat mahal! Kau tidak akan
sanggup membayarku,”
Mereka tertawa
bersama-sama. Berusaha saling mencubit satu sama lain dan akhirnya malah
membuat tangan mereka berpegangan saat berusaha
menepis cubitan tadi. Seperti itulah mereka, hubungannya naik satu tingkat
menjadi sebuah persahabatan. Walau sejak awal kepulangannya dari Andong, Beom
sedikit menghindar karena merasa bersalah dan malu padanya. Tapi lambat laun ia
berubah, pesan dari ayahnya menjadi pemicu untuknya supaya tidak terus menerus
menyalahkan diri sendiri. Dan kini sudah waktunya dia membalas budi, tetap
berada disamping dan membantu segala kesulitan teman masa kecilnya itu secara
diam-diam. Agar tidak terjadi
kesalahpahaman ia juga memberitahu Kibum tentang Henry. Sekedarnya, hanya
memberitahu bahwa Henry adalah teman semasa di panti. Sedangkan masalah dia
pernah buta dan Henry yang telah mendonorkan mata untuknya masih
dirahasiakannya. Ia rasa itu tidak penting, mengusik tentang kecelakaan yang pernah
membutakan matanya, sama saja dengan membongkar luka lama. Dan ia selalu merasa
trauma karena hal itu.
“Apa Beom tidak ke
sini?” tanya Kibum pada Zhoumi.
“Tidak..”
“Henry sendiri kemana?”
tanyanya lagi ketika menyadari hanya Zhoumi yang berada di ruang musik ini.
Zhoumi menggeleng. Pertanyaan-pertanyaan dari bosnya itu lebih menakutkan
daripada intrograsi seorang polisi. Kibum sejenak terdiam dan melirik ke arah
pergelangan tangannya dimana waktu sudah menunjukan pukul 17:30. Sudah waktunya
pulang, tapi kekasihnya itu malah menghilang entah kemana.
“Apa aku boleh tanya
padamu?” tanya Kibum. Zhoumi yang dari tadi menunduk terpaksa mendongak dengan
satu alis terangkat. Pertanyaan yang dilontarkan Direktur SM itu sepertinya
akan lebih serius. Zhoumi mengangguk.
“Apa saja yang
dilakukan Beom dan Henry kalau sedang bersama?”
Glek. Zhoumi sedikit
menelan air liurnya. Pertanyaan tersebut seperti mengandung sebuah kecurigaan
dari seorang pria terhadap kekasihnya. Melihat Zhoumi kebingungan dengan
pertanyaannya, Kibum pun meralatnya, “Maksudku, apa yang selalu mereka bahas?”
“Hmm..” Zhoumi sejenak
menahan ucapannya. Mencoba merangkai kata-kata yang paling enak di dengar oleh
bosnya itu. “Biasanya Nona Park suka membahas tentang bakti sosial yang akan
dilakukan selanjutnya. Kalo tidak, hanya berbincang dan bercanda-canda seperti
seorang teman pada umumnya.”
“Apa tidak ada yang
mencurigakan dari tingkah mereka?” timpal Kibum. Dan berhasil membuat Zhoumi
ketakutan untuk menjawabnya. Mengingat ia tahu perasaan Henry pada Beom adalah
sebuah cinta. Kalau sampai Direktur-nya itu melihatnya sendiri pasti bakal
ketahuan. “Eh?” Pria jangkung itu pura-pura tidak mengerti.
“Sudahlah lupakan saja.
Tolong kau hubungi Henry sedang berada dimana. Dan suruh dia kembali. Aku yakin
Beom sedang bersamanya.”
“Ne.. sajangnim.”
Sedikit lega. Itu berarti adalah pertanyaan terakhir yang akan ditanyakan oleh
bos-nya. Zhoumi langsung menghubungi Henry sesuai dengan yang telah dititahkan
padanya. Dan memberitahu Kibum kalau Henry akan segera kembali.
Kibum menyandarkan
tubuhnya di pintu masuk ruang musik dengan tangan dilipat didada. Wajahnya
menunduk, melihat kearah ujung sepatu yang dari tadi ia gerakan keatas kebawah
sehingga menghasilkan seperti bunyi ketukan. Beberapa kali ia menarik napasnya,
mencoba mengontrol emosinya. Menunggu seseorang yang ntah kapan akan kembali
sungguh menjengkelkan. Apalagi ia tahu kekasihnya itu sedang bersama pria lain.
Ia juga tidak berusaha untuk menghubunginya, bukannya tidak peduli. Tapi ingin
mengetes sejauh mana Beom bisa sadar akan waktu, mengingat ketika sedang
bersama Henry dia selalu lupa waktu.
Setelah setengah jam
menunggu, akhirnya ia melihat Beom bersama Henry sedang berjalan menuju ke
arahnya, lebih tepatnya ruang musik. Matanya memandang terus kedepan seolah
tidak ingin kehilangan objek yang dipandangnya. Sementara kedua orang itu masih
belum menyadari keberadaannya. Mereka sedang asyik membicarakan sesuatu,
entahlah apa itu. Kebersamaan mereka memang selalu berhasil membuatnya cemburu.
Beom setengah berlari
ketika berjarak 2 meter dari kekasihnya. Muka masam direktur SM itu seolah
memberitahunya bahwa dia sudah menunggu lama untuknya. Ia tersenyum manis dan
langsung merangkul lengannya berharap pria itu bisa sedikit mengumbar senyum
manisnya.
“Apa oppa sudah lama?
Kenapa tidak menghubungiku?” Mendengar Beom bicara seperti itu, Henry langsung
membungkukan sedikit tubuhnya sebagai sapaan pada Kibum.
Kibum melihat waktu di
pergelangan tangannya, “Baru 5 menit.” Dustanya. Ia sekilas melihat kearah
Henry, kemudian kembali pada Beom dan bertanya “Kita pulang sekarang?”
Beom mengangguk. Dan
langsung melangkah pergi setelah berpamitan pada Henry.
Henry POV
Selalu seperti ini.
Kesenanganku hanya berlangsung selama beberapa jam, setelah itu aku merasakan
rasa sedih yang sama besarnya ketika Beom harus pulang bersama Direktur Kim.
Kata-kata manja dan mesra Beom pada Direktur Kim selalu membuat telingaku
panas. Kata-kata yang indah itu terdengar seperti bualan seorang buaya darat.
Iya.. aku iri pada mereka, terlebih pada Direktur Kim yang sangat beruntung
mendapat kekasih menyenangkan seperti Beom. Seandainya aku bisa lebih dulu
mengenalnya, apakah dia bisa menjadi milikku? Ah lagi-lagi aku menghayal. Entah
magic apa yang meracuni pikiranku
hingga dalam beberapa bulan saja aku bisa sangat mencintainya. Karenanya juga aku
sedikit melupakan sahabat kecilku. Ataukah gara-gara nama mereka yang hampir
sama, aku jadi punya perasaan cinta seperti ini?
Beom.. Lee Beom..??
Mungkinkah adalah dua orang yang sama? Sejenak aku terpikirkan tentang hal itu.
Konyol sekali.
End Henry POV
Di sepanjang perjalanan
pulang mereka hanya diam. Bukannya tidak ada bahasan untuk dibicarakan, tapi
raut wajah dari sang pria seolah tidak ingin ditanya. Matanya fokus kedepan melihat
jalanan sementara tangannya sibuk mengoper-oper gigi mobil dan mengarahkan
setirnya dengan benar. Beom menoleh kesamping, memandang kekasihnya itu
lekat-lekat. Berharap sang pujaan hati akan menyadarinya dan memandangnya
balik. Sayangnya, usahanya tidak membuahkan hasil. Kibum tetap memandang lurus
kedepan tanpa meliriknya sama sekali. Bahkan ketika Beom menggenggam tangannya
saat akan mengoper gigi, ia hanya bertanya “Kenapa?” tanpa melihatnya sama
sekali.
“Kau marah?” tanya
Beom.
“Anni..” Kata tersebut
cukup untuk menyudahi obrolan. Dan Kibum pun kembali fokus ke laju mobilnya
tanpa peduli pada kekasihnya yang masih ingin mendengarkannya bicara.
@Music Room SM
“Sedang apa kau bersama
Nona Park di balkon?” tanya Zhoumi pada Henry yang sedang duduk di sofa
satu-satunya yang ada di ruangan itu.
Roti yang akan masuk ke
mulutnya dengan terpaksa ditahan. “Ada apa hyung? Kenapa tiba-tiba bertanya
seperti itu.”
“Kalau tidak ada
keperluan penting dengan nona Park, lebih baik kau tidak menemuinya,”
Henry terlihat sedikit
kesal. Roti kesukaannya itu pun ia letakkan di meja sebagai tanda bahwa apa
yang telah diucapkan oleh Zhoumi sudah merusak napsu makannya. “Kalau hyung
ingin aku menjauhinya. Lebih baik jangan bicara lagi.” Ujar pria buta itu. Lalu
merebahkan tubuhnya di sofa dengan earphone
yang menutupi kedua telinganya seolah tidak ingin mendengarkan apapun lagi
dari pria jangkung itu.
“Direktur Kim
sepertinya mencurigaimu, jadi jagalah sikapmu. Ingat! Nona Park hanya
menganggapmu sebagai rekan kerja saja.” Ujar Zhoumi mengingatkan.
“Sudahlah hyung! Aku
tidak peduli!!” Bentak Henry seraya bangkit dari tidurnya. Earphone yang menempel di kupingnya pun ia lepas dan dilempar
sembarang. Baru kali ini dia lempas kendali, mungkin karena sudah sangat bosan
mendengar asisten yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya itu menceramahinya.
Entah kenapa, sesuatu yang berhubungan dengan Beom selalu membuatnya sensitif.
Ia melanjutkan dengan
napas yang sedikit memburu, “Jangan bahas masalah ini lagi. Aku akan menerima
segala resikonya!” Kata-katanya sejenak ia tahan, seperti sedang berpikir. “Kalaupun
harus ditendang dari SM. Aku akan menerimannya!”
Zhoumi membulatkan
matanya. Syok. Tidak menyangka akan keluar kata-kata seperti itu dari mulut
seorang Henry Lau. Sepertinya cinta sudah membutakan matanya sampai ia rela kehilangan
pekerjaan yang sangat menguntungkan ini demi cinta satu pihaknya. Zhoumi
terdiam sambil menoleh ke arah Henry dengan tatapan prihatin.
Sepasang kekasih ini
sedang berkutat dengan laptopnya masing-masing. Kali ini memilih balkon sebagai
tempat kerjanya. Sang direktur SM, Kim Kibum sengaja pulang cepat untuk mencegah
kekasihnya keluar rumah. Ia langsung memintanya untuk membantu semua pekerjaan
kantornya. Sama seperti hari-hari biasanya, hanya saja tempatnya berbeda. Setidaknya
dengan membawa pekerjaannya ke rumah bisa menyibukkan kekasihnya supaya tidak
ada kesempatan untuk bertemu dengan Henry. Sesekali Kibum mencuri pandang,
mengamati apakah orang yang berada di hadapannya itu benar-benar kerja atau
tidak. Ia pun tersenyum tipis, merasa usahanya telah berhasil. Hari ini ia
ingin menghabiskan waktu dengan kekasihnya itu tanpa diganggu oleh Henry.
“Selesai!” Beom
meregangkan otot-otot tangan dan jarinya sehingga menghasilkan bunyi yang khas.
Proposal yang harus diketiknya sudah beres, tinggal memindahkannya kedalam
flashdisk kemudian di print.
“Oppa, aku ambil air
dulu.” Ujarnya seraya melangkah pergi ke arah dapur sambil membawa gelas yang
sudah kosong. Kibum hanya bergumam, meng-iyakan. Tiba-tiba sebuah intro dari
lagu fiction milik B2ST terdengar
keluar dari ponsel Beom yang tergeletak di meja. Kibum melihatnya sekilas, dan
mendapati nama Henry tertera di sana. Tadinya hanya ingin mematikan ringtone
ponselnya saja yang menurutnya sedikit mengganggu konsentrasi kerjanya. Tapi
setelah mendapati nama Henry, ia menjadi penasaran kemudian membuka pesan
singkat untuk kekasihnya itu.
“Hari ini aku tidak akan ke SM. Bisakah
kau antarkan semua data yang sudah kau susun ke apartemenku?”
Kibum yang tidak begitu
senang dengan isi sms itu, langsung membalasnya tanpa meminta persetujuan dari
orang yang lebih berhak menjawabnya, Beom. Kekasih hatinya.
“Mianhae.. hari ini aku akan pergi ke
luar kota. Nanti datanya aku titipkan pada Zhoumi.”
Beom yang melihat
kekasihnya sedang mengotak-atik ponselnya langsung bertanya. Kibum tidak
menjawab dan hanya menyerahkan ponsel tersebut supaya Beom bisa mengeceknya
sendiri. Sebelumnya Beom meletakkan gelas yang dibawanya, kemudian melihat inbox di ponselnya.
“Aku sudah
membalasnya,” ujar Kibum. Tatapannya masih mengarah lurus ke depan layar laptop
karena tidak ingin melihat wajah heran kekasihnya.
Beom menoleh sekilas
setelah mendengar Kibum berbicara seperti itu. Sedikitnya ia bisa menerka isi
dari balasan yang di kirim oleh kekasihnya itu. Pasti dia akan menghalanginya
untuk bertemu dengan Henry. Ia kemudian membuka outbox dan membaca alasan yang dikirim oleh kekasihnya itu.
“Memangnya kita akan
kemana, oppa?” tanyanya seolah ingin memastikan alasan yang ditulis oleh
kekasihnya itu benar atau cuma sekedar dusta.
“Aku ingin melihat sunset di pantai. Cepat! Bantu aku
menyelesaikan ini, setelah itu kita langsung berangkat.”
Tidak ada ekspresi
senang. Wajahnya terlihat datar mendengar berita tersebut. Liburan yang
biasanya selalu bisa membuat badmood-nya kembali normal. Kali ini malah
membuatnya tidak semangat, bahkan pantai yang selalu menjadi tempat favorite-nya itu tidak membuatnya
antusias untuk pergi. Malas rasanya. Apakah liburan tiba-tiba ini hanya alasan
kekasihnya untuk mencegahnya bertemu dengan Henry? Ataukah memang sudah
direncanakan? Sejenak pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
“Kenapa dadakan?”
tanyanya penasaran.
Kibum mendelik,
mengamati wajah kekasihnya itu yang sepertinya tidak semangat. “Tidak.. aku
sudah merencanakannya. Makanya aku pulang cepat dan langsung mengerjakan pekerjaan kantor ini,
supaya kita bisa pergi.” Paparnya. Ia terus mengamati wajah gadis di depannya.
Ingin tahu, tanggapan yang akan dikatakannya. Tapi selama satu menit Beom tetap
diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Kenapa? Apa kau tidak
bisa pergi denganku?” imbuh pria bermarga Kim itu.
“Bukan begitu. Hanya
saja..” Beom menahan kalimatnya. Tangannya meraih tangan Kibum kemudian menggenggamnya.
“Apa bisa nanti kita mampir dulu ke apartemen Henry? Ada data penting yang
harus aku berikan padanya. Hanya sebentar..” Sangat hati-hati dan lembut,
supaya tidak menyinggung hati Kibum.
“Apa tidak bisa
dititipkan saja pada Zhoumi?” balas Kibum seraya melepaskan tangan dari tangan
kekasihnya. Kemudian kembali mengetik sebagai alibi.
“Mungkin Zhoumi juga
sedang berada di sana. Sms tadi, pasti dia yang mengetiknya.”
“Yah sudah.. cepat
siap-siap. Supaya tidak kemalaman.” Berat rasanya untuk berkata seperti itu.
Entah kenapa selalu ada perasaan takut ketika membiarkan kekasihnya berduaan
dengan artis asuhannya.
“Gomawo oppa!” Kata
terakhir yang diucapkan Beom. Sedikit lega, akhirnya Kibum bisa memahaminya.
Henry POV
Ting.. tong..
Suara bel pintu
membuyarkan lamunanku. Rasanya malas sekali untuk membukanya. Palingan Zhoumi
hyung yang tadi sempat pergi dan sekarang pasti datang bersama teman-temannya
untuk mem-bully ku. Kemudian akan
memberiku sebuah kue ulang tahun sebagai surprise.
Yah, hari ini adalah ulang tahunku yang ke-25. Tidak ada hal yang special dan
perayaan seperti kebanyakan orang, aku malah terkesan tidak memperdulikannya. Bahkan
kadang tidak menyadarinya, seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku baru tersadar
setelah banyak panggilan yang masuk mengucapkan birthday padaku. Tahun ini, entah kenapa aku sangat menunggunya.
Ada harapan kecil yang ingin aku wujudkan bersama seseorang, dan ingin
mendengar dia mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Tidak perlu yang pertama,
hanya ingin dia memberiku selamat atas bertambahnya umurku ini dan memberikan
doa tulusnya padaku. Untuk mewujudkan semua itu aku sudah mempersiapkan cup
cake, buah-buahan dan minuman beralkohol rendah. Berharap dia bisa menemaniku
menikmatinya. Tapi sayang, semua ini hanya ada dalam anganku saja. Sebuah pesan
yang aku kirim padanya tidak mendapat respon baik. Kata Zhoumi hyung dia tidak
bisa ke sini karena harus ke luar kota. Aku tidak begitu saja percaya,
mengingat Zhoumi hyung tidak begitu suka aku menghabiskan waktu bersamanya.
Bukan karena Zhoumi hyung benci padanya tapi dia mencemaskanku. Yah.. aku
memang terlalu nekad mencintai kekasih atasanku sendiri.
Ting.. tong..
Bel kembali berbunyi.
Dengan wajah malas aku pun menuju pintu dan membukanya.
“Annyeong..”
Sebuah sapaan yang
terdengar renyah. Suara tersebut milik seseorang yang sudah tidak asing lagi
ditelingaku. Seseorang yang baru saja aku pikirkan. Apakah aku sedang
berhalusinasi? Mungkinkan aku mempunyai magic yang bisa membuat orang yang aku
pikirkan langsung datang padaku?
“Lee Beom?” tanyaku
memastikan.
“Apa kau tidak akan
membiarkanku masuk?”
Setelah mendengar
suaranya untuk kedua kalinya, entah kenapa bibirku menyungging lepas. Aku
benar-benar tidak percaya dia bisa datang ke rumahku. Tanpa menunggu lama,
akhirnya Tuhan langsung mengabulkan doaku. Orang yang sangat aku harapakan
keberadaannya sekarang sudah berada dihadapanku. Sungguh mujizat yang luar
biasa.
Seperti biasa, dengan
manja aku mengulurkan tanganku. Seolah menyuruhnya untuk meraihnya dan kemudian
menuntun jalanku. Mungkin karena sudah terbiasa jadi dia tidak menyadarinya
kalau aku sudah hapal betul dengan tata letak rumahku. Tanpa bantuannya pun aku
masih bisa mengenali kemana aku harus melangkah. Kami bergandengan tangan,
hangat sekali. Ada perasaan dimana aku tidak ingin melepasnya, ingin seperti
ini selamannya. Ingin dia menjadi penuntun arahku dan pendamping dalam hidupku.
Apakah aku bisa bersaing dengan bosku sendiri? Hmm.. entahlah. Tapi mulai hari
ini aku akan berusaha untuk mencobanya. Egoku mengalahkan akal sehatku, biarlah
mengalir dengan sendirinya. Aku yakin cinta bisa datang tanpa disadarinya.
Kami duduk di sofa.
Jari-jemari yang dari tadi mengait menggenggam telapak tanganku mulai melonggar.
Tangan halus itu sepertinya sedang meraih sesuatu yang lain. Dan benar saja
semenit kemudian ia menyodorkan sesuatu padaku. Dan berkata, “Ini datanya. Baru
sebagian, nanti yang lainnya menyusul. Aku belum sempat mengetik semuanya.”
Aku menerimannya. Lalu
meraih tangannya dan sedikit memijat jari jemarinya. “Sepertinya jari ini kau sudah
sangat lelah.” ujarku dengan candaan. Sebenarnya pijatan ini hanya sebagai
alibi supaya aku bisa terus menggenggam tangannya.
“Thanks.. Ternyata, kau
berbakat juga jadi tukang pijat xixi..” ucapnya sambil melepaskan tangannya.
Tawanya sangat khas, membuatku selalu ingin terus mendengarnya. “Lain kali kau
harus memijatku lagi. Sekarang aku harus pergi. Annyeong..”
Tanganku refleks
menahannya, “Kemana?” Dia hanya diam, sepertinya aku terlihat aneh dimatanya
ketika menahannya pergi. Bodoh! Apakah aku berhak untuk bertanya seperti itu?
Hey! Harusnya aku sadar siapa diriku, aku bukan siapa-siapa baginya.
“A..ku.. “ Dia berdeham,
seperti memberi jeda dari ucapan sebelumnya yang terdengar ragu untuk
dikeluarkan. “Aku masih ada keperluan,”
Ada keperluan?
Terdengar mulus keluar dari mulutnya. Tapi, kenapa aku merasa dia sedang
membohongiku?
End Henry POV
“Owh.. Setidaknya sebagai
tamu kau harus minum terlebih dahulu sebelum pergi. Sebentar, aku ambilkan..”
Henry beranjak dari duduknya kemudian berlalu ke arah dapur. Ini adalah cara
satu-satunya supaya dia bisa sedikit menahan kepergian Beom.
Beom menyetujui. Dan
kembali duduk manis, kebetulan rongga mulutnya pun sudah mulai mengering. Haus.
Sambil menunggu, pandangannya mengarah kesekeliling. Ada sedikit yang berbeda
dari ruangan ini, lebih bersih dan rapih. Tidak seperti biasanya yang tampak seperti
rumah yang tak terurus oleh penghuninya. Bahkan meja dihadapannya pun terlihat
mengkilap. Ada buah-buahan dan cookies seperti sudah dipersiapkan sebelumnya.
Prang..!
Suara dari benda
berbahan kaca yang terjatuh itu membuat Beom menoleh ke arah dapur seolah ingin
memastikan apa yang telah tejadi. “Gwenchana??” tanyanya dengan suara yang
sedikit tinggi. Berharap orang yang di dapur bisa menyahutnya.
“Ne.. Gwenchana.” balas
Henry.
Setelah 5 menit Henry
belum juga kembali ke ruang tengah, Beom pergi melihatnya. Dari jarak 6 meter
ia melihat Henry sedang mengumpulkan pecahan gelas yang tadi terjatuh.
Tangannya meraba-raba lantai supaya bisa menggapai pecahan gelas itu tapi
hasilnya malah membuat jari dan telapak tangannya terluka. Seperti tidak
mengenal rasa sakit, pria buta itu terus berusaha membereskan pecahan-pecahan
beling tajam itu. Beom yang menyaksikan semua itu menatap iba.
“Mianhae.. oppa!”
gumamnya. Matanya mulai berkaca-kaca, merasa bahwa semua ini adalah salahnya.
Seandainya Henry tidak mendonorkan mata padanya, mungkin dia bisa membersihkan
pecahan gelas itu dengan cepat tanpa harus melukai tangannya. Beom menghampirinya
kemudian berjongkok membantu membersihkan pecahan gelas yang berserakan di
lantai itu.
“Biar aku yang
membersihkannya,” ujarnya seraya menepis tangan Henry menjauh dari gelas pecah
itu. Awalnya Henry menolak, tapi setelah Beom sedikit membentaknya. Akhirnya
dia mengikuti dan berdiri mematung sambil menutupi jari-jari tangannya yang
terluka. Setelah Beom selesai membersihkan lantai, dia menuntun Henry, lebih
tepatnya menariknya supaya mengikuti dirinya. Mereka duduk kembali di sofa, lalu
Beom mengambil kotak P3K untuk mengobati luka Henry. Dia mulai membersihkan
luka itu dengan alhokol, perlahan dan sangat hati-hati. “Perih tidak?” tanyanya
pada Henry.
Artis asuhan SM
entertainment itu menjawab, “Tidak...” Tapi ucapannya tidak sesuai dengan raut
wajahnya, Ia meringgis. Beom yang melihat ekspresi kesakitan itu langsung
meniupi luka Henry lalu membubuhinya dengan obat merah. Setelah itu baru
ditempelkan plester.
“Selesai! Hmm..
tanganmu jelek sekali kalau seperti ini ckck..” canda Beom.
“Tapi wajahku tetap
tampan ‘kan?” timpal Henry.
Mendengar Henry
berbicara seperti itu, Beom bergeming. Memandangi wajah pria chabby itu lekat-lekat. “Apakah aku
boleh melihat matamu?”
Henry tercekat ketika
Beom sedikit meraba pipinya saat hendak melepaskan kaca mata hitamnya. Dia diam,
seolah memberi izin Beom untuk melihat keadaan matanya. Beom merabanya, dengan
ibu jarinya ia menelusuri secara perlahan keseluruh bagian matanya.
“Kau harus bisa melihat
lagi.” Gumannya tanpa sadar. Henry yang merasa nyaman dengan sentuhan Beom, mengabaikan
ucapannya. Entah karena dia tidak mendengar, atau saking terbuainya dia oleh
sentuhan hangat yang meraba matanya. Henry mulai mendekat, lalu menarik tubuh
Beom dalam dekapannya. “Apakah mungkin aku bisa melihat lagi?” Terdengar lirih
dan putus asa.
Deg! Jantung mereka
berdetak kencang. Ada perasaan aneh, tapi mereka sangat menikmatinya. Nyaman
sekali, ikatan batin mereka bertaut kembali. Seperti ada sebuah kehangatan yang
menyelimuti tubuh mereka yang sedang kedinginan.
“Pasti bisa!” sahut
Beom sambil menepuk pundak Henry. “Minhae
oppa.. karena aku, kau jadi seperti ini.” batinnya.
“Bisakah hari ini saja
kau menemaniku? Aku sangat membutuhkanmu,” racau Henry berbisik. Sangat pelan.
“Heh?” Beom mengernyit
seraya melepaskan pelukannya. Diam sejenak, ingin mendengar sekali lagi apa
yang telah dibisikkan oleh Henry. Tapi Henry hanya mengumbar senyum yang
dipaksakan tanpa berbicara.
Kekasih SM itu pun
akhirnya memutuskan untuk berpamitan, “Mianhae.. Aku harus pergi sekarang.”
Henry terdiam. Pasrah. Seandainya
gadis itu adalah kekasihnya, mungkin dia akan menahannya agar tidak pergi.
Bahkan untuk meminta gadis bernama Beom itu menemaninya hari ini saja, hanya
mampu diucapkannya dengan berbisik. Tidak ada kekuatan untuk mengatakannya dengan
tegas, bibirnya seperti sudah kelu. Yah.. dia tidak berhak meminta sesuatu yang
lebih dari gadis itu. Dipeluk dan diberi semangat olehnya saja, itu sudah
merupakan sesuatu yang sangat istimewa.
Henry mengantarkan Beom
sampai pintu. “Kalau urusanmu sudah beres. Dan masih ada waktu luang,
sempatkanlah kesini lagi.. Hari ini aku punya makanan yang banyak untuk berbagi
denganmu.”
Beom tertawa kecil,
“Jadi kalau besok, makanannya sudah tidak berlaku lagi yah?”
“Yup! Pasti sudah basi
seperti wajahmu.” Ejek Henry dengan tawaan. Beom tersenyum, ia senang bisa
meninggalkan Henry dalam keadaan riang seperti itu. Setidaknya wajah murungnya
sudah tidak terlihat lagi.
“Baiklah. Aku pamit..
Annyeong..”
==================================================================
“Kenapa lama sekali?”
Beom yang baru saja membuka pintu mobil langsung ditodong pertanyaan seperti
itu oleh kekasihnya. Ia duduk dan
melihat waktu dipergelangan tangannya, “Hanya 20 menit.” Sahutnya membela diri.
“Hanya??” Kibum sedikit
meninggikan nada suaranya, matanya menatap penuh kesal. “Apa kau tidak sadar?
Kau selalu membuatku menunggu seperti ini!” Dia kemudian memalingkan wajahnya
lurus kedepan dan bersiap untuk menjalankan mobilnya.
Beom menatap sendu,
“Mianhae..” Kemudian dia mengecup pipi Kibum sebagai permintaan maaf. “Jangan
cemberut lagi. Bukannya kita akan pergi bersenang-senang? Aku janji. Nanti
disana tidak akan ada gangguan lagi.”
Kibum hanya menoleh
sekilas, lalu menjalankan mobilnya menuju tempat yang dimaksud. Pantai
Gwangalli di Busan.
Mereka tiba di Busan
sekitar pukul 4 sore, waktu yang tepat untuk menunggu sunset. Tapi sayang,
cuaca sedang tidak mendukung. Daerah sekitar pantai Gwangalli sedang dilanda hujan.
Mereka hanya diam dalam mobil, menunggu. Berharap hujan akan segera reda.
Hampir 1 jam mereka menunggu, hujan bukannya reda malah semakin deras. Kilatan
petir seperti aliran listrik yang akan menyengat mereka dan suara gemuruhnya
sangat memekakkan telinga. Beom yang awalnya riang, kini bergeming saking
takutnya.
“Apa lebih baik kita
pulang saja, oppa?” saran Beom ketika melihat keadaan yang sepertinya tidak
akan berubah ini.
“Kita tunggu sebentar
lagi. Terlalu berbahaya menjalankan mobil dalam keadaan hujan deras seperti
ini.”
Beom menyetujui. Dia mulai
membuka snack bawaannya untuk sekedar
mengganjal perut yang sudah mulai keroncongan. Tidak lupa membaginya pada Kibum
dengan cara yang sedikit nakal. Ia menawarkan kimbab bawaannya, tapi saat Kibum
akan meraihnya, ia segera memasukkan nasi gulung itu dalam mulutnya. Kemudian
tertawa puas.
Kibum hanya tersenyum
menaggapinya. Lalu mengambil kimbab yang masih tersimpan di kotak bekal itu
sendiri, sedikit merebutnya hingga membuat gadis bermata coklat itu
mengembungkan pipinya karena merasa makanannya favorite-nya telah dicuri. “Oppa, jangan semuanya dihabiskan! Aku juga
masih pengen.” Rengeknya manja ketika Kibum hampir memakan semuanya.
“Nih..” Kibum
menawarkan kimbab yang sedang di gigitnya. Saat Beom akan mengambilnya, ia langsung
menyunyahnya sampai habis, “Satu.. satu!” pekiknya puas karena berhasil
membalas perlakuan kekasih tercintanya itu.
“Awas saja. Aku tidak
akan membagimu lagi.” Ancam Beom sambil memegang erat kantong plastik yang berisi
penuh snack. Kibum tersenyum, merasa tingkah kekasihnya itu sangat lucu. Ia pun
lalu mencubit pipinya gemas. Sementara Beom masih cemberut.
Snack-nya
sudah hampir habis karena selama setengah jam itu dia terus memakannya tanpa
henti. Sekarang yang tersisa hanya satu bungkus pepero yang berada di tangan
dan sedang digigitnya. Entah karena sudah kenyang atau sengaja mengulur waktu
supaya cemilan terakhirnya tidak cepat habis. Ia seolah memain-mainkannya,
hanya menggigit tanpa mengunyahnya. Matanya yang sedang fokus pada komik yang
sedang dibacanya membuat dia tidak menyadari kalau orang disampingnya sedang
memperhatikan tingkahnya dari tadi. Pria berkemeja hitam itu meraih wajahnya
kemudian ikut memakan pepero yang berada dimulutnya sampai habis hingga membuat
bibir mereka saling menempel. Beom terbelalak atas perilaku Kibum yang secara
mendadak itu, tapi dia tetap bergeming, merasa ada sesuatu yang hangat menjalar
keseluruh tubuhnya.
“Apakah enak?” tanya
Beom saat bibir kekasihnya sudah lepas darinya. Kibum mengangguk. “Apa oppa mau
lagi?”
Pertanyaan berambigu
itu langsung di iyakan oleh Kibum. Apakah itu bermaksud pada pepero atau ciuman.
Yang pasti ia sangat menginginkannya. Beom mulai menggigit lagi ujung kue berbentuk stik itu. Sementara
ujung yang satunya disodorkan ke mulut kekasihnya. Mereka menyunyahnya secara
bersamaan, jarak mereka semakin dekat saat pepero itu sudah hampir habis.
Mereka mulai memejamkan mata dan disaat bersamaan bibir mereka sudah kembali
menempel. Berbeda dari yang sebelumnya, bibir mereka seolah tidak mau
terpisahkan, keduanya saling menghisap dan melumat secara bergantian. Kepala
mereka pun mulai bergerak berlawanan demi menciptakan ciuman yang
menggairahkan. Kibum mulai bergerak dari posisinya, sedikit mendorong tubuh
Beom sampai merapat ke jok mobil tanpa melepaskan ciumannya. Tangan kanannya
meraih kenop jok tempat duduk Beom dan mengubahnya sehingga menjadi lebih
rendah. Seperti posisi akan tertidur. Berhasil. Sekarang ia sudah berada di
atas tubuh kekasihnya, menindihnya dan merapatkan tubuhnya. Sejenak ia
melepaskan ciumannya untuk mengambil napas tapi setelah itu kembali
melakukannya lagi. Dan semakin panas, tangannya mulai bergerak nakal.
Meraba-raba tubuh gadis itu dan mulai meremas buah dadanya. Beom mendesah
disela-sela ciumannya ketika tangan Kibum meremas keras payudaranya. Tidak ada perlawanan
karena dia sendiri sudah terbuai dengan perlakuan kekasihnya itu. Ia mengalungkan
tangan kirinya di leher Kibum sementara tangan kanannya sibuk meraba-raba
punggung pria tampan itu. Hawa dingin dan hujan deras di luar sana membuat
mereka semakin bernapsu, dengan alasan untuk mencari kehangatan meraka terus
bercumbu tanpa memperdulikan tempat dimana sekarang. Tempat yang sempit tidak
menghalangi mereka untuk bercumbu lebih jauh lagi. Ciuman mereka semakin buas,
menelusuri tiap rongga mulut dengan lidahnya. Saling bertaut dan mengemutnya
dengan penuh napsu. Sementara tangan Kibum kini sudah berhasil menyusup kedalam
baju Beom, mencoba menggapai dua gundukan dada yang sangat kenyal. Baju gadis
yang ditindihnya itu semakin tersingkap ke atas, perutnya yang langsing
terekspos hingga membuatnya sangat kedinginan.
“Oppa, tunggu!” Beom
sejenak menahan aktivitas Kibum yang semakin menjadi itu, lehernya sekarang
pasti sudah penuh dengan bekas merah hasil ciumannya tadi. Kibum
menghiraukannya, ia langsung membekap bibir gadis itu dengan bibirnya. Lambat
laun ciumannya mulai turun kembali ke bawah, menuju leher yang masih terlihat
putih.
“Oppa, lebih baik kita
pergi ke penginapan.” Saran Beom dengan napas yang memburu. Akal sehatnya
hilang, ajakannya itu seperti sebuah lampu hijau bagi Kibum untuk melakukan
sesuatu yang lebih. “Apa kau yakin?” tanya direktur SM itu memastikan. Beom
mengangguk.
Mereka pun menghentikan
semuanya dan kembali keposisi duduk semula. Beom sejenak merapihkan baju dan
rambutnya yang sudah acak-acakan itu. Sementara sang pujaan hati langsung
melajukan mobilnya ke tempat yang lebih nyaman untuk mereka bercumbu, sebuah
penginapan yang masih berada di sekitar pantai Gwangalli.
Villa yang dijadikan
penginapan itu memang tidak terlalu luas. Masih cukup untuk mereka berdua yang
akan sekedar tidur. Disana hanya ada satu tempat tidur dan tungku perapian
untuk menghangatkan badan. Aksen klasik sangat kental di ruangan yang bernuansa
kayu ini. Di salah satu dindingnya tergantung sebuah lukisan pantai yang unik
dan sangat indah. Beom yang menyukai seni berdecak kagum melihatnya.
“Lukisan ini apa anda
yang membuatnya?” tanya Beom pada pria yang sedang bertransaksi masalah pembayaran
dengan Kibum. Jari telunjuknya mengarah pada lukisan yang terbuat dari lumpur
itu. Pria bermarga Choi yang ternyata adalah pemilik villa ini mengangguk
seraya mengiyakan pertanyaan Beom.
“Waahhh... bagus
sekali. Aku selalu ingin membuat lukisan seperti hidup ini, tapi tidak pernah
berhasil. Aku pernah melihat lukisan seperti ini di TV.” Beom tersenyum manis
pada pria bernama Choi Minho itu.
Ia melanjutkan, “Apa
jangan-jangan anda seniman lumpur dari Busan itu?” Terkanya so akrab. Membuat
Kibum harus sedikit menyenggol tubuhnya.
“Baiklah. Kami ambil
kamar ini untuk satu malam,” timpal Kibum seolah ingin mengakhiri perbincangan
antara kekasihnya dan pria bernama Minho itu. Negosiasi tentang harga kamar pun
sudah dilupakannya.
“Baiklah.. Selamat
istirahat.” Kata Minho sambil membungkukkan sedikit tubuhnya lalu berlalu
meninggalkan ruangan itu.
“Kau selalu so akrab
dengan pria yang baru di kenal.” Protes Kibum seraya berjalan menuju tempat
tidur.
“Apannya yang so akrab?
Aku hanya bertanya saja.” Ujar Beom membela diri. Bibirnya sedikit maju kedepan
karena tidak terima dengan tudingan Kibum barusan.
“Cepat kesini!” titah
Kibum yang sedang duduk di tempat tidur. Beom yang masih berdiri mematung hanya
menoleh sambil menelan salivanya. Pikirannya sudah dipenuhi dengan hal-hal
kotor.
“Ada apa?”
“Untuk apa kau berdiri
disana? Bukannya kita kesini untuk...” Kibum menggantungkan kalimatnya, merasa
apa yang akan dikatakannya itu terlalu frontal. Beom tetap bergeming, hingga
membuat Kibum harus kembali menghampirinya. Mereka berdiri berhadapan, saling
menatap dalam seolah sedang memantapkan hati. Kibum mulai membelai pipi Beom,
mengusapnya dengan penuh kasih sayang. Beom meraih tangan Kibum dipipinya
seolah ingin dia terus membelainya. Ia pun mulai mendekat dan sedikit berjinjit
untuk menggapai bibir kekasihnya.
Cup~
Ia mengecupnya sejenak.
Tangannya mengalung erat dileher Kibum dan kembali mengajaknya untuk berciuman.
Pelan dan sangat lembut, membuat sensasi
yang sangat nikmat. Semua hasrat yang ada mereka curahkan sampai akhirnya mereka tidur bersama sampai pagi dengan pakaian yang ditanggalkan. Memadu kasih dibawah selimut dengan mesranya.
Continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar