My Inspiration
By : Ulie Aya’aya
Wae
Genre : Romance, Friendship
Rate : PG+17
Length :
Chapter
Main cast :
Henry Lau, Kim Kibum, Lee Beom / Lie Beom [OC]
Other cast
: Lee Donghae, Zhoumi, Hyosun [OC], Park Jungsoo
Sore ini
Kibum pulang cepat dari biasanya. Pikirannya tidak tenang dan selalu terpaut ke
rumah. Banyak hal yang ingin ia tanyakan, lebih tepatnya ia ingin mendapat
penjelasan dari kekasihnya, Lee Beom. Kejadian siang tadi benar-benar
membuatnya penasaran, ingin mengetahui apa saja yang dibicarakan kekasihnya itu
pada Henry, sampai-sampai mereka terlihat sangat akrab. Bahkan, Beom tidak
sempat menemuinya, padahal berada dalam gedung yang sama.
“Apa dia
benar-benar mengidolakannya?” pekik Kibum sebelum ia masuk ke dalam apartemennya.
Ia tertahan di balik pintu, memikirkan penting tidaknya pertanyaan yang akan di
ajukannya. Sejenak menghela napas, jari telunjuknya menekan tombol bel pintu.
Diam dan terus menunggu. Sayangnya, tidak ada yang membukakan pintu untuknya.
padahal ia ingin sekali melihat ekspresi pertama Beom, ada tidaknya rasa
bersalah pada dirinya. Pria tampan itu memutuskan untuk masuk dengan menekan
kode pintunya sendiri.
Suara
gemercik air membuatnya menoleh kesudut kiri ruangan. Sesosok bayangan terlihat
sangat seksi di balik kaca semi transfaran kamar mandi. Orang itu terlihat
menengadah, membiarkan seluruh tubuhnya di guyur ribuan air dari shower. Sesekali tangannya mengusap
lembut wajah dan rambutnya. Kibum terpaku, pemandangan sangat indah itu tidak
ingin ia lewatkan begitu saja. Matanya membulat lebar, antara syok dan tergoda
dengan tubuh semampai itu. Ia menelan air liurnya, hawa sekitarnya pun
tiba-tiba terasa panas. Pikirannya menjadi sedikit nakal. Andai saja.. yah,
andai saja ia bisa masuk dan mandi bersama kekasihnya itu. Kibum
menggeleng-gelengkan kepala, ia mencoba membuyarkan pikiran kotornya. Tidak ada
cara lain selain menghindar. Ia melangkahkan kakinya ke balkon, mencari udara
sejuk untuk menjernihkan otaknya.
Segar.
Tubuh gadis cantik itu kini sudah menjadi harum. Perpaduan antara harum shampoo dan sabun mandi ekstrak buah
menyeruak disekitarnya. Masih dengan kimono dan handuk yang disanggulkan
dikepala, Beom pergi ke balkon untuk sekedar mengeringkan rambutnya.
“Oppa!”
Kibum sedikit tercekat saat Beom memanggilnya. Dia masih melamun, pikirannya
tentang tubuh indah kekasihnya itu tidak mudah dihilangkan dari benaknya. Ia
tetap berdiri membelakangi Beom.
“Tumben,
jam segini sudah pulang,” Tidak mendapatkan balasan dari pujaan hatinya itu,
Beom hanya melirik sekilas. Kemudian duduk dikursi. Melepaskan handuk dikepalanya dan
mengibas-ngibaskan rambutnya supaya cepat kering.
Kibum
berbalik dan hanya memperhatikan tanpa sepatah katapun. Tatapan matanya
mendelik tajam. Merasakan tatapan Kibum sangat aneh, Beom pun tak mau kalah. Ia
mencoba menyelidik maksud tatapan aneh itu. Beberapa detik mereka hanya saling
pandang dengan satu alis terangkat.
“Ah, wae?
Kau membuatku takut oppa!” Beom beranjak dari duduknya lalu menghampiri Kibum.
Handuk bekas rambutnya ia kalungkan dileher pria berkemeja putih itu.
“Cepat
mandi!” titahnya sambil menutup hidung seperti mengejek. Kemudian tangannya
meraih dasi hendak membantu melepaskan. Mendapat perlakuan seperti itu, Kibum
menarik pinggang Beom dengan tangan kanannya. Tubuh mereka jadi merapat.
“Aku sedang
kesal padamu. Tapi, kenapa kau terus menggodaku,” ujar Kibum. Tangan kirinya
membelai halus pipi Beom seraya mengusap tetesan air yang masih tertinggal
diwajahnya.
Beom
mengernyit, “Kesal? Wae?”
“Tadi siang
kenapa kau tidak menemuiku? Malah asyik makan dengan orang yang baru dikenal.”
Beom mengernyit,
beberapa detik kemudian ia mengerti maksud sindiran itu mengarah pada Henry dan
Zhoumi. Gadis itu terkekeh melihat ekspresi kecemburuan kekasihnya. Bukannya
memberi penjelasan, ia malah dengan sengaja menggodanya.
“Oppa,
bukannya dirumah juga kita masih bisa ketemu? Lagian, aku ga ikut makan. Hanya
memberi bekal untuk mereka.” ucapnya datar membuat Kibum semakin terlihat
kesal.
Ia
melanjutkan dengan riang, “Ternyata, Henry itu orangnya menyenangkan.” Deretan
gigi putihnya terlihat sempurna.
Kibum
marah. Kali ini dia tidak berkomentar dan langsung pergi kedalam, duduk di sofa
sambil melepaskan kemejanya. Beom mengikuti. Sedikit tertawa puas karena
usahanya telah berhasil. “Oppa, kau marah?”
Kibum
menghiraukannya, hendak beranjak dari duduknya tapi Beom berhasil menahannya.
Ia langsung memeluk pria yang kini hanya mengenakan kaos dalam itu, “Mianhae..”
“Lepaskan!
Aku mau mandi.” Kibum mencoba melepaskan pelukan kekasihnya itu tapi tidak
berhasil karena Beom semakin mempererat pelukannya.
“Tadinya
bekal itu untukmu. Tapi, aku lihat kau sudah makan dengan Hyosun. Lalu tidak
sengaja bertemu Henry dan Zhoumi. Jadi aku berikan saja pada mereka.” papar
Beom jujur.
Penjelasan
itu membuat Kibum sedikit lega. Malah sekarang, dia yang jadi merasa bersalah.
“Kau
cemburu?” ujar Kibum seraya melepaskan pelukan. Ditatap dalam mata gadis
dihadapannya itu.
“Anni..”
“Terus?”
tatapan Kibum sedikit menyelidik.
“Aku hanya tidak ingin mengganggumu.” Tatapan
Kibum semakin tajam seolah meminta jawaban jujur dari Beom.
“Iya..
iya.. hanya sedikit!” bibir Beom sedikit mengerucut. Kesal, karena dustanya
harus ketahuan.
Kibum
tersenyum. Puas dan juga senang. Kemudian ia menarik tubuh Beom dan mendekapnya.
Beom POV
Aktivitas
baru. Sepertinya hari-hari kedepan akan sangat sibuk. Walaupun rencananya belum
pasti akan seperti apa. Tapi aku sangat antusias untuk berpartisipasi dalam
mensejahterakan desa Hahoe, tempat kelahiranku. Ada perasaan malu, ketika orang
lain dengan sukarela menyisihkan sebagian hartanya untuk panti asuhan taman
surga. Sementara aku, orang yang pernah
tinggal 6 tahun disana seperti melupakannya. Aku salah. Aku tidak akan seperti
itu lagi. Aku akan berusaha melawan traumaku dengan sesering mungkin pergi
kesana. Dan ini adalah jalannya.
End Beom POV
Langkahnya
sangat ringan. Dengan tas berisi nasi bekal yang mengait dibahunya, ia seperti
tanpa beban. Belum lagi berbagai cemilan yang ia jingjing dikedua tangannya. Sedikit
berlebihan, untuk bawaan yang hanya akan dimakan oleh dua orang. Kibum menatap
heran saat kekasihnya itu tiba di ruang kerjanya dengan membawa banyak makanan.
Senang dan juga geli karena merasa Beom menganggap kantornya itu seperti tempat
piknik.
Mereka
makan siang bersama. Bagi Beom, ini sebagai permintaan maaf karena hari
sebelumnya ia tidak jadi memberikan bekal untuk direktur SM itu. Setelah
selesai makan ia membantu pekerjaan Kibum. Cukup lama mereka berduaan, sampai
membuat sang sekertaris merasa terabaikan. Hyosun cemberut.
Beberapa
kali Hyosun masuk, basa-basi. Apa yang ia laporkan dan tanyakan termasuk tidak
penting. Seperti saat ini, untuk ke-5 kalinya ia masuk dan bertanya, ada
tidaknya sesuatu yang bisa dia bantu. Kibum hanya tersenyum dan berkata bahwa
dia akan memanggilnya kalau membutuhkannya.
Di sofa.
Beom sejenak menghentikan jari-jarinya menekan keyboard . sekilas melirik kerah Hyosun kemudian kembali fokus
kelayar laptop. Setelah Hyosun keluar
ruangan, Beom menghampiri direktur tampan itu dan duduk di atas meja kerjanya.
Sementara Kibum duduk dikursi dengan alis menaut.
“Wae?”
tanyanya.
Beom
melipat kedua tangannya didada. Sejenak diam dan menatap pria dihadapannya
dalam-dalam.
“Kau
beruntung dapat sekertaris yang rajin seperti dia.”
Mendengar
itu Kibum mengernyit. Menunggu apa yang akan dikatakan Beom selanjutnya.
“Tidak ada
pekerjaan pun, dia dengan gesit menawarkan diri,” bibir Beom melengkung.
Sedikit sinis.
Kibum
berdiri. Mendekatkan wajahnya kehadapan Beom. “Sekarang kau tahu kan, betapa
berbahayanya meninggalkan aku sendiri? Makanya, jangan pernah jauh dariku
lagi!”
Candaan
Kibum seperti sebuah peringatan, bahkan terdengar seperti sindiran mengingat
Beom pernah meninggalkannya ketika kuliah ke Paris. Ia menunduk, diam. Sejanak
pikirannya terusik oleh foto-foto dalam flashdisk
yang pernah dititipkan Siwon padanya 2 minggu yang lalu. Foto tentang
kebersamaan Kibum dan Hyosun, satu foto bahkan terlihat sangat intim. Tapi,
Beom berusaha menepisnya. Ia percaya kalau kekasihnya itu tidak mungkin
menghianatinya.
Cup~
Kibum
berhasil membuyarkan pikiran Beom dengan ciumannya. Sangat lembut dan manis
dibibirnya seperti madu. Pria itu tersenyum, lengkungan bibirnya terlihat
sempurna.
“Aku
senang melihatmu cemburu seperti itu.”
Ujarnya. Beberapa detik kemudian senyuman itu sudah menjadi tawaan kecil yang
melukiskan kepuasan.
Beom
mendongak dan kembali menatap tajam pada
kekasihnya itu. “Apa aku bisa mempercayaimu, oppa?” Serius dan terdengar lirih.
Kibum
mengangguk. “Hmm.. wae?”
“Jebal!
Jangan pernah menghianati kepercayaanku!”
Satu alis
Kibum terangkat. Apa yang telah dikatakan Beom barusan seperti mengandung maksud. Entah apa, dia yakin ada sesuatu yang
mengganggu pikiran kekasihnya itu.
“Apa yang
kau sembunyikan dariku?” tanya Kibum seraya membelai. Jari telunjuknya
mengusap-ngusap sisi pipi Beom. Kemudian menyibak rambut yang berada disana dan
mengaitkan ditelinga gadis itu.
“Aniyo..
hanya saja, aku ingin kau juga mempercayaiku. Sepeerti aku mempercayaimu.” Beom
tersenyum. Terlihat deretan gigi putihnya sangat rapih.
Kibum
mebalas, “Tentu. Aku juga mempercayaimu.”
Dikesempatan
itu Beom memberitahu Kibum tentang rencana yang akan dibuatnya bersama Henry.
Ia meminta izin supaya tidak terjadi
kesalahpahaman diantara mereka. Karena dengan kerjasama ini, secara otomatis
dia dan Henry akan selalu bertemu. Kibum tidak setuju, dia khawatir akan
terjadi scandal dimedia, mengingat
Henry adalah seorang public figure.
Alasan yang cukup masuk akal, tapi juga terlalu berlebihan menurut Beom. Ia
hanya terkekeh ketika Kibum melarangnya. Pikirnya, itu hanya alasan untuk
menutupi kecemburuannya saja. Setelah memohon dan memberi penjelasan panjang lebar, akhirnya
Kibum menyetujui. Walaupun ekspresinya wajahnya terlihat kurang ikhlas.
Hyosun POV
Kesal.
Marah. Rasanya ingin kubanting semua barang yang ada dimeja kerjaku ini.
Kecemburuanku terlihat sangat jelas. Entah harus bagaimana cara mengontrol
emosiku ini. Aku sejenak berpikir, apa flashdisk
dari Siwon tidak dilihat oleh nona Park? Harusnya ketika seorang wanita melihat
kekasihnya tertidur dibahu wanita lain, ia akan merasa geram. Tapi kenapa
dengan dia, seperti tidak ada sesuatu yang terjadi padanya. Aku yakin pasti
Nona Park melihatnya, dari tatapan matanya terlihat berbeda. Biasanya ia akan
tersenyum manis dan menyapaku. Tapi kali ini dia mendelik, ekspresi wajahnya
memperlihatkan ketidaksukaannya padaku.
Sekarang,
apalagi yang harus kulakukan?
End Hyosun POV
Ruang
musik. Seperti biasa, setelah menemui kekasihnya maka Beom akan menghabiskan
waktu di ruangan ini bersama Henry sampai jam pulang kerja. Setelah itu ia akan
pulang bersama dengan Kibum. Tidak lama, hanya sekitar 1-2 jam. Tapi, telah
banyak cerita di ruangan musik SM ini. Canda tawa selalu ada setiap harinya,
seperti kumpulan orang malas yang hanya diam dan membicarakan sesuatu yang
tidak penting. Mungkin begitulah saat orang awam melihatnya. Tapi, kenyataannya
tidak. Walaupun apa yang dikerjakan terkesan tidak serius dan hanya banyak
bicara, Beom membuktikan dengan hasil lukisan yang ia buat setiap harinya.
Dari
rundingan sebelumnya, ia dan Henry sepakat akan menyumbang lebih banyak dari
yang sebelumnya Henry lakukan. Oleh karena itu, mereka menyusun rencana dengan
sangat matang. Tidak jauh dari keahlian mereka berdua. Beom berencana membuat
sebuah pameran lukis dengan Henry sebagai bintang tamunya. Semua lukisannya
akan dilelang. Dengan dibantu oleh Zhoumi, ucara itu akan digelar minggu
mendatang.
“Lee, apa
kau sudah lama berhubungan dengan direktur Kim?” tanya Henry ragu. Sedikit
basa-basi tapi ia juga ingin tahu jawabannya. Menurutnya, Direktur Kim sangat
beruntung memiliki kekasih dengan kepribadian
hangat seperti Beom. Ia pikir, semua pria pasti ingin juga memilikinya.
“Wae? Apa
kau tertarik padaku?” Beom tertawa dan malah bertanya balik. Bercanda.
Henry
mencibir, “Cih~ Kenapa masih ada gadis narsis sepertimu didunia ini.
Beruntunglah aku tidak bisa melihat.” Beom menyernyit.
Henry
melanjutkan dengan suara pelan. Kakinya melangkah seperti akan melarikan diri.
“Kalau aku bisa melihatmu, sepertinya aku akan muntah saking muaknya.”
“YA!!”
Mendengar hinaan itu, tangan Beom reflex mengambil pensil dan melemparkannya
pada Henry. Tapi, sayangnya meleset.
Begitulah
setiap harinya mereka. Kadang membuat Zhoumi stres melihatnya. Saling
membanggakan diri kemudian menghina satu sama lain. Unik! Hubungan mereka
seperti sudah terjalin sangat lama, bisa saling mengerti dan memahami. Tahu,
sebatas mana mereka harus bercanda tanpa menyakiti hati keduanya. Walaupun
kadang dimata orang lain bercanda mereka terlalu berlebihan. Mereka seperti saling
terkait, saat salah satunya tidak ada maka akan ada yang terasa kurang. Aura
mereka terpancar jelas ketika sedang bersama. Apa yang mereka bicara selalu
mengalir begitu saja, kehangatan antar mereka selalu bisa membuat orang yang
melihatnya merasa iri.
“Awas saja,
Kalau sampai nanti kau jatuh cinta padaku!” Belum puas membalas, Beom dengan
lantang melontarkan perkataan yang berhasil membuat Henry tercekat. Tetapi,
pria yang selalu berkaca mata hitam itu pandai sekali berkilah saat merasa
tersudut.
“Mwo?
Seperti tidak ada yoeja lain saja.” Acting
yang ia buat terlihat meyakinkan. Padahal dihati kecilnya, ia juga mengakui
kalau perasaannya sudah berubah, dia menyukai kekasih direktur SM.
Ia
melanjutkan, “Aku akan mencintaimu. Kalau kau adalah yoeja terakhir di dunia
ini.”
Beom kehabisan
kata-kata. Cara lain untuk membalasnya adalah dengan memukulnya sampai puas.
Tapi sebelum sempat memukul, kakinya terpeleset dan jatuh menabrak Henry hingga
tersungkur ke lantai. Mereka berdua merintih sakit. Setelah itu Beom diam
mematung ketika kaca mata Henry terlepas olehnya. Tidak ada bola mata disana,
disekitar bagian matanya terlihat berwarna merah kehitam-hitaman.
“Gwenchana?”
tanya Henry khawatir.
Beom tidak
menjawab dan malah bertanya balik, “Apa ini sangat sakit?” Terdengar lirih,
tangannya meraba bagian mata Henry.
“Ani..”
Henry buru-buru menepis tangan Beom lalu meraba-raba lantai mencari kaca
matanya. Melihat Henry seperti itu Beom teriris. Iba, seperti melihat diri
sendiri. Tidak membayangkan jika kebutaan terus menimpa dirinya. Dia beruntung
karena tidak seperti itu. Dan air matanya menetes tanpa dia sadari, tangannya
meraih kaca mata dan menyerahkan pada Henry.
“Mianhae..”
ucapnya.
“Gwencahana?”
Tiba-tiba
sebuah suara lain terdengar sangat khawatir. Beom mendongak dan mendapati Kibum
sedang mengulurkan tangannya untuknya.
“Oppa!”
pekik Beom seraya menyambut tangan Kibum. Kemudian berdiri.
“Gwenchana
Henry-ssi?” tanya Kibum basa-basi. “Mianhae.. yoeja ini sangat ceroboh,”
lanjutnya.
“Gwenchana
Sajangnim. Aku yang salah.” ujar Henry merendah.
“Kalau ada
yang terasa sakit, lebih baik diperiksa ke Dokter.” Saran Kibum. Dan diiyakan
oleh Henry sebagai tanda setuju.
“Kajja!”
Kibum menarik tangan kekasihnya itu dan segera pergi setelah sebelumnya
berpamitan pada Henry.
Disepanjang perjalanan pulang mereka hanya diam. Direktur SM itu bahkan terlihat dingin, ia hanya melihat diam-diam seolah sedang menyelidik apa yang sedang dipikirkan kekasihnya itu. Sedangkan Beom masih memikirkan kejadian tadi, sepertinya ada sesuatu yang terjadi padanya. Ketika ia berhadapan sangat dekat dengan Henry, jantungnya berhenti beberapa detik. Aneh, tiba-tiba ada perasaan ingin menjaga dan mengasihinya.
Kibum POV
Apa yang
sedang dipikirkannya? Setiba dirumah, suasana masih sama. Beom terlihat terus
melamun. Bukannya dia harusnya meminta maaf padaku? Apa wajah kesalku ini tidak
disadarinya? Hampir setiap harinya aku melihat dia sangat akrab dengan
idolanya, Henry. Hubungan mereka bukan seperti seorang fans dengan idolanya. Tapi, seperti seorang teman yang sudah saling
mengenal sangat lama. Jujur, aku selalu berhasil dibuat cemburu oleh
kebersamaan mereka. Walaupun apa yang mereka bicarakan hanya sekedar candaan
biasa, tapi cara mereka mengeksprisikannya seperti terselip sebuah kasih
sayang. Setiap aku akan menjemputnya pulang, aku sengaja datang lebih awal.
Diam beberapa menit dibalik pintu hanya untuk mengetahui apa yang meraka
bicarakan dan mengawasi tingkah mereka. Kadang aku berlebihan, seperti tidak
percaya apa yang dilakukan Beom dibelakangku. Aku takut! Takut diantara mereka
ada perasaan yang tidak disadarinya. Bukannya, rasa sayang dan cinta itu datang
karena terbiasa?
End Kibum POV
“Apa tadi
ada yang luka?” tanya Kibum terpaksa, ia tidak bisa berdiam diri ketika
kekasihnya seolah mengaggapnya tidak ada. Mengalah, menghilangkan ego sendiri
demi keharmonisan hubungannya.
“Aniyo..”
Beom menoleh sejenak lalu kembali mengedarkan pandangannya keluar jendela.
“Sepertinya Henry yang terluka,” lanjutnya khawatir.
Kibum
tersenyum miris, sepertinya orang yang dicemaskannya malah mengkhawatirkan
orang lain. Ia melihat kekasihnya mengotak-atik tombol ponsel, mengetik sebuah
pesan. Dan sepertinya itu untuk Henry.
“Apa kau
tidak berlebihan padanya, Beom-ah?” Kibum mendekati Beom dan mengambil
ponselnya. Benar saja, satu pesan terkirim untuk Henry. “Kenapa kau begitu
peduli padanya?” ucapnya lagi sambil mengacungkan ponsel kekasihnya itu.
“Apa
maksudmu oppa?” Beom menatap heran. “Apa salah aku bertanya seperti itu pada
orang yang terluka olehku? Ia merebut ponselnya kembali, dan menatap tajam pria
pujaannya itu, “Sepertinya kau yang terlalu berlebihan oppa!”
Melihat
Beom menjauhinya. Kibum tercengang, tidak menyangka kekasihnya bakal seperti
itu. Ia menunduk dan tangannya mengepal menahan amarah.
Aku baik-baik saja. Walaupun ditabrak
olehmu seperti dihantam oleh truk bermuatan berton-ton beras xixixi..
Mendapat
balasan pesan seperti itu, Beom sedikit lega. Kekhawatirannya memang sedikit
berlebihan. Awalnya ia berpikir seperti itu, tapi ternyata yang membuatnya
cemas bukan keadaan Henry melainkan perasaannya. Hatinya susah untuk
dikendalikan, setiap saat pikirannya selalu terpaut pada artis SM itu.
“Oppa
mianhae..” Beom menghampiri Kibum yang sedang duduk di sofa sambil menonton tv.
“Aku hanya merasa bersalah saja padanya,” lanjutnya sambil duduk disamping
Kibum. Direktur SM itu menghiraukannya dan hanya melihat sekilas kemudian
kembali fokus ke tontonannya.
“Oppa!”
rengeknya lagi. Masih tidak ada respon dari kekasihnya, Beom mengapit wajah
Kibum dengan kedua tangannya kemudian membawanya kehadapannya, “Apa kau
benar-benar marah?”
“Tidurlah,
sudah malam!” titah Kibum seraya melepaskan tangan Beom dan mencoba berpaling
dari gadis dihadapannya itu. Tapi Beom dengan kokoh mengapit wajah kekasihnya
itu kemudian mencium bibir merahnya dengan lembut. Ia melepaskan ciumannya
kemudian menatap lekat-lekat pria itu. Melihat Kibum masih dingin padanya, ia
pun kembali mengarahkan bibirnya dan sedikit bermain dengan bibir kekasihnya
itu. Ia menggerakkan bibirnya seolah akan memakan mangsa dihadapanya, membuka
mulutnya dan memainkannya kebawah dan keatas seraya menghisap bibir lawannya.
“Kau sedang
meminta maaf atau sedang menggodaku?” tanya Kibum setelah Beom melepaskan
ciumannya. Ia menyunggingkan senyum nakalnya, “Aku tidak akan melepaskanmu,”
Kibum
memegang bahu Beom dengan sangat kuat. Sementara gadis itu mengalungkan
tangannya di leher Kibum. Kemudian mereka saling berciuman, lembut dan terasa
hangat. Keduanya saling mengemut bergantian, pelan dan cukup berlangsung lama.
Sampai tidak terasa posisinya pun sudah berubah dari yang semula. Kibum
sedikit-sedikit mulai mendorong tubuh kekasihnya itu sehingga ia jadi tertidur
di sofa putih itu. Dan ciumannya pun menjadi sangat nakal dan terlihat buas,
bukan hanya dibibir. Tapi sudah menjelajahi leher Beom dan membuat tanda merah
dibahu gadis itu. Bukan, lebih tepatnya di tengah-tengah antara bahu dan buah
dadanya.
“Oppa,
hentikan!” Beom menahan saat ia merasa tangan Kibum akan mulai menyentuh bagian
dadanya. Dengan napas yang tidak beraturan, gadis itu mencoba menyadarkan
kekasihnya. Kemudian ia bangkit dan membenarkan posisi duduknya.
Kibum
terlihat sedikit kecewa. Walaupun apa yang barusan dilakukannya tidak bermaksud
untuk menodai gadis pujaannya. Mungkin hanya terbawa suasana makanya dia
seperti itu, apalagi cuaca yang dingin sangat mendukung untuk saling
menghangatkan. “Mianhae..” ucapnya.
Beom meyandarkan
kepalanya di dada Kibum dan mengaitkan kedua tangannya dipinggang pria tampan
itu. “Saranghae..” ucapnya tulus.
“Jangan
terlalu berlebihan bercanda dengan Henry. Dan jangan lagi menantang seorang
namja.” ujar Kibum sambil mencium pucuk kepala Beom.
“Heh?” Beom
mendongak dengan satu alis terangkat, “Maksudnya?”
“Tadi kau
mengancam Henry. Awas saja kalau sampai
kau jatuh cinta padaku? Bukannya itu seperti kau memberinya sebuah
harapan?”
Beom
terkekeh, “Jadi kau marah gara-gara itu, oppa?”
“Ani.. Cuma
aku pikir kau terlalu berlebihan. Bagaimana kalau dia benar-benar jatuh cinta
padamu? Apa yang akan kau lakukan?”
“Emh..
bukannya itu bagus? Berarti aku hebat, bisa memiliki seorang Direktur SM
sekaligus artisnya.” canda Beom, ia masih bisa tertawa puas sekalipun
mendapatkan tatapan sinis dari kekasihnya.
“Ah, mana
mungkin aku melepaskanmu, oppa! Sangat bodoh jika aku melakukannya,”
Ungkapan
Beom itu berhasil membuat hati Kibum tenang. Tapi dia juga ingin sedikit
bercanda dengannya.
“Apa
maksudmu? Apa kau berhubungan denganku karena aku seorang Direktur SM?” Matanya
ia bulatkan lebar, melotot seperti sedang marah.
“Ya! Apa
dimatamu aku seperti yoeja yang matrealistis? Kalau karena harta aku bisa
mencari namja yang lebih lagi, bukan seperti oppa!” bibir Beom mengerucut,
merasa ia telah direndahkan oleh kekasihnya itu.
Kibum
tersenyum dan mencium kekasihnya itu sekilas kemudian mendekapnya erat.
“Tetaplah bersamaku sampai kita menikah dan mempunyai anak yang lucu-lucu,
tetap seperti ini selamanya.”
Continue..
Bagus banget eonn:-D:-D:-D
BalasHapus