Selasa, 28 Februari 2012

FF/My Inspiration/Part 5/Henry Lau,Kim Kibum,Park LeeBeom [OC]/Romance,Friendship/PG+17



My Inspiration
By : Ulie Aya’aya Wae

Genre  : Romance, Friendship
Rate    : PG+17
Length : Chapter

Main cast : Henry Lau, Kim Kibum, Lee Beom / Lie Beom [OC]
Other cast : Lee Donghae, Zhoumi, Hyosun [OC], Park Jungsoo

Gaun merah marun menjadi pilihannya, setelah hampir setengah jam gadis itu mengobrak-abrik isi lemari. Gaun panjang dengan lengan pendek, dibagian dadanya berbentuk hurup V hingga memperlihatkan keindahan kalung putih berlian yang menjuntai dibagian dadanya. Seperti akan berkencan untuk pertama kalinya ia memoles wajahnya dengan sangat cantik. Rambutnya ia gerai kebawah dengan aksen ikal dibagian bawahnya. Sangat sempurna, yah.. ia ingin sangat sempurna dihadapan tamu-tamunya. Hari ini untuk pertama kalinya ia memamerkan hasil lukisannya ke semua orang. Dengan tema Art and Charity, Beom berencana menyumbangkan semua dana hasil lelang lukisannya ke sebuah panti di daerah Andong.
Para tamu yang hadir sangat terpukau dengan semua lukisan yang dipajang di dinding. Nuansa alam yang dilukiskan di sebuah kanvas itu seperti terlihat nyata. Hamparan sawah yang hijau dan pengunungan yang menujang tinggi. Juga, petani-petani yang sedang membajak sawah dengan kerbaunya dan saung-saung kecil yang ada dalam lukisan itu seolah mempertihatkan sebuah desa yang sebenarnya. Selain pemandangan alam, lukisan tokoh-tokoh yang sudah asing pun diperlihatkan. Kebanyakan adalah artis-artis SM sendiri dimana lukisan itu sangat unik karena dilukis tanpa sepengetahuan si artis tersebut. Ada yang sedang makan, sedang berjalan di area gedung SM, sedang melamun, sedang latihan dance dan kegiatan-kegiatan yang lainnya. Yang menarik perhatian para tamu adalah sebuah lukisan yang memperlihatkan keindahan langit di sore hari dengan layang-layang dan burung yang menghiasi langit tersebut. Dibagian bawahnya ada seorang pria yang sedang berdiri menyamping seolah sedang memandang keindahan langit yang sudah berwarna jingga itu. Itu menjadi lukisan yang paling diminati karena sosok yang ada dalam lukisan tersebut adalah Henry Lau, seorang artis SM yang sekarang menjadi bintang tamu dalam acara ini.
Beom masih mengapit lengan kekasihnya. Ia dengan direktur SM itu berjalan-jalan menghampiri tamu hanya untuk sekedar menyapa.  Kadang mereka berbincang, terlihat akrab dan sangat ramah membuat para tamu yang ingin bertanya merasa tidak sungkan. Beom menjawab dan menjelaskannya dengan rinci ketika ada tamu yang ingin mengetahui maksud lukisan yang ia buat. Kapan dibuatnya dan kenapa mengambil objek itu untuk dilukis, kadang pertanyaan yang dilontarkan tidak penting. Tapi Beom tetap menjawabnya dengan sedikit candaan. Beom sedikit menoleh ke panggung pertunjukan. Disana ada Henry yang dari tadi setia memainkan biolanya dan menunjukan keindahan suaranya. Lagu-lagu yang dibawakannya seolah menghipnotis semua orang hingga tidak mau beranjak pergi. Penghayatan yang diperlihatkanya sangat memukau. Sungguh sangat menyentuh, seolah kita mengalami sendiri kisah dalam lagu yang dibawakannya.
“Oppa, tunggu sebentar,”
Tanpa menunggu persetujaan Kibum, Beom pergi darinya dan menghampiri Henry yang sedang perform akustikan dipanggung. Ia menghampiri pria buta itu hanya untuk sekedar menyapa dan juga meng-request lagu. Ia tertegun melihat Henry bernyanyi, dengan jarak yang sangat dekat ia bisa melihat jelas ekspresi wajah Henry yang sendu, sesuai dengan lagu yang dibawakannya, Hurt by Christina Aguilera.
Sekali lagi Henry mendapat tepukan tangan dari orang banyak saat ia sudah menyelesaikan lagunya. Kali ini suara tepukan terdengar keras karena jarak yang sangat dekat. Beom menghampiri Henry dan menyapanya. Kemudian memujinya.
“Aku sungguh beruntung. Bisa melihat penampilan artis terkenal dengan gratisan,” Beom tertawa kecil, kemudian menepuk pundak Henry seolah memberitahu kedatangannya.

Henry sejenak meminta izin kepara tamu untuk istirahat. Kemudian turun dari panggung kecil itu bersama Beom lalu duduk di belakang panggung untuk sekedar mengganjal perutnya yang sudah mulai keroncongan.
“Bagaimana? Apakah banyak orang yang  datang?” tanya Henry sambil mengunyah kue yang tadi dibawakan Zhoumi.
“Mmm.. ini berkatmu. Sepertinya, orang-orang datang kesini hanya untuk melihatmu bukan karena lukisanku,” canda Beom. Dan ucapannya itu berhasil membuat Henry bangga. Dengan sombongnya, artis chabby itu menunjuk dirinya sendiri, angkuh. Melihat tingkahnya, Beom berdesis kesal. Untuk sekian kalinya ia menyesal telah memuji pria itu.
Henry bersiap-siap kembali untuk tampil. Dan siap menyanyikan lagu requestan dari Beom, ia hendak melangkah menuju panggung dengan bantuan para staff. Sementara Beom beranjak juga dari duduknya.
“Lee Beom!”
Panggil seseorang yang sedang berjalan menuju tempat dimana Henry dan Beom duduk tadi. Beom menoleh, sementara Henry memekik dengan suara yang seperti memanggil, “Beom?!”
Mendengar Henry memanggilnya juga, Beom sejenak melirik kearahnya. “Wae?”
Pria yang akan naik panggung itu, berdiri mematung. Kedua alisnya saling bertaut, penasaran. begitu juga dengan Beom. Terdengar tak biasa saat Henry memanggilnya ‘Beom’. Melihat tidak ada respon dari Henry, Beom menyambut orang yang tadi memanggilnya dengan sebuah pelukan. Seorang teman yang sudah lama tidak ditemuinya itu bernama Lee Donghae.


“Bogoshipo oppa! Bagaimana kau bisa ada disini?” Tangannya masih bergelayut di lengan Donghae. Bibirnya melengkung indah, membuat semua pria tidak ingin berpaling dari wajah yang sangat cantik itu.
“Kebeneran ada kerjaan yang harus aku urus disini.” ucap Donghae dengan senyuman. Pria yang sudah beberapa tahun kerja di China itu sedikit berbohong. Alasan sebenarnya adalah karena dia sangat merindukan kekasih Direktur SM itu.
“Kapan kau tiba di Seoul?”
“Tadi pagi. Apa Kibum tidak memberitahumu?”
Beom menggeleng, “Sepertinya dia terlalu sibuk jadi kelupaan. Apa kau sudah menemuinya?”
“Sudah. Aku ada disini, karena dia yang mengundangku.”
Tiba-tiba sebuah melodi yang sudah tidak asing lagi, mulai dimainkan. Lagu yang dibawakan Henry saat ini adalah lagu request-an dari Beom, Only hope by Mandy Moore.
“Heh.. Only hope?!” pekik Donghae ketika lagu favorite Beom mulai dimainkan. Pria itu pun mengajak Beom untuk dansa bersamanya. Walaupun awalnya Beom malu-malu, akhirnya ia menyetujui. Mereka saling berhadapan, kedua tangan Donghae berada di pinggang Beom. Sementara tangan gadis itu mengalung di leher Donghae. Langkah kaki mereka sangat kompak, terlihat seirama dengan lagu yang sedang dibawakan. Pandangan mereka saling berpaut, kemudian saling melempar senyuman yang sangat manis. Terlihat sekali ada rasa sayang diantara mereka hingga membuat orang yang melihatnya merasa kagum dengan persahabatan yang mereka perlihatkan.
Kibum menghampiri mereka setelah lagunya usai. Ia memeluk kekasihnya dari belakang dan menatap Donghae dengan tajam. “Kau tidak boleh meminjamnya lebih dari satu lagu. Arraso?!”
Ancaman Kibum itu berhasil membuat Donghae, Beom dan semua orang yang melihatnya tertawa. Dengan terpaksa Donghae harus menjauh dari pasangan dansanya itu. Wajahnya terlihat sendu seolah ia sedih harus melepas Beom. Dan akhirnya gadis itu pun kembali pada kekasihnya, tangannya bergelayut manja dan menyandarkan kepalanya dibahu Kibum.
Persahabatan mereka bertiga sudah terjalin selama lima tahun. Donghae lebih dulu mengenal Beom dari jejaring sosial. Mereka memutuskan untuk ketemu dan akhirnya berteman. Setelah itu Beom baru mengenal Kibum dari Donghae, karena dia suka ikut-ikutan ketika mereka akan pergi jalan-jalan. Dengan kata lain, Direktur SM itu adalah seorang pengganggu. Hari ini mereka seperti sedang reunian, bertemu di moment yang sangat penting bagi Beom. Sungguh membahagiakan disaat orang-orang yang disayanginya bisa hadir di pameran lukisannya yang pertama.

Acara art and charity itu berjalan dengan sukses. Hampir semua lukisan berhasil dilelang dengan harga tinggi. Hanya satu lukisan yang dibawa pulang dan dibungkus dengan rapi. Lukisan Henry yang sedang memandang langit sore itu sengaja tidak dilelang karena akan dihadiahkan pada artis multi talenta itu sebagai ucapan terima kasih. Benar-benar hari yang sangat melelahkan, tanpa melepaskan gaun merah marunnya Beom sudah tertidur pulas di kasur empuknya. Sementara Kibum masih berbicara sesuatu dengan Donghae di balkon. Dari bahasan yang mereka bicarakan, intinya Kibum mendesak Donghae untuk memberitahunya tentang masalah Beom yang tidak diketahuinya. Mimpi buruk yang selalu Beom alami, ia yakini ada masalah yang sedang terjadi. Rasa khawatir pada kekasihnya itu membuatnya sedikit mengorek keterangan dari Donghae, berharap pria itu mengetahuinya.
Donghae tertawa kecil, merasa apa yang ditanyakan Kibum sangatlah lucu. “Bagaimana aku tahu, kau kan kekasihnya. Pasti kau lebih banyak tahu tentang dia dari pada aku.” ujarnya santai. Apa yang ditanyakan Kibum membuatnya juga berpikir ada apa dengan gadis itu. Sedikit khawatir tapi ia masih bisa menyembunyikan rasa itu.
“Sudahlah, mungkin itu hanya mimpi buruk biasa,” lanjutnya menenangkan Kibum.
“Entahlah. Aku merasa mimpinya itu seperti sesuatu yang pernah dialaminya. Bahkan, disaat sudah sadar pun dia masih menjerit histeris seperti melihat kejadian yang menyeramkan sedang berlangsung dihadapannya.” Kibum menatap nanar kearah Donghae, masih berharap dia tahu sesuatu dan akan meberitahunya.
“Apa kau tidak pernah bertanya padanya langsung?” tanya Donghae, dia semakin khawatir.
Kibum menggeleng. Wajahnya terlihat lelah, entah karena khawatir atau kecapean. Ia terdiam, pasrah. Berharap malam ini mimpi buruk itu tidak mengganggu tidur kekasihnya. Donghae menepuk pundak Kibum, memberinya sedikit kekuatan untuk bisa tenang.
“Tidurlah. Dan jaga dia selalu, jangan biarkan dia tidur sendirian.” Pesan Donghae sambil melangkah kearah pintu dan kemudian berpamitan. Sejenak ia menoleh kearah Beom yang sedang tidur, sebelum akhirnya ia benar-benar meninggalkan apartemen sahabatnya itu.

01:00 pm. Kibum masih terjaga, hawa dingin dan kantuk yang ia rasakan seolah diabaikannya. Ia masih menjaganya, berbaring disamping kekasihnya yang sudah terlelap. Semenjak Beom selalu bermimpi buruk, ia selalu tidur terlambat. Sengaja membiarkan kekasihnya itu tertidur pulas terlebih dahulu, baru ia akan pindah dan tidur di kasurnya. Kebiasaan baru yang ia kerjakan, demi menjaga gadis tercintanya. Kibum memandang lekat-lekat gadis itu, pipinya ia belai dengan lembut kemudian ia cium sebagai tanda ucapan selamat tidur. Ia beranjak dari tempat tidur kekasihnya itu lalu beralih ke tempat tidurnya sendiri yang hanya berukuran 100 x 200 cm. ia berbaring dan akhirnya tertidur.
Beom bangun lebih awal dari biasanya. Ia langsung mandi dengan air hangat untuk menghilangkan rasa gerahnya karena kemarin malam ia langsung tertidur tanpa mencuci muka dan mandi terlebih dahulu. Setelah selesai, ia langsung menuju dapur dan membuat sarapan untuk dimakan bersama kekasihnya. Kali ini menunya sedikit berbeda, bukan roti panggang dan teh hangat seadanya. Ia memasak nasi, dengan lauk pauk kesukaan kekasihnya yaitu ayam teriyaki. Sebagai tambahan ia memasak sayur rumput laut untuk makanan pembukanya. Pukul 06:00 semuanya sudah beres, tinggal menyajikannya dimeja makan dan menunggu kekasihnya bangun. Sejenak ia melihat ke arah tempat tidur Kibum ketika membereskan dapurnya yang sedikit berantakan. Sepertinya kekasihnya itu tidak ada tanda-tanda untuk bangun cepat, ia pun menghampiri untuk membangunkannya.
“Oppa!” panggilnya sambil sedikit menggoyangkan tubuh Kibum.
“Oppa!” panggilnya lagi. Kali ini ia membelai pipi kekasihnya itu berharap tangannya yang dingin habis terkena air bisa membangunkannya. Tidak ada reaksi. Wajah kekasihnya yang terlihat lelah itu, mengurungkan Beom untuk membangunkannya. Ia pun pergi ke balkon untuk menjemur tubuhnya. Berdiri menghadap kota dengan mata terpejam, membiarkan sinar matahari masuk kedalam tubuhnya sampai menjadi sangat hangat. Tiba-tiba sebuah suara getaran yang berasal dari meja membuatnya sedikit menoleh ke ponselnya yang tergelatak di meja bundar itu.  
Morning..
Pesan pertama yang masuk ke inbox ponselnya pagi ini, membuat bibirnya melengkung indah. Ucapan selamat pagi itu berhasil mebuat hatinya senang. Entahlah, si pengirim pesan punya magic apa hingga membuatnya terus tersenyum saat saling berbalas pesan singkat itu. Senyumannya yang mengembang itu menjadi perhatiaan pria yang baru saja terbangun, ia sedikit menyipitkan matanya kemudian menghampiri gadis itu. Beom terkesiap saat sebuah tangan menyentuh pundaknya, sedikit terganggu saat hal yang menyenangkannya dengan Henry harus diakhiri. Saling berbalas sms pun akhirnya terputus.
“Ada kabar apa. Pagi-pagi sudah senyum-senyum sendiri?”
Beom hanya tersenyum menjawab pertanyaan kekasihnya itu dan malah melontarkan pertanyaan balik, “Apa kau bergadang dengan Donghae oppa? Tumben jam segini baru bangun.”
“Mmm..” Kibum hanya bergumam lalu mengepal tangan gadis disampingnya itu. Matanya memandang lurus ke depan melihat keindahan kota Seoul pagi hari. “Apa kau tahu, kalau aku sangat mencemaskanmu, Beom-ah!” batinnya.
Merasakan genggaman tangan Kibum sangat erat, Beom sedikit menoleh sebelum akhirnya ia menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Memberikan sedikit kekuatan untuk kekasihnya yang terlihat cemas itu.
Ting.. tong..
Pandangan mereka beralih kearah pintu. Terlihat kedua alis mereka saling bertaut. Heran, tidak biasanya tempat tinggal mereka di datangi tamu sepagi ini. Bahkan, sangat jarang dikunjungi orang lain.
“Biar aku yang buka.” Beom menuju ke arah pintu. Sejenak melihat monitor pintu, dan mendapati wajah Donghae seolah sedang mengetuk-ngetuk ke arahnya. Ia tersenyum, dan segera membukakan pintu untuk pria yang sudah dianggap sebagai kakaknya itu.
“Pagi-pagi sekali. Ada perlu apa dengan Kibum oppa? Dia bahkan belum mandi sama sekali.” Ujarnya sambil membarengi langkah Donghae menuju sofa. Sejenak menoleh kearah pria itu ingin mencari tahu.
Donghae tersenyum kecil membuat Beom menatap curiga kearahnya. “Kau kesini hanya untuk..?” Kalimat Beom tertahan, mencoba menerka maksud kedatangannya. Tapi Donghae langsung meng-iyakan dengan menjawab.”Benar sekali! Aku kesini untuk sarapan,” Ia terkekeh dengan punggung tangan yang menempel dibibirnya.
Beom mendengus, “Dasar!”
Setelah Kibum selesai mandi. Mereka makan bersama dengan lauk-pauk yang sudah disediakan. Sangat beruntung untuk Donghae karena kali ini dia bisa sarapan dengan menu yang cukup special. Beberapa kali Donghae mencuri-curi pandang kearah Beom, diperhatikannya wajah gadis itu berharap dia selalu menemukan kebahagiaan disana. Apa yang telah diceritakan Kibum padanya, membuatnya sedikit khawatir terhadap keadaan Beom.
“Apa tidurmu nyenyak, Beom?”
Pertanyaan Donghae barusan membuat Beom sejenak menahan nasi yang akan masuk kemulutnya. Ia menoleh kemudian mengangguk sebagai jawaban. Sementara Kibum mengerlingkan matanya kearah mereka berdua secara bergantian. Aneh, ia melihat kekhawatiran berlebihan diwajah Donghae dan kepuasaan ketika Beom mengangguk menjawab pertanyaannya.
“Kau tidak mimpi buruk lagi?” tanya Kibum memastikan.
Beom tersenyum, “Ani.. Jangan khawatir oppa, aku baik-baik saja.” ucapnya memberi ketenangan pada kekasihnya itu. Dan juga Donghae yang mendengarnya.
“Oh yah, sampai kapan kau di Seoul?” tanya Kibum pada Donghae. Beom pun ikut menatap ingin mengetahui.
“Entahlah, mungkin satu sampai dua minggu. Wae?” Donghae bertanya balik.
“Aniyo..” jawab Kibum datar lalu ia meneruskan kembali makannya yang tinggal beberapa suap lagi.
“Oppa, kenapa tidak tinggal disini saja?” Beom ikut bicara, wajahnya sedikit berharap dan suaranya terdengar manja.
Terbentuk lengkungan bibir yang sangat indah diwajah Donghae. Senyuman seperti itu yang telah membuat banyak gadis meleleh olehnya. Senyuman kecil yang hanya memperlihatkan sedikit gigi putihnya. Sungguh mempesona.
“Mmm.. aku juga ingin. Sangat!” sejenak menghela napas, seperti ada yang mengganjal dalam hatinya.
“Wae? Apa karena pekerjaan?” timpal Beom. Donghae mengangguk, dusta.
“Oppa, kerja saja di SM,” lanjutnya sambil sedikit melirik ke arah Kibum.
Kibum mendongak, ingin melihat tanggapan Donghae tentang usul Beom itu. Donghae sekali lagi hanya tersenyum sambil beranjak dari duduknya kemudian sedikit mengacak rambut Beom ketika melangkah menuju dapur. Beom mengembungkan pipinya. Sementara Kibum tercekat dengan perlakuan Donghae pada kekasihnya itu.

Kibum sejenak menghentikan pekerjaan yang menumpuk di mejanya. Ia merebahkan tubuhnya di kursi empuk itu sampai akhirnya terlelap. Sejam.. dua jam.. tidak ada tanda-tanda Direktur SM itu untuk bangun. Sepertinya tidurnya yang selalu telat, membuatnya sangat mengantuk. Bahkan, kedatangan Beom di ruangan itu tidak membuatnya membuka mata. Gadis itu sibuk menggantikan pekerjaan kekasihnya yang tertunda. Tanpa mengharapkan bayaran, ia dengan telaten mengerjakannya. Jam makan siang sudah hampir berakhir, perutnya yang dari tadi sudah berbunyi tidak bisa ditahan-tahan lagi. Ia menghampiri Kibum, kemudian sedikit membungkukkan tubuhnya hingga wajahnya sejajar dengan pria cute itu. Ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Kibum lembut. Direktur SM itu terkesiap, mimpi siangnya yang indah disambut dengan kecupan manis yang nyata.
“Bangun! Ayo kita makan.” ucap Beom sambil menepuk pipi Kibum supaya cepat tersadar. Kibum meraih tangan kekasihnya itu. Berdiri dihadapannya kemudian mendekapnya.
“Bisakah kau membuat mimpiku barusan jadi nyata, Beom?” ucapnya masih dengan posisi mendekap Beom.
“Ayo, kita menikah,” lanjutnya seraya melepaskan dekapannya. Dan beralih menatap lekat-lekat gadis dihadapannya. Sendu, seperti takut kehilangan cinta dari kekasihnya itu.
Beom tersenyum tipis, tangan kanannya mengusap pipi Kibum. Semantara tangan kirinya melingkar dipinggang pria itu. “Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?” Satu alis Beom terangkat. Ia melanjutkan seraya meraih bandul cincin yang menjuntai didadanya, “Bukannya, kau akan menikahiku setelah aku siap dan memakai cincin ini dijari manisku?”
“Kapan kau akan siap? Dan harus berapa lama aku menunggu?” Lirih, tapi sangat tegas Kibum mengutarakannya.
Kali ini Beom bergeming. Tatapannya sendu, ia sedikit menggigit bibir bawahnya. Tidak tahu bagaimana menjawabnya karena dia sendiri tidak begitu yakin kapan dirinya akan siap dipersunting Direktur SM itu.
“Apa ada hal yang mengganggu pikiranmu, oppa?”
“Jangan mengalihkan pembicaraan. Jawablah dan beri aku kepastian, Beom-ah!”
Sekakmatt. Beom sejenak menunduk dan mengambil napas panjang. Bibirnya hendak berkata tapi masih ragu hingga terlihat bergetar. Ia takut apa yang dikatakannya akan menusuk hati kekasihnya itu. Ia mencoba sebisa mungkin mengalihkan pandangannya, saat ini ia tidak mau berpaut dengan tatapan mata yang menurutnya sangat tajam itu. Kali ini dia beruntung, suara ketukan membuat mereka menoleh kearah pintu.
“Donghae!” Mereka memekik bersamaan. Bagi Kibum kedatangan Donghae tidak tepat, tapi bagi Beom sebaliknya. Ia bersyukur karena Donghae menyelamatkannya, lebih tepatnya ia seperti diberi kesempatan untuk menyusun kata-kata jika pertanyaan itu datang lagi padanya.
“Tetaplah menungguku oppa!” Pelan, tapi masih bisa terdengar oleh Kibum. Dengan wajah yang sudah kembali riang itu Beom segera menyambut kedatangan Donghae. “Oppa!”
Kibum berpaling sejenak. Mencari kesibukkan untuk menyembunyikan wajah kesalnya itu. Dan  hanya tersenyum tipis ke arah Donghae kemudian berpaling lagi. Kecewa. Kepastiaan yang ingin ia dapatkan dari kekasihnya itu tidak didapatkannya saat ini.
“Apa kalian sudah makan?” tanya Donghae pada sepasang kekasih itu.
“Aku masih sibuk. Kalian saja duluan,” balas Kibum tanpa melihat kearah Donghae. Tangannya masih pura-pura sibuk membereskan berkas diatas meja kerjanya. Beom meraih tangan Kibum hingga membuat pria itu menoleh padanya.
“Ayo kita makan. Nanti kau bisa sakit.” ajak Beom dengan tatapan sayu seraya memohonnya. Tapi  pria itu masih tetap pada pendiriannya. Sekarang wajah kesalnya sangat terlihat jelas.
“Yah sudah.. jangan sampai telat. Aku akan makan bersama Donghae oppa, lalu pulang.” Kata Beom, sekilas mencium pipi kekasihnya itu. Kemudian menarik lengan Donghae untuk segera pergi dari sana.

Sebelum pergi makan siang ke sebuah restoran Italy. Beom dan Donghae menyempatkan diri menemui Henry. Beom memberikan lukisan yang pernah dijanjikannya pada Henry. Zhoumi membatu membuka lukisan itu dan sesaat kemudian alisnya saling bertaut penuh tanya.
“Kapan nona Park melukisnya? Apa kalian pernah pergi bersama sebelumnya?” tanya Zhoumi pada Beom ketika melihat sosok Henry dalam kanvas itu.
Beom terkekeh dan menjawabnya dengan candaan. “Itu lukisan gagalku. Entah kenapa, saat aku melukis sebuah desa tiba-tiba Mr. Narsis ini mengganggu pikiranku.”
“Jadi, kau melukisnya tanpa melihat objeknya?” timpal Donghae. Beom mengangguk.
“Eh.. itu gambarku?” tanya Henry penasaran ketika mendengar semua orang membicarakannya. “Apa aku terlihat keren?”
Hening. Ketiga orang itu saling melirik secara bergantian. Pujiaan yang diharapkan Beom dari Henry pupus sudah. Sepertinya ia telah salah memberi hadiah. Percuma saja, sebagus-bagusnya lukisan itu, Henry tetap tidak bisa melihatnya. Beom tertunduk.
“Keren sekali, Henry-ssi! Aku jadi iri padamu.” jawab Donghae. Beom menoleh kearahnya, sedetik kemudian tangan pria itu sudah berada di pundak Beom untuk menguatkannya.
“Ya Lee Beom! Besok kau harus juga melukisku,” tambah Donghae mencoba mencairkan suasana yang sempat hening itu.
“Wah hebat. Nona Park memang berbakat!” hibur Zhoumi.
“Lee, gomapta!” ucap Henry dengan senyuman.
“Nde..” Beom langsung berpamitan dan pergi dari sana. Zhoumi mengernyit melihat kekasih Direkturnya itu bergandengan tangan dengan pria lain. Bahkan ketika pria itu merangkul pundaknya, ia tetap diam tanpa merasa risih.
“Apa Nona Park berselingkuh?” gumam Zhoumi.

Selera makan Beom tiba-tiba hilang. Ia hanya mengaduk-aduk makanan itu dengan garfunya. Gadis itu melamun. Sejenak ia memandang keluar jendela, orang-orang yang lalu-lalang di sana lumayan bisa menghibur hatinya yang masih merasa bersalah itu. Matanya menyipit ketika melihat seseorang yang dikenalnya di sebrang jalan. Kemudian bibirnya menyungging saat melihat kaki orang itu tersandung. “Bodoh!” gumamnya.
Henry. Siapa lagi kalau bukan dia, pria buta itu selalu bisa membuatnya tersenyum. Henry selalu ingin mandiri supaya bisa beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu dia selalu menolak ketika seseorang menggandeng tangannya. Begitulah akibatnya, kakinya tersandung dan hampir terjatuh. Untunglah Zhoumi selalu sabar terhadap tingkahnya itu dan selalu bersedia mendampinginya kemanapun.
Beom terkesiap. Spaggetty yang Donghae sodorkan tiba-tiba kemulutnya, terpaksa harus dimakannya. Donghae menyuapinya supaya gadis itu tersadar dengan keberadaannya.
“Aku masih disini, Beom!” ujar Donghae yang merasa terabaikan. “Sepertinya, kau sangat akrab dengannya,” lanjutnya sambil menunjuk Henry dengan dagunya.
“Begitukah? Oppa, kalau kau kekasihku. Apa kau akan merasa cemburu padanya?”
Pertanyaan Beom barusan berhasil membuat Donghae tersedak. Ia buru-buru mengambil air dan meminumnya. Entah merasa pertanyaan itu sangat lucu, atau ada hal lain yang membuatnya terkejut seperti itu. Sejenak ia berdeham, kemudian mengusap mulutnya dengan tisu. Berpura-pura santai supaya apa yang dipirikannya tidak sampai terbongkar. “Wae? Apa Kibum cemburu padanya?” tanyanya asal.
“Mmm.. sangat! Dia selalu menyuruhku jaga jarak dengannya.”
Terlihat pipi Beom mengembung, bibirnya mengerucut. Sepertinya dia tidak suka ketika orang lain mengekangnya. Pikirnya, tidak ada salahnya jika seorang gadis berteman dengan banyak pria. Baginya banyak teman itu sangatlah menyenangkan. Seperti dulu, ketika dia masih tinggal di Andong. Memang banyak perubahan setelah dia menjadi anak angkat Park Jungsoo, pergaulannya menjadi terbatas karena orang-orang merasa segan padanya. Oleh sebab itu hanya orang-orang kelas atas saja yang jadi temannya.
“Wajar saja. Mungkin dia takut kau kena scandal dengannya.”  ucap Donghae. Satu alisnya terangkat berharap Beom memahami opininya.
“Atau sikapmu terlalu berlebihan. Makanya Kibum cemburu,” tambahnya.
“Ah tidak. Sikapku padanya sama seperti aku memperlakukanmu, oppa! Aku hanya ingin bersahabat dengannya saja.” Sekali lagi Beom mencoba membela diri. Sikapnya dan perhatiannya pada Henry merupakan sesuatu yang masih dalam tahap kewajaran.
“Pendapat orang kan beda-beda. Mungkin menurutmu wajar, tapi bagi Kibum tidak. Maka dari itu, dituntut adanya saling pengertian.”
Beom hanya tersenyum mendengar pendapat bijaksana sahabatnya itu. Memang benar, kalau tidak ada saling pengertian maka hubungan mereka akan hancur. Dari upacan Donghae barusan dia belajar untuk tidak egois. Dan lebih memahami hati kekasihnya, Kibum.
Nyaman. Perasaan ini selalu ada ketika Beom bersama Donghae. Seperti ada seorang malaikat yang selalu menjaganya dan juga seperti ada seorang guru yang selalu mengoreksi kesalahannya. Sempurna sudah, hidupnya dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. Perasaan seperti itulah yang ia dapatkan juga ketika bersama Henry. Pria buta itu mampu menggantikan posisi Donghae ketika dia tidak berada disisinya.
“Sekarang?” Donghae tampak terkejut mendengarkan berita yang masuk dalam ponselnya itu. Wajahnya tiba-tiba menjadi panik dan langsung beranjak dari duduknya.
“Oppa, wae?” Beom menahan lengan Donghae. Sejenak Donghae menghela napas panjang, kemudian menggenggam kedua tangan gadis itu dengan tatapan nanar.
“Mianhae.. nanti aku meneleponmu. Aku harus pergi sekarang.” ucapnya buru-buru. Ia berbalik dan segera melangkah pergi. Tapi, sedetik kemudian ia berbalik  lagi dan memandang Beom dengan sedikit senyum yang dipaksakannya. Ia mencium dahi gadis itu lalu benar-benar pergi meninggalkannya sendirian. Dan sikap Donghae barusan, terlihat kembali oleh Zhoumi.

Entahlah apa yang terjadi pada Donghae. Setelah satu minggu Beom baru mendapat email kalau pria tampan itu sudah berada di China. Tidak ada penjelasan sama sekali kenapa dia pergi tergesa-gesa saat itu. Dan sesekalinya Beom bertanya soal itu pada Kibum, dia malah mendapatkan reaksi malas dari kekasihnya itu. Sangat menyebalkan.
Apa yang dikatakan Donghae mungkin ada benarnya. Sepertinya Direktur SM itu tidak begitu suka ketika melihat kekasihnya bersama dengan pria lain. Apapun alasannya dia sangat membencinya. Maka dari itu untuk menghargai kekasihnya, Beom jadi selalu bertemu di luar gedung SM setiap ada keperluan dengan Henry. Tanpa disadarinya, sikapnya itu malah semakin membuat Kibum murka.


Continue..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar