Kamis, 19 April 2012

FF/My Inspiration/Part 8/Henry Lau, Kim Kibum, Park Lee Beom [OC]/Frienship, Romance, AU/NC-21


Author : Ulie aya’aya Wae
Title : My Inspiration
Genre : Friendship, Romance, AU
Rate : NC 21
Lenght : Chapter

Cast :
Henry Lau
Kim Kibum
Park Lee Beom (OC)
Zhoumi
And Other


Hidup ini kembali berubah. Hubungan sepasang kekasih ini semakin intim seolah dunia ini hanya milik mereka berdua. Tidak hanya di rumah saja mereka terlihat mesra, bahkan di ruangan Direktur SM sekalipun. Tempat yang harusnya  menjadi ruangan kerja itu seolah beralih fungsi menjadi tempat berpacaran. Alih-alih membantu pekerjaan sang direktur SM, gadis ini malah justru merusak konsentrasi kerjanya. Keberadaannya dikantor, seolah menjadi penyegar kehausan napsunya. Skinship yang mereka lakukan kadang diluar batas kewajaran, tidak mengenal tempat dan sangat bergairah. Ciuman mereka bahkan pernah terpergok oleh sang sekertaris tapi mereka tidak menyadarinya. Kemesraan yang sering diperlihatkan Direktur SM dan kekasihnya itu selalu membuat Hyosun merasa kesal. Tapi hal itu menjadi senjata paling ampuh untuknya. Entah apa yang ada dalam pikirannya, bibirnya menyeringai seketika. Kemudian senyumnya semakin melebar seolah melihat sebuah keberhasilan di depan matanya.
Kibum langsung merebahkan tubuhnya yang kelelahan itu di sofa yang berada di ruang kerjanya. Sementara Beom duduk di sofa yang sama sambil melihat vidio salah satu boyband favorite-nya di youtube. Matanya seolah tidak merasa lelah memandang terus ke layar laptop. Dance dan suara boyband bernama B2ST itu berhasil membuatnya terpesona dan ia selalu menjerit ketika salah satu member yang bernama Lee Gikwang memperlihatkan abs perutnya. Dan tingkahnya itu berhasil membuat Kibum kesal, merasa terganggu dengan jeritan tidak penting kekasihnya itu, ia pun menyuruhnya untuk mematikan komputer jingjingnya. Dan langsung menarik lengan kekasihnya hingga terjatuh diatas tubuhnya lalu mendekapnya erat.
“Oppa!” Beom berusaha bangkit dan melepaskan dekapan sang Direktur SM. Tapi semakin ia berusaha, tangan yang melilit di punggungnya semakin kuat mencengkram.
“Oppa!” panggilnya lagi seolah memohon. Kibum tetap diam dengan mata tertutup. Merasa tidak nyaman dengan posisinya Beom memasang muka memelas dan terus mengganggu kekasihnya supaya melepaskan dekapannya. Jantungnya semakin berdetak kencang.
“Oppa, lepaskan. Bagaimana kalau ada yang melihat?”
“Tidak akan. Angkat kakimu dan luruskan..” titah Kibum sambil sedikit menggeser tubuhnya mundur seolah memberi sedikit ruang untuk kekasihnya. “Aku ingin tidur sebentar sebelum kita pulang,”
Pelukan hangat dan erat itu membuatnya tidak bisa bergerak sedikitpun. Terpaksa ia pun menyetujui dan ikut tertidur. Berada dalam dekapan kekasihnya adalah posisi tidur yang selalu membuat Beom merasa nyaman dan terlindungi. Ini bukan pertama kalinya mereka tertidur dalam posisi menyamping dan berhadapan seperti itu, tapi tempat yang sempit membuat sebagian tubuh gadis itu berada diatas tubuh sang pria. Seperti menindihnya, dan itu sedikit membuatnya risau karena dilakukan di dalam kantor.
“Oppa, lebih baik aku tidak mengganggumu.” ujar Beom setelah 5 menit dalam posisi tertidur seperti itu. Tidak ada jawaban, sepertinya sang direktur sudah terlelap. Beom bangkit perlahan dan sejenak terduduk. Tangannya sedikit membelai pipi kekasihnya itu lalu menciumnya dengan lembut. Kemudian pergi meninggalkan ruangan  untuk sejenak mencari udara segar di lantai paling atas gedung SM itu. Di sana ia melihat Henry sedang berdiri dekat pagar besi pembatas sendirian. Sejenak langkahnya terhenti dengan alis saling bertaut. Lalu melangkah kembali, menghampiri artis SM multi talenta itu.
“Ya! Apakah kau ingin bunuh diri?” teriaknya. Bercanda. Dan berhasil membuat Henry terkejut, sebelah  kakinya mundur selangkah lalu menoleh ke arah belakang dengan tampang sedikit kesal menyambut si pemilik suara yang sudah tidak asing lagi itu. Sebuah suara yang selalu ingin didengarnya setiap saat.
“Apa kau sengaja ke sini untuk mencariku?”
Beom tertawa geli mendengar kenarsisan teman masa kecilnya itu. Lalu menjitak keningnya setelah berada dihadapannya. Membuat pria itu berteriak kesakitan, “YA!”
“Sedang apa kau disini oppa?” tanya Beom. Henry bergeming, merasa aneh dengan panggilan oppa yang ditujukan padanya. Apa dia salah dengar? Atau kekasih direktur Kim itu sedang kemasukan hantu hingga memanggilnya seperti itu.
“Heh?” Henry memasang muka kebingungan, pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Beom supaya ia bisa mengulang kembali apa yang ditanyakannya.
“Sedang apa disini?” ulang Beom. Dia tidak menyadari ucapan sebelumnya yang memanggil Henry dengan sebutan oppa. “Kau sendirian disini. Bagaimana nanti turunnya?”
“Bodoh! Aku kan bawa ponsel. Tinggal telepon Zhoumi hyung saja, nanti juga dia bakal ke sini menjemputku untuk turun. Tapi sekarang ada kau, jadi aku tak perlu Zhoumi hyung.” ucap Henry sambil terkekeh.
“Boleh saja. Tapi sekali turun tangga bayarnya 50.000 won, ok?!”
“Hmm.. 50 ribu won untuk sekali turun tangga.” gumam Henry sambil meletakan jari telunjuknya di bawah bibir. Wajahnya ia buat seperti sedang berpikir, “Aku ingin tahu. Kalau tidur denganmu, harus membayar berapa?” lanjutnya sambil berbisik dan tersenyum nakal.
Tangan Beom refleks mencubit perut Henry dan  kemudian menjawab pertanyaan itu dengan sebuah candaan lagi. “Sangat mahal! Kau tidak akan sanggup membayarku,”
Mereka tertawa bersama-sama. Berusaha saling mencubit satu sama lain dan akhirnya malah membuat tangan  mereka berpegangan saat berusaha menepis cubitan tadi. Seperti itulah mereka, hubungannya naik satu tingkat menjadi sebuah persahabatan. Walau sejak awal kepulangannya dari Andong, Beom sedikit menghindar karena merasa bersalah dan malu padanya. Tapi lambat laun ia berubah, pesan dari ayahnya menjadi pemicu untuknya supaya tidak terus menerus menyalahkan diri sendiri. Dan kini sudah waktunya dia membalas budi, tetap berada disamping dan membantu segala kesulitan teman masa kecilnya itu secara diam-diam.  Agar tidak terjadi kesalahpahaman ia juga memberitahu Kibum tentang Henry. Sekedarnya, hanya memberitahu bahwa Henry adalah teman semasa di panti. Sedangkan masalah dia pernah buta dan Henry yang telah mendonorkan mata untuknya masih dirahasiakannya. Ia rasa itu tidak penting, mengusik tentang kecelakaan yang pernah membutakan matanya, sama saja dengan membongkar luka lama. Dan ia selalu merasa trauma karena hal itu.

“Apa Beom tidak ke sini?” tanya Kibum pada Zhoumi.
“Tidak..”
“Henry sendiri kemana?” tanyanya lagi ketika menyadari hanya Zhoumi yang berada di ruang musik ini. Zhoumi menggeleng. Pertanyaan-pertanyaan dari bosnya itu lebih menakutkan daripada intrograsi seorang polisi. Kibum sejenak terdiam dan melirik ke arah pergelangan tangannya dimana waktu sudah menunjukan pukul 17:30. Sudah waktunya pulang, tapi kekasihnya itu malah menghilang entah kemana.
“Apa aku boleh tanya padamu?” tanya Kibum. Zhoumi yang dari tadi menunduk terpaksa mendongak dengan satu alis terangkat. Pertanyaan yang dilontarkan Direktur SM itu sepertinya akan lebih serius. Zhoumi mengangguk.
“Apa saja yang dilakukan Beom dan Henry kalau sedang bersama?”
Glek. Zhoumi sedikit menelan air liurnya. Pertanyaan tersebut seperti mengandung sebuah kecurigaan dari seorang pria terhadap kekasihnya. Melihat Zhoumi kebingungan dengan pertanyaannya, Kibum pun meralatnya, “Maksudku, apa yang selalu mereka bahas?”
“Hmm..” Zhoumi sejenak menahan ucapannya. Mencoba merangkai kata-kata yang paling enak di dengar oleh bosnya itu. “Biasanya Nona Park suka membahas tentang bakti sosial yang akan dilakukan selanjutnya. Kalo tidak, hanya berbincang dan bercanda-canda seperti seorang teman pada umumnya.”
“Apa tidak ada yang mencurigakan dari tingkah mereka?” timpal Kibum. Dan berhasil membuat Zhoumi ketakutan untuk menjawabnya. Mengingat ia tahu perasaan Henry pada Beom adalah sebuah cinta. Kalau sampai Direktur-nya itu melihatnya sendiri pasti bakal ketahuan. “Eh?” Pria jangkung itu pura-pura tidak mengerti.
“Sudahlah lupakan saja. Tolong kau hubungi Henry sedang berada dimana. Dan suruh dia kembali. Aku yakin Beom sedang bersamanya.”
“Ne.. sajangnim.” Sedikit lega. Itu berarti adalah pertanyaan terakhir yang akan ditanyakan oleh bos-nya. Zhoumi langsung menghubungi Henry sesuai dengan yang telah dititahkan padanya. Dan memberitahu Kibum kalau Henry akan segera kembali.

Kibum menyandarkan tubuhnya di pintu masuk ruang musik dengan tangan dilipat didada. Wajahnya menunduk, melihat kearah ujung sepatu yang dari tadi ia gerakan keatas kebawah sehingga menghasilkan seperti bunyi ketukan. Beberapa kali ia menarik napasnya, mencoba mengontrol emosinya. Menunggu seseorang yang ntah kapan akan kembali sungguh menjengkelkan. Apalagi ia tahu kekasihnya itu sedang bersama pria lain. Ia juga tidak berusaha untuk menghubunginya, bukannya tidak peduli. Tapi ingin mengetes sejauh mana Beom bisa sadar akan waktu, mengingat ketika sedang bersama Henry dia selalu lupa waktu.
Setelah setengah jam menunggu, akhirnya ia melihat Beom bersama Henry sedang berjalan menuju ke arahnya, lebih tepatnya ruang musik. Matanya memandang terus kedepan seolah tidak ingin kehilangan objek yang dipandangnya. Sementara kedua orang itu masih belum menyadari keberadaannya. Mereka sedang asyik membicarakan sesuatu, entahlah apa itu. Kebersamaan mereka memang selalu berhasil membuatnya cemburu.
Beom setengah berlari ketika berjarak 2 meter dari kekasihnya. Muka masam direktur SM itu seolah memberitahunya bahwa dia sudah menunggu lama untuknya. Ia tersenyum manis dan langsung merangkul lengannya berharap pria itu bisa sedikit mengumbar senyum manisnya.
“Apa oppa sudah lama? Kenapa tidak menghubungiku?” Mendengar Beom bicara seperti itu, Henry langsung membungkukan sedikit tubuhnya sebagai sapaan pada Kibum.
Kibum melihat waktu di pergelangan tangannya, “Baru 5 menit.” Dustanya. Ia sekilas melihat kearah Henry, kemudian kembali pada Beom dan bertanya “Kita pulang sekarang?”
Beom mengangguk. Dan langsung melangkah pergi setelah berpamitan pada Henry.

Henry POV
Selalu seperti ini. Kesenanganku hanya berlangsung selama beberapa jam, setelah itu aku merasakan rasa sedih yang sama besarnya ketika Beom harus pulang bersama Direktur Kim. Kata-kata manja dan mesra Beom pada Direktur Kim selalu membuat telingaku panas. Kata-kata yang indah itu terdengar seperti bualan seorang buaya darat. Iya.. aku iri pada mereka, terlebih pada Direktur Kim yang sangat beruntung mendapat kekasih menyenangkan seperti Beom. Seandainya aku bisa lebih dulu mengenalnya, apakah dia bisa menjadi milikku? Ah lagi-lagi aku menghayal. Entah magic apa yang meracuni pikiranku hingga dalam beberapa bulan saja aku bisa sangat mencintainya. Karenanya juga aku sedikit melupakan sahabat kecilku. Ataukah gara-gara nama mereka yang hampir sama, aku jadi punya perasaan cinta seperti ini?
Beom.. Lee Beom..?? Mungkinkah adalah dua orang yang sama? Sejenak aku terpikirkan tentang hal itu. Konyol sekali.
End Henry POV

Di sepanjang perjalanan pulang mereka hanya diam. Bukannya tidak ada bahasan untuk dibicarakan, tapi raut wajah dari sang pria seolah tidak ingin ditanya. Matanya fokus kedepan melihat jalanan sementara tangannya sibuk mengoper-oper gigi mobil dan mengarahkan setirnya dengan benar. Beom menoleh kesamping, memandang kekasihnya itu lekat-lekat. Berharap sang pujaan hati akan menyadarinya dan memandangnya balik. Sayangnya, usahanya tidak membuahkan hasil. Kibum tetap memandang lurus kedepan tanpa meliriknya sama sekali. Bahkan ketika Beom menggenggam tangannya saat akan mengoper gigi, ia hanya bertanya “Kenapa?” tanpa melihatnya sama sekali.
“Kau marah?” tanya Beom.
“Anni..” Kata tersebut cukup untuk menyudahi obrolan. Dan Kibum pun kembali fokus ke laju mobilnya tanpa peduli pada kekasihnya yang masih ingin mendengarkannya bicara.

@Music Room SM
“Sedang apa kau bersama Nona Park di balkon?” tanya Zhoumi pada Henry yang sedang duduk di sofa satu-satunya yang ada di ruangan itu.
Roti yang akan masuk ke mulutnya dengan terpaksa ditahan. “Ada apa hyung? Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu.”
“Kalau tidak ada keperluan penting dengan nona Park, lebih baik kau tidak menemuinya,”
Henry terlihat sedikit kesal. Roti kesukaannya itu pun ia letakkan di meja sebagai tanda bahwa apa yang telah diucapkan oleh Zhoumi sudah merusak napsu makannya. “Kalau hyung ingin aku menjauhinya. Lebih baik jangan bicara lagi.” Ujar pria buta itu. Lalu merebahkan tubuhnya di sofa dengan earphone yang menutupi kedua telinganya seolah tidak ingin mendengarkan apapun lagi dari pria jangkung itu.
“Direktur Kim sepertinya mencurigaimu, jadi jagalah sikapmu. Ingat! Nona Park hanya menganggapmu sebagai rekan kerja saja.” Ujar Zhoumi mengingatkan.
“Sudahlah hyung! Aku tidak peduli!!” Bentak Henry seraya bangkit dari tidurnya. Earphone yang menempel di kupingnya pun ia lepas dan dilempar sembarang. Baru kali ini dia lempas kendali, mungkin karena sudah sangat bosan mendengar asisten yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya itu menceramahinya. Entah kenapa, sesuatu yang berhubungan dengan Beom selalu membuatnya sensitif.
Ia melanjutkan dengan napas yang sedikit memburu, “Jangan bahas masalah ini lagi. Aku akan menerima segala resikonya!” Kata-katanya sejenak ia tahan, seperti sedang berpikir. “Kalaupun harus ditendang dari SM. Aku akan menerimannya!”
Zhoumi membulatkan matanya. Syok. Tidak menyangka akan keluar kata-kata seperti itu dari mulut seorang Henry Lau. Sepertinya cinta sudah membutakan matanya sampai ia rela kehilangan pekerjaan yang sangat menguntungkan ini demi cinta satu pihaknya. Zhoumi terdiam sambil menoleh ke arah Henry dengan tatapan prihatin.

Sepasang kekasih ini sedang berkutat dengan laptopnya masing-masing. Kali ini memilih balkon sebagai tempat kerjanya. Sang direktur SM, Kim Kibum sengaja pulang cepat untuk mencegah kekasihnya keluar rumah. Ia langsung memintanya untuk membantu semua pekerjaan kantornya. Sama seperti hari-hari biasanya, hanya saja tempatnya berbeda. Setidaknya dengan membawa pekerjaannya ke rumah bisa menyibukkan kekasihnya supaya tidak ada kesempatan untuk bertemu dengan Henry. Sesekali Kibum mencuri pandang, mengamati apakah orang yang berada di hadapannya itu benar-benar kerja atau tidak. Ia pun tersenyum tipis, merasa usahanya telah berhasil. Hari ini ia ingin menghabiskan waktu dengan kekasihnya itu tanpa diganggu oleh Henry.
“Selesai!” Beom meregangkan otot-otot tangan dan jarinya sehingga menghasilkan bunyi yang khas. Proposal yang harus diketiknya sudah beres, tinggal memindahkannya kedalam flashdisk kemudian di print.
“Oppa, aku ambil air dulu.” Ujarnya seraya melangkah pergi ke arah dapur sambil membawa gelas yang sudah kosong. Kibum hanya bergumam, meng-iyakan. Tiba-tiba sebuah intro dari lagu fiction milik B2ST terdengar keluar dari ponsel Beom yang tergeletak di meja. Kibum melihatnya sekilas, dan mendapati nama Henry tertera di sana. Tadinya hanya ingin mematikan ringtone ponselnya saja yang menurutnya sedikit mengganggu konsentrasi kerjanya. Tapi setelah mendapati nama Henry, ia menjadi penasaran kemudian membuka pesan singkat untuk kekasihnya itu.
“Hari ini aku tidak akan ke SM. Bisakah kau antarkan semua data yang sudah kau susun ke apartemenku?”
Kibum yang tidak begitu senang dengan isi sms itu, langsung membalasnya tanpa meminta persetujuan dari orang yang lebih berhak menjawabnya, Beom. Kekasih hatinya.
“Mianhae.. hari ini aku akan pergi ke luar kota. Nanti datanya aku titipkan pada Zhoumi.”
Beom yang melihat kekasihnya sedang mengotak-atik ponselnya langsung bertanya. Kibum tidak menjawab dan hanya menyerahkan ponsel tersebut supaya Beom bisa mengeceknya sendiri. Sebelumnya Beom meletakkan gelas yang dibawanya, kemudian melihat inbox di ponselnya.
“Aku sudah membalasnya,” ujar Kibum. Tatapannya masih mengarah lurus ke depan layar laptop karena tidak ingin melihat wajah heran kekasihnya.
Beom menoleh sekilas setelah mendengar Kibum berbicara seperti itu. Sedikitnya ia bisa menerka isi dari balasan yang di kirim oleh kekasihnya itu. Pasti dia akan menghalanginya untuk bertemu dengan Henry. Ia kemudian membuka outbox dan membaca alasan yang dikirim oleh kekasihnya itu.
“Memangnya kita akan kemana, oppa?” tanyanya seolah ingin memastikan alasan yang ditulis oleh kekasihnya itu benar atau cuma sekedar dusta.
“Aku ingin melihat sunset di pantai. Cepat! Bantu aku menyelesaikan ini, setelah itu kita langsung berangkat.”
Tidak ada ekspresi senang. Wajahnya terlihat datar mendengar berita tersebut. Liburan yang biasanya selalu bisa membuat badmood-nya kembali normal. Kali ini malah membuatnya tidak semangat, bahkan pantai yang selalu menjadi tempat favorite-nya itu tidak membuatnya antusias untuk pergi. Malas rasanya. Apakah liburan tiba-tiba ini hanya alasan kekasihnya untuk mencegahnya bertemu dengan Henry? Ataukah memang sudah direncanakan? Sejenak pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
“Kenapa dadakan?” tanyanya penasaran.
Kibum mendelik, mengamati wajah kekasihnya itu yang sepertinya tidak semangat. “Tidak.. aku sudah merencanakannya. Makanya aku pulang cepat dan  langsung mengerjakan pekerjaan kantor ini, supaya kita bisa pergi.” Paparnya. Ia terus mengamati wajah gadis di depannya. Ingin tahu, tanggapan yang akan dikatakannya. Tapi selama satu menit Beom tetap diam, seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Kenapa? Apa kau tidak bisa pergi denganku?” imbuh pria bermarga Kim itu.
“Bukan begitu. Hanya saja..” Beom menahan kalimatnya. Tangannya meraih tangan Kibum kemudian menggenggamnya. “Apa bisa nanti kita mampir dulu ke apartemen Henry? Ada data penting yang harus aku berikan padanya. Hanya sebentar..” Sangat hati-hati dan lembut, supaya tidak menyinggung hati Kibum.
“Apa tidak bisa dititipkan saja pada Zhoumi?” balas Kibum seraya melepaskan tangan dari tangan kekasihnya. Kemudian kembali mengetik sebagai alibi.
“Mungkin Zhoumi juga sedang berada di sana. Sms tadi, pasti dia yang mengetiknya.”
“Yah sudah.. cepat siap-siap. Supaya tidak kemalaman.” Berat rasanya untuk berkata seperti itu. Entah kenapa selalu ada perasaan takut ketika membiarkan kekasihnya berduaan dengan artis asuhannya.
“Gomawo oppa!” Kata terakhir yang diucapkan Beom. Sedikit lega, akhirnya Kibum bisa memahaminya.

Henry POV
Ting.. tong..
Suara bel pintu membuyarkan lamunanku. Rasanya malas sekali untuk membukanya. Palingan Zhoumi hyung yang tadi sempat pergi dan sekarang pasti datang bersama teman-temannya untuk mem-bully ku. Kemudian akan memberiku sebuah kue ulang tahun sebagai surprise. Yah, hari ini adalah ulang tahunku yang ke-25. Tidak ada hal yang special dan perayaan seperti kebanyakan orang, aku malah terkesan tidak memperdulikannya. Bahkan kadang tidak menyadarinya, seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku baru tersadar setelah banyak panggilan yang masuk mengucapkan birthday padaku. Tahun ini, entah kenapa aku sangat menunggunya. Ada harapan kecil yang ingin aku wujudkan bersama seseorang, dan ingin mendengar dia mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Tidak perlu yang pertama, hanya ingin dia memberiku selamat atas bertambahnya umurku ini dan memberikan doa tulusnya padaku. Untuk mewujudkan semua itu aku sudah mempersiapkan cup cake, buah-buahan dan minuman beralkohol rendah. Berharap dia bisa menemaniku menikmatinya. Tapi sayang, semua ini hanya ada dalam anganku saja. Sebuah pesan yang aku kirim padanya tidak mendapat respon baik. Kata Zhoumi hyung dia tidak bisa ke sini karena harus ke luar kota. Aku tidak begitu saja percaya, mengingat Zhoumi hyung tidak begitu suka aku menghabiskan waktu bersamanya. Bukan karena Zhoumi hyung benci padanya tapi dia mencemaskanku. Yah.. aku memang terlalu nekad mencintai kekasih atasanku sendiri.
Ting.. tong..
Bel kembali berbunyi. Dengan wajah malas aku pun menuju pintu dan membukanya.
“Annyeong..”
Sebuah sapaan yang terdengar renyah. Suara tersebut milik seseorang yang sudah tidak asing lagi ditelingaku. Seseorang yang baru saja aku pikirkan. Apakah aku sedang berhalusinasi? Mungkinkan aku mempunyai magic yang bisa membuat orang yang aku pikirkan langsung datang padaku?
“Lee Beom?” tanyaku memastikan.
“Apa kau tidak akan membiarkanku masuk?”
Setelah mendengar suaranya untuk kedua kalinya, entah kenapa bibirku menyungging lepas. Aku benar-benar tidak percaya dia bisa datang ke rumahku. Tanpa menunggu lama, akhirnya Tuhan langsung mengabulkan doaku. Orang yang sangat aku harapakan keberadaannya sekarang sudah berada dihadapanku. Sungguh mujizat yang luar biasa.
Seperti biasa, dengan manja aku mengulurkan tanganku. Seolah menyuruhnya untuk meraihnya dan kemudian menuntun jalanku. Mungkin karena sudah terbiasa jadi dia tidak menyadarinya kalau aku sudah hapal betul dengan tata letak rumahku. Tanpa bantuannya pun aku masih bisa mengenali kemana aku harus melangkah. Kami bergandengan tangan, hangat sekali. Ada perasaan dimana aku tidak ingin melepasnya, ingin seperti ini selamannya. Ingin dia menjadi penuntun arahku dan pendamping dalam hidupku. Apakah aku bisa bersaing dengan bosku sendiri? Hmm.. entahlah. Tapi mulai hari ini aku akan berusaha untuk mencobanya. Egoku mengalahkan akal sehatku, biarlah mengalir dengan sendirinya. Aku yakin cinta bisa datang tanpa disadarinya.
Kami duduk di sofa. Jari-jemari yang dari tadi mengait menggenggam telapak tanganku mulai melonggar. Tangan halus itu sepertinya sedang meraih sesuatu yang lain. Dan benar saja semenit kemudian ia menyodorkan sesuatu padaku. Dan berkata, “Ini datanya. Baru sebagian, nanti yang lainnya menyusul. Aku belum sempat mengetik semuanya.”
Aku menerimannya. Lalu meraih tangannya dan sedikit memijat jari jemarinya. “Sepertinya jari ini kau sudah sangat lelah.” ujarku dengan candaan. Sebenarnya pijatan ini hanya sebagai alibi supaya aku bisa terus menggenggam tangannya.
“Thanks.. Ternyata, kau berbakat juga jadi tukang pijat xixi..” ucapnya sambil melepaskan tangannya. Tawanya sangat khas, membuatku selalu ingin terus mendengarnya. “Lain kali kau harus memijatku lagi. Sekarang aku harus pergi. Annyeong..”
Tanganku refleks menahannya, “Kemana?” Dia hanya diam, sepertinya aku terlihat aneh dimatanya ketika menahannya pergi. Bodoh! Apakah aku berhak untuk bertanya seperti itu? Hey! Harusnya aku sadar siapa diriku, aku bukan siapa-siapa baginya.
“A..ku.. “ Dia berdeham, seperti memberi jeda dari ucapan sebelumnya yang terdengar ragu untuk dikeluarkan. “Aku masih ada keperluan,”
Ada keperluan? Terdengar mulus keluar dari mulutnya. Tapi, kenapa aku merasa dia sedang membohongiku?
End Henry POV

“Owh.. Setidaknya sebagai tamu kau harus minum terlebih dahulu sebelum pergi. Sebentar, aku ambilkan..” Henry beranjak dari duduknya kemudian berlalu ke arah dapur. Ini adalah cara satu-satunya supaya dia bisa sedikit menahan kepergian Beom.
Beom menyetujui. Dan kembali duduk manis, kebetulan rongga mulutnya pun sudah mulai mengering. Haus. Sambil menunggu, pandangannya mengarah kesekeliling. Ada sedikit yang berbeda dari ruangan ini, lebih bersih dan rapih. Tidak seperti biasanya yang tampak seperti rumah yang tak terurus oleh penghuninya. Bahkan meja dihadapannya pun terlihat mengkilap. Ada buah-buahan dan cookies seperti sudah dipersiapkan sebelumnya.
Prang..!
Suara dari benda berbahan kaca yang terjatuh itu membuat Beom menoleh ke arah dapur seolah ingin memastikan apa yang telah tejadi. “Gwenchana??” tanyanya dengan suara yang sedikit tinggi. Berharap orang yang di dapur bisa menyahutnya.
“Ne.. Gwenchana.” balas Henry.
Setelah 5 menit Henry belum juga kembali ke ruang tengah, Beom pergi melihatnya. Dari jarak 6 meter ia melihat Henry sedang mengumpulkan pecahan gelas yang tadi terjatuh. Tangannya meraba-raba lantai supaya bisa menggapai pecahan gelas itu tapi hasilnya malah membuat jari dan telapak tangannya terluka. Seperti tidak mengenal rasa sakit, pria buta itu terus berusaha membereskan pecahan-pecahan beling tajam itu. Beom yang menyaksikan semua itu menatap iba.
“Mianhae.. oppa!” gumamnya. Matanya mulai berkaca-kaca, merasa bahwa semua ini adalah salahnya. Seandainya Henry tidak mendonorkan mata padanya, mungkin dia bisa membersihkan pecahan gelas itu dengan cepat tanpa harus melukai tangannya. Beom menghampirinya kemudian berjongkok membantu membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai itu.
“Biar aku yang membersihkannya,” ujarnya seraya menepis tangan Henry menjauh dari gelas pecah itu. Awalnya Henry menolak, tapi setelah Beom sedikit membentaknya. Akhirnya dia mengikuti dan berdiri mematung sambil menutupi jari-jari tangannya yang terluka. Setelah Beom selesai membersihkan lantai, dia menuntun Henry, lebih tepatnya menariknya supaya mengikuti dirinya. Mereka duduk kembali di sofa, lalu Beom mengambil kotak P3K untuk mengobati luka Henry. Dia mulai membersihkan luka itu dengan alhokol, perlahan dan sangat hati-hati. “Perih tidak?” tanyanya pada Henry.
Artis asuhan SM entertainment itu menjawab, “Tidak...” Tapi ucapannya tidak sesuai dengan raut wajahnya, Ia meringgis. Beom yang melihat ekspresi kesakitan itu langsung meniupi luka Henry lalu membubuhinya dengan obat merah. Setelah itu baru ditempelkan plester.
“Selesai! Hmm.. tanganmu jelek sekali kalau seperti ini ckck..” canda Beom.
“Tapi wajahku tetap tampan ‘kan?” timpal Henry.
Mendengar Henry berbicara seperti itu, Beom bergeming. Memandangi wajah pria chabby itu lekat-lekat. “Apakah aku boleh melihat matamu?”
Henry tercekat ketika Beom sedikit meraba pipinya saat hendak melepaskan kaca mata hitamnya. Dia diam, seolah memberi izin Beom untuk melihat keadaan matanya. Beom merabanya, dengan ibu jarinya ia menelusuri secara perlahan keseluruh bagian matanya.
“Kau harus bisa melihat lagi.” Gumannya tanpa sadar. Henry yang merasa nyaman dengan sentuhan Beom, mengabaikan ucapannya. Entah karena dia tidak mendengar, atau saking terbuainya dia oleh sentuhan hangat yang meraba matanya. Henry mulai mendekat, lalu menarik tubuh Beom dalam dekapannya. “Apakah mungkin aku bisa melihat lagi?” Terdengar lirih dan putus asa.
Deg! Jantung mereka berdetak kencang. Ada perasaan aneh, tapi mereka sangat menikmatinya. Nyaman sekali, ikatan batin mereka bertaut kembali. Seperti ada sebuah kehangatan yang menyelimuti tubuh mereka yang sedang  kedinginan.
“Pasti bisa!” sahut Beom sambil menepuk pundak Henry. “Minhae oppa.. karena aku, kau jadi seperti ini.” batinnya.
“Bisakah hari ini saja kau menemaniku? Aku sangat membutuhkanmu,” racau Henry berbisik. Sangat pelan.
“Heh?” Beom mengernyit seraya melepaskan pelukannya. Diam sejenak, ingin mendengar sekali lagi apa yang telah dibisikkan oleh Henry. Tapi Henry hanya mengumbar senyum yang dipaksakan tanpa berbicara.
Kekasih SM itu pun akhirnya memutuskan untuk berpamitan, “Mianhae.. Aku harus pergi sekarang.”
Henry terdiam. Pasrah. Seandainya gadis itu adalah kekasihnya, mungkin dia akan menahannya agar tidak pergi. Bahkan untuk meminta gadis bernama Beom itu menemaninya hari ini saja, hanya mampu diucapkannya dengan berbisik. Tidak ada kekuatan untuk mengatakannya dengan tegas, bibirnya seperti sudah kelu. Yah.. dia tidak berhak meminta sesuatu yang lebih dari gadis itu. Dipeluk dan diberi semangat olehnya saja, itu sudah merupakan sesuatu yang sangat istimewa.
Henry mengantarkan Beom sampai pintu. “Kalau urusanmu sudah beres. Dan masih ada waktu luang, sempatkanlah kesini lagi.. Hari ini aku punya makanan yang banyak untuk berbagi denganmu.”
Beom tertawa kecil, “Jadi kalau besok, makanannya sudah tidak berlaku lagi yah?”
“Yup! Pasti sudah basi seperti wajahmu.” Ejek Henry dengan tawaan. Beom tersenyum, ia senang bisa meninggalkan Henry dalam keadaan riang seperti itu. Setidaknya wajah murungnya sudah tidak terlihat lagi.
“Baiklah. Aku pamit.. Annyeong..”
==================================================================

“Kenapa lama sekali?” Beom yang baru saja membuka pintu mobil langsung ditodong pertanyaan seperti itu oleh  kekasihnya. Ia duduk dan melihat waktu dipergelangan tangannya, “Hanya 20 menit.” Sahutnya membela diri.
“Hanya??” Kibum sedikit meninggikan nada suaranya, matanya menatap penuh kesal. “Apa kau tidak sadar? Kau selalu membuatku menunggu seperti ini!” Dia kemudian memalingkan wajahnya lurus kedepan dan bersiap untuk menjalankan mobilnya.
Beom menatap sendu, “Mianhae..” Kemudian dia mengecup pipi Kibum sebagai permintaan maaf. “Jangan cemberut lagi. Bukannya kita akan pergi bersenang-senang? Aku janji. Nanti disana tidak akan ada gangguan lagi.”
Kibum hanya menoleh sekilas, lalu menjalankan mobilnya menuju tempat yang dimaksud. Pantai Gwangalli di Busan.

Mereka tiba di Busan sekitar pukul 4 sore, waktu yang tepat untuk menunggu sunset. Tapi sayang, cuaca sedang tidak mendukung. Daerah sekitar pantai Gwangalli sedang dilanda hujan. Mereka hanya diam dalam mobil, menunggu. Berharap hujan akan segera reda. Hampir 1 jam mereka menunggu, hujan bukannya reda malah semakin deras. Kilatan petir seperti aliran listrik yang akan menyengat mereka dan suara gemuruhnya sangat memekakkan telinga. Beom yang awalnya riang, kini bergeming saking takutnya.
“Apa lebih baik kita pulang saja, oppa?” saran Beom ketika melihat keadaan yang sepertinya tidak akan berubah ini.
“Kita tunggu sebentar lagi. Terlalu berbahaya menjalankan mobil dalam keadaan hujan deras seperti ini.”
Beom menyetujui. Dia mulai membuka snack bawaannya untuk sekedar mengganjal perut yang sudah mulai keroncongan. Tidak lupa membaginya pada Kibum dengan cara yang sedikit nakal. Ia menawarkan kimbab bawaannya, tapi saat Kibum akan meraihnya, ia segera memasukkan nasi gulung itu dalam mulutnya. Kemudian tertawa puas.
Kibum hanya tersenyum menaggapinya. Lalu mengambil kimbab yang masih tersimpan di kotak bekal itu sendiri, sedikit merebutnya hingga membuat gadis bermata coklat itu mengembungkan pipinya karena merasa makanannya favorite-nya telah dicuri. “Oppa, jangan semuanya dihabiskan! Aku juga masih pengen.” Rengeknya manja ketika Kibum hampir memakan semuanya.
“Nih..” Kibum menawarkan kimbab yang sedang di gigitnya. Saat Beom akan mengambilnya, ia langsung menyunyahnya sampai habis, “Satu.. satu!” pekiknya puas karena berhasil membalas perlakuan kekasih tercintanya itu.
“Awas saja. Aku tidak akan membagimu lagi.” Ancam Beom sambil memegang erat kantong plastik yang berisi penuh snack. Kibum tersenyum, merasa tingkah kekasihnya itu sangat lucu. Ia pun lalu mencubit pipinya gemas. Sementara Beom masih cemberut.
Snack-nya sudah hampir habis karena selama setengah jam itu dia terus memakannya tanpa henti. Sekarang yang tersisa hanya satu bungkus pepero yang berada di tangan dan sedang digigitnya. Entah karena sudah kenyang atau sengaja mengulur waktu supaya cemilan terakhirnya tidak cepat habis. Ia seolah memain-mainkannya, hanya menggigit tanpa mengunyahnya. Matanya yang sedang fokus pada komik yang sedang dibacanya membuat dia tidak menyadari kalau orang disampingnya sedang memperhatikan tingkahnya dari tadi. Pria berkemeja hitam itu meraih wajahnya kemudian ikut memakan pepero yang berada dimulutnya sampai habis hingga membuat bibir mereka saling menempel. Beom terbelalak atas perilaku Kibum yang secara mendadak itu, tapi dia tetap bergeming, merasa ada sesuatu yang hangat menjalar keseluruh tubuhnya.
“Apakah enak?” tanya Beom saat bibir kekasihnya sudah lepas darinya. Kibum mengangguk. “Apa oppa mau lagi?”
Pertanyaan berambigu itu langsung di iyakan oleh Kibum. Apakah itu bermaksud pada pepero atau ciuman. Yang pasti ia sangat menginginkannya. Beom mulai menggigit  lagi ujung kue berbentuk stik itu. Sementara ujung yang satunya disodorkan ke mulut kekasihnya. Mereka menyunyahnya secara bersamaan, jarak mereka semakin dekat saat pepero itu sudah hampir habis. Mereka mulai memejamkan mata dan disaat bersamaan bibir mereka sudah kembali menempel. Berbeda dari yang sebelumnya, bibir mereka seolah tidak mau terpisahkan, keduanya saling menghisap dan melumat secara bergantian. Kepala mereka pun mulai bergerak berlawanan demi menciptakan ciuman yang menggairahkan. Kibum mulai bergerak dari posisinya, sedikit mendorong tubuh Beom sampai merapat ke jok mobil tanpa melepaskan ciumannya. Tangan kanannya meraih kenop jok tempat duduk Beom dan mengubahnya sehingga menjadi lebih rendah. Seperti posisi akan tertidur. Berhasil. Sekarang ia sudah berada di atas tubuh kekasihnya, menindihnya dan merapatkan tubuhnya. Sejenak ia melepaskan ciumannya untuk mengambil napas tapi setelah itu kembali melakukannya lagi. Dan semakin panas, tangannya mulai bergerak nakal. Meraba-raba tubuh gadis itu dan mulai meremas buah dadanya. Beom mendesah disela-sela ciumannya ketika tangan Kibum  meremas keras payudaranya. Tidak ada perlawanan karena dia sendiri sudah terbuai dengan perlakuan kekasihnya itu. Ia mengalungkan tangan kirinya di leher Kibum sementara tangan kanannya sibuk meraba-raba punggung pria tampan itu. Hawa dingin dan hujan deras di luar sana membuat mereka semakin bernapsu, dengan alasan untuk mencari kehangatan meraka terus bercumbu tanpa memperdulikan tempat dimana sekarang. Tempat yang sempit tidak menghalangi mereka untuk bercumbu lebih jauh lagi. Ciuman mereka semakin buas, menelusuri tiap rongga mulut dengan lidahnya. Saling bertaut dan mengemutnya dengan penuh napsu. Sementara tangan Kibum kini sudah berhasil menyusup kedalam baju Beom, mencoba menggapai dua gundukan dada yang sangat kenyal. Baju gadis yang ditindihnya itu semakin tersingkap ke atas, perutnya yang langsing terekspos hingga membuatnya sangat kedinginan.
“Oppa, tunggu!” Beom sejenak menahan aktivitas Kibum yang semakin menjadi itu, lehernya sekarang pasti sudah penuh dengan bekas merah hasil ciumannya tadi. Kibum menghiraukannya, ia langsung membekap bibir gadis itu dengan bibirnya. Lambat laun ciumannya mulai turun kembali ke bawah, menuju leher yang masih terlihat putih.
“Oppa, lebih baik kita pergi ke penginapan.” Saran Beom dengan napas yang memburu. Akal sehatnya hilang, ajakannya itu seperti sebuah lampu hijau bagi Kibum untuk melakukan sesuatu yang lebih. “Apa kau yakin?” tanya direktur SM itu memastikan. Beom mengangguk.
Mereka pun menghentikan semuanya dan kembali keposisi duduk semula. Beom sejenak merapihkan baju dan rambutnya yang sudah acak-acakan itu. Sementara sang pujaan hati langsung melajukan mobilnya ke tempat yang lebih nyaman untuk mereka bercumbu, sebuah penginapan yang masih berada di sekitar pantai Gwangalli.

Villa yang dijadikan penginapan itu memang tidak terlalu luas. Masih cukup untuk mereka berdua yang akan sekedar tidur. Disana hanya ada satu tempat tidur dan tungku perapian untuk menghangatkan badan. Aksen klasik sangat kental di ruangan yang bernuansa kayu ini. Di salah satu dindingnya tergantung sebuah lukisan pantai yang unik dan sangat indah. Beom yang menyukai seni berdecak kagum melihatnya.
“Lukisan ini apa anda yang membuatnya?” tanya Beom pada pria yang sedang bertransaksi masalah pembayaran dengan Kibum. Jari telunjuknya mengarah pada lukisan yang terbuat dari lumpur itu. Pria bermarga Choi yang ternyata adalah pemilik villa ini mengangguk seraya mengiyakan pertanyaan Beom.
“Waahhh... bagus sekali. Aku selalu ingin membuat lukisan seperti hidup ini, tapi tidak pernah berhasil. Aku pernah melihat lukisan seperti ini di TV.” Beom tersenyum manis pada pria bernama Choi Minho itu.
Ia melanjutkan, “Apa jangan-jangan anda seniman lumpur dari Busan itu?” Terkanya so akrab. Membuat Kibum harus sedikit menyenggol tubuhnya.
“Baiklah. Kami ambil kamar ini untuk satu malam,” timpal Kibum seolah ingin mengakhiri perbincangan antara kekasihnya dan pria bernama Minho itu. Negosiasi tentang harga kamar pun sudah dilupakannya.
“Baiklah.. Selamat istirahat.” Kata Minho sambil membungkukkan sedikit tubuhnya lalu berlalu meninggalkan ruangan itu.
“Kau selalu so akrab dengan pria yang baru di kenal.” Protes Kibum seraya berjalan menuju tempat tidur.
“Apannya yang so akrab? Aku hanya bertanya saja.” Ujar Beom membela diri. Bibirnya sedikit maju kedepan karena tidak terima dengan tudingan Kibum barusan.
“Cepat kesini!” titah Kibum yang sedang duduk di tempat tidur. Beom yang masih berdiri mematung hanya menoleh sambil menelan salivanya. Pikirannya sudah dipenuhi dengan hal-hal kotor.
“Ada apa?”
“Untuk apa kau berdiri disana? Bukannya kita kesini untuk...” Kibum menggantungkan kalimatnya, merasa apa yang akan dikatakannya itu terlalu frontal. Beom tetap bergeming, hingga membuat Kibum harus kembali menghampirinya. Mereka berdiri berhadapan, saling menatap dalam seolah sedang memantapkan hati. Kibum mulai membelai pipi Beom, mengusapnya dengan penuh kasih sayang. Beom meraih tangan Kibum dipipinya seolah ingin dia terus membelainya. Ia pun mulai mendekat dan sedikit berjinjit untuk menggapai bibir kekasihnya.
Cup~
Ia mengecupnya sejenak. Tangannya mengalung erat dileher Kibum dan kembali mengajaknya untuk berciuman. Pelan dan  sangat lembut, membuat sensasi yang sangat nikmat. Semua hasrat yang ada mereka curahkan sampai akhirnya mereka tidur bersama sampai pagi dengan pakaian yang ditanggalkan. Memadu kasih dibawah selimut dengan mesranya.

Continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar